Tuesday, March 20, 2012

Psikologi Pendidikan (Sifat-sifat yang berperan dalam pendidikan)


PSIKOLOGI PENDIDIKAN

SIFAT-SIFAT INDIVIDU YANG BERPERAN DALAM PENDIDIKAN
Dosen Pembimbing
Dra. Siti Zulaikha, M.Pd.





Oleh :
KELOMPOK II
KELAS D
                        Putu Listya Andewi                                        1111031004/(03)
                        Ni Luh Karnita Dewi                                      1111031014/(13)
                        Gita Candra Nurani                                        1111031028/(27)
                        Ni Putu Deni Ardiyanti                                   1111031051/(30)
                        Ni Putu Yeny Yesica                                      1111031161/(39)

PROGRAM STUDI S1 PGSD
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
TAHUN 2011



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak  sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi antara alam beserta lingkungannya. Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan seperti semangat, suka dan lain-lain. Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah membebaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia. Ini menunjukan bahwa para pakar pun menilai bahwa pendidikan tidak hanya sekedar memperhatikan aspek kognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas.
Seperti pengembangan pikiran yang sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
Pada dasarnya, sejak lahir manusia sudah diberikan bekal pendidikan oleh orang tua di rumah, kemudian mendapatkan pendidikan dalam lingkungan sekolah, dan pada akhirnya manusia menemukan pendidikan dari proses interaksi sosial dengan lingkungan masyarakat. Pendidikan dalam proses ini sebagai suatu pembentukan kepribadian dan pengembangan seseorang sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila, dan makhluk keagamaan.
Jadi melalui pendidikan individu berusaha membentuk sosok manusia yang dapat memberikan konstribusi bagi manusia menuju tercapainya hakikat kehidupannya, sesuai dengan transfer pengetahuan yang dialaminya.

1.2.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Siapa saja individu yang berperan dalam pendidikan?
2. Apa peranan mereka dalam pendidikan?
3. Bagaimana sifat-sifat individu yang berperan dalam pendidikan?
4. Bagaimana pengaruh sifat-sifat tersebut terhadap proses pendidikan?
1.3.       Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui individu-individu yang berperan dalam pendidikan
2.      Untuk mengetahui peranan individu tersebut dalam pendidikan
3.      Untuk mengetahui bagaimana sifat-sifat individu yang berperan dalam pendidikan
4.      Untuk mengetahui pengaruh sifat-sifat tersebut terhadap proses pendidikan



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Individu-individu yang Berperan dalam Pendidikan
Satu individu senantiasa berhubungan dengan individu lain. Hal ini dikarenakan individu satu dengan individu lainnya memiliki ketengantungan. Dengan kata lain, setiap individu saling membutuhkan. Tidak ada manusia sebagai individu yang mampu hidup sendiri sejak lahir tanpa ada bantuan dari orang lain.
 Begitu pula dalam proses belajar. Dalam proses belajar, kita akan banyak membutuhkan bantuan dari orang lain. Suatu proses pembelajaran atau pendidikan tidak mungkin dilakukan oleh satu individu saja. Pasti akan ada individu-individu lain yang terkait dan berperan dalam proses pembelajaran atau pendidikan tersebut.
Yang dimaksud dengan pendidikan disini adalah tidak hanya pendidikan formal, tetapi juga pendidikan non-formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan fomal berstatus swasta.
Individu-individu yang berperan dalam pendidikan formal adalah pendidik dan peserta didik. Yang termasuk pendidik adalah guru atau dosen. Sedangkan yang dapat disebut peserta dididk adalah siswa ataupun mahasiswa.
Pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat berupa pendidikan langsung dan tidak langsung. Pendidikan langsung yang dimaksud disini adalah berupa kursus maupun bimbingan belajar. Sedangkan yang dimaksud pendidikan tidak langsung adalah pendidikan yang didapat secara tidak langsung dari proses sosialisasi atau interaksi dengan individu lain di lingkungan sekitar.
Individu-individu yang berperan dalam pendidikan non-formal adalah individu-individu yang berada di lingkungan sekitar kita. Baik orang tua, keluarga, sahabat, teman sebaya, maupun masyarakat.

2.2        Peran Individu dalam Pendidikan
Banyak individu yang ikut berperan dalam proses pendidikan. Masing-masing individu tersebut memiliki peranan yang sangat penting dalam memajukan pendidikan.
1.      Orang Tua atau Keluarga
Keluarga terutama orang tua, memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan. Karena pendidikan pertama dimulai dari lingkungan keluarga. Ketika seorang anak lahir, ia belum tahu apa-apa, belum mengenal siapa dirinya. Orang tualah yang mengasuhnya, merawatnya, dan secara tidak langsung memberikan pendidikan bagi anak tersebut. Sehingga ia mulai bisa berbicara, merangkak, bahkan berjalan.
Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dari dalam keluarga.
Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa peranan yaitu berperan dalam perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak dirumah serta berperan dalam mendukung pendidikan di sekolah.

Peran keluarga dalam pembentukan kepribadian dan mendidik anak dirumah :
a.       Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
b.      Menjamin kehidupan emosional anak
c.       Menanamkan dasar pendidikan moral anak
d.      Memberikan dasar pendidikan social
e.       Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama
f.       Bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak
g.      Memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan kelak sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa yang mandiri
h.      Menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh
                        Peran keluarga dalam mendukung pendidikan anak di sekolah :
a.       Orang tua bekerjasama dengan sekolah dan guru dalam mengatasi kesulitan belajar anak
b.      Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai usahanya
c.       Orang tua mengawasi anak membuat pekerjaan rumah dan memotivasi serta membimbing anak dalam belajar.

2.      Guru atau Dosen
Efektivitas dan efisiensi belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru atau pendidik. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :
a.       Konservator (pemelihara) system nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan;
b.      Inovator (pengembang) system nilai ilmu pengetahuan;
c.       Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
d.      Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
e.       Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskan) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
a.       Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukannya di dalam proses belajar mengajar;
b.      Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajat sesuai dengan rencana, dimana ia bertindak sebagai seorang sumber, konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik dan humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung.
c.       Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran berdasarkan kreteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
         Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai :

a.       Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;
b.      Wakil masyarakan di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;
c.       Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya;
d.      Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin;
e.       Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik;
f.       Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan
g.      Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
   Dipandang dari segi diri-pribadinya, seorang guru memiliki peran sebagai :
a.       Pekerja sosial, yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat;
b.      Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
c.       Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah;
d.      Model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik; dan
e.       Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.


         Dari sudut pandang secara psikologi, guru berperan sebagai :
a.       Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagi pendidik;
b.      Seniman dalam hubungan antar manusia, artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan.
c.       Pembentuk kelompok, yaitu mampu membentuk dan menciptakan kelompok serta aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan.
d.      Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan untuk membuat suatu hal yang baik ; dan
e.       Petugas kesehatan mental, artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
         Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan dan memfasilitasi proses belajar. Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.
3.      Siswa atau Mahasiswa
Siswa ataupun mahasiswa yang biasa disebut dengan peserta didik adalah aktor penting yang menjalankan peran utama dalam dunia pendidikan. Karena dalam dunia pendidikan yang menjadi fokus perhatian adalah peserta didiknya, baik itu di Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Pendidikan Menengah, ataupun Perguruan Tinggi dan pendidikan untuk orang dewasa lainnya.
Tugas atau peran utama sebagai peserta didik di dalam dunia pendidikan adalah belajar. Dengan semakin meningkatnya peran peserta didik dalam dunia pendidikan, maka semakin bagus pula mutu dan kualitas pendidikan.

4.      Teman Sebaya
Lingkungan yang baik akan membantu anak untuk belajar. Di lingkungan yang kondusif, anak akan lebih mudah untuk menerima pelajaran. Individu-individu yang berada di lingkungan sekitar juga sangat berperan dalam proses pendidikan seorang anak.
Teman sebaya atau sahabat sangat berperan dalam pembelajaran sosialisasi bagi anak. Proses pembelajaran dalam memasuki kelompok sebaya merupakan proses pembelajaran kepribadian sosial yang sesungguhnya. Anak-anak belajar cara mendekati orang asing, malu-malu atau berani, menjauhkan diri atau bersahabat. Anak belajar bagaimana memperlakukan temannya. Ia juga belajar apa yang disebut jujur saat ia melakukan permainan bersama teman sebayanya.

2.3        Sifat-sifat Individu yang Berperan dalam Pendidikan
Setiap orang dilahirkan sebagai makhluk individu. Individu berasal dari kata latin “individuum”, yang artinya “yang tak terbagi”. Menurut Dr. A. Lysen, kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai suatu kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan. Jadi individu merupakan manusia perseorangan atau suatu makhluk yang sebagai kesatuan terbatas.
Jika kita perhatikan orang-orang di sekeliling kita, kita akan menemukan bahwa tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang sama persis dalam segala hal dengan orang lain. Dari segi fisik mungkin mirip, misalnya pada orang kembar, tetapi dari segi kepribadian atau sifatnya, sangat sulit kita menemukan orang yang sama persis. Itu karena setiap orang berbeda, setiap individu adalah manusia yang khas, memiliki karakter dan sifat yang berbeda.
Berikut ini merupakan sifat-sifat umum aktivitas manusia :
1.         Perhatian
Kata pertahian, tidaklah selalu digunakan dalam arti yang sama. Beberapa contoh dapat menjelaskan hal ini.
a.       Dia sedang memperhatikan contoh yang sedang diberikan oleh dosennya.
b.      Dengan penuh perhatian dia mengikuti kuliah yang diberikan oleh dosen yang baru iru
Kedua contoh diatas mempergunakan kata perhatian. Arti kata tersebut, baik di masyarakat dalam hidup sehari-hari maupun dalam bidang psikologi kira-kira sama. Karena itulah maka definisi mengenai perhatian itu yang diberikan oleh para ahli psikologi juga ada dua macam, yaitu kalau diambil intinya saja dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.       Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu objek.
b.      Perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyadari sesuatu aktivitas yang dilakukan.
Dalam tulisan ini kedua pengertian (arti) itu dipakai keduanya secara bertukar-tukar. Untuk dapat menangkap maksudnya hendaklah pengertian tersebut tidak dilepaskan dari konteksnya (kalimatnya).
Untuk memudahkan persoalan, maka dalam mengemukakan perhatian ini dapat ditempuh dengan cara menggolong-golongkan perhatian tersebut menurut cara tertentu. Adapun golongan-golongan atau macam-macam perhatian tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Atas dasar intensitasnya, yaitu banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktivitas atau pengalaman batin, maka dibedakan menjadi :
1)      Perhatian intensif, dan
2)      Perhatian tidak intensif
Makin banyak kesadaran yang menyertai suatu aktivitas atau pengalaman batin, berarti makin intensiflah perhatiannya. Dalam hal ini, telah banyak dilakukan penyelidikan-penyelidikan oleh para ahli yang hasilnya memberi kesimpulan bahwa tidak mungkin melakukan dua aktivitas yang kedua-duanya disertai oleh perhatian yang intensif. Selain itu makin intensif perhatian yang menyertai suatu aktivitas, akan makin sukseslah aktivitas tersebut.
b.      Atas dasar cara timbulnya, perhatian dapat dibedakan menjadi :
1)      Perhatian spontan (perhatian tak disengaja)
2)      Perhatian sekehendak (perhatian disengaja)
Perhatian jenis yang pertama timbul begitu saja, seakan-akan tanpa usaha, tanpa disengaja. Sedangkan, perhatian jenis kedua timbul karena usaha, dengan kehendak.
c.       Atas dasar luasnya objek yang dikenai perhatian, perhatian dibedakan menjadi :
1)      Perhatian terpencar (distributif), dan
2)      Perhatian terpusat (konsentratif)
Perhatian terpencar pada suatu saat dapat tertuju kepada bermacam-macam objek. Sedangkan perhatian yang terpusat pada suatu saat hanya dapat tertuju kepada objek yang sangat terbatas.
Dipandang dari segi praktis, adalah sangat penting untuk mengetahui hal-hal apa yang menarik perhatian itu. Didalam mempesoalkan hal ini, kita dapat melihatnya dari dua segi, yaitu dari segi objek yang diperhatian dan dari segi subjek yang memperhatikan.
a.       Dipandang dari segi objek, maka dirumuskan bahwa hal yang menarik perhatian adalah hal yang keluar dari konteksnya atau dikatakan secara sederhana hal yang menarik perhatian adalah hal yang lain dari lain-lainnya.
b.      Dipandang dari subjek yang memperhatikan maka dapat dirumuskan bahwa hal yang menarik perhatian adalah hal yang sangat bersangkut paut dengan pribadi si subjek.

2.         Pengamatan
Manusia mengenal dunia baik dirinya sendiri maupun dunia sekitarnya dengan melihat, mendengar, membau, atau mengecap. Cara mengenal objek yang demikian disebut mengamati. Sedangkan melihat, mendengar, dan seterusnya itu disebut modalitas pengamatan. Berikut ini dikupas secara singkat masing-masing modalitas tersebut.
a.       Penglihatan
Ada tiga macam penglihatan, yaitu :
1)      Penglihatan terhadap bentuk, yaitu penglihatan terhadap objek yang berdimensi dua. Setiap objek penglihatan tidak dilihat secara terpisah-pisah, melainkan sebagai objek yang saling berhubungan, misalnya objek yang dekat dan yang jauh, objek yang pokok dan yang melatarbelakangi, objek yang menjadi bagian keseluruhannya.
2)      Penglihatan terhadap warna, yaitu penglihatan terhadap objek psikis dari warna. Objek psikis yang dimaksud disini menyangkut nilai-nilai psikologis dari warna yang meliputi :
a)      Nilai efektif dari warna. Warna-warna dari suatu objek sangat mempengaruhi tingkah laku manusia. Warna memberikan dorongan atau motif bagi perbuatan atau reaksi manusia terhadap lingkungannya.
b)      Nilai lambang atau simbolis dari warna. Warna dapat member kesan simbolis tertentu bagi seseorang. Kesan seseorang terhadap warna ini dipengaruhi oleh lingkungan kultural seseorang itu. Warna-warna tersebut dapat dijadikan lambang-lambang suasana atau keadaan misalnya,
-          Merah lambang keberanian
-          Putih lambang kesucian
-          Biru lambang kasih sayang atau kesetiaan, dll
c)      Penglihatan terhadap bentuk, yaitu penglihatan terhadap objek berdimensi tiga. Gejala penting yang tampak dalam pengliahatn ini adalah konstansi volume dari jarak yang berbeda-beda kita melihat suatu benda, ternyata memperoleh kesan bahwa volume benda tersebut tidak berbeda, melainkan sama, tidak berubah besarnya, melainkan konstan besarnya. Hal ini terjadi demikian karena :
-          Objek yang kita hadapi selalu dilihat dalam konteks sistemnya, dan
-          Proporsi atau perbandingan benda-benda satu sama lain serta terhadap tempatnya adalah sama.
b.      Pendengaran
Mendengar atau mendengarkan adalah menangkap atau menerima suara melalui indra pendengaran. Satu hal yang dirasa penting yaitu pendengaran yang ada hubungannya dengan masalah Gestalt. Gestalt ruang pada penglihatan akan berhubungan dengan Gestalt waktu pada pendengaran. Pendengaran terhadap bunyi-bunyian yang bersangkutan. Itu berarti, bahwa apa yang baru saja terdengar atau didengar tidak akan hilang, melainkan masih terngiang dan masih turut bekerja dalam apa yang didengar atau terdengar pada saat berikutnya.
Jadi apa yang telah terdengar dan baru saja terdengar secara bersama-bersama membentuk suatu kesatuan yang mengatasi sifat dari keterbatasan daripada waktu.
c.       Perabaan
Perabaan mengandung dua pengertian, yaitu :
1)      Perabaan sebagai perbuatan aktif yang juga mencakup indra kinestesi
2)      Perabaan sebagai pengalaman secara pasif yang juga mencakup beberapa indra untuk sentuh dan tekanan, pengamatan panas, pengamatan dingin, pengamatan sakit dan indra vibrasi.
d.      Pembauan atau Penciuman
Membau atau mencium adalah menangkap objek yang berupa bau-bauan dengan menggunakan hidung sebagai alat pembau. Kuat lemahnya penangkapan objek pembauan sangat tergantung pada dua hal yaitu :
1)      Kuat lemahnya rangsangan atau kualitas objek pembauan.
2)      Kepekaan fungsi saraf pada hidung.
e.       Pengecapan
Mengecap adalah menangkap objek yang berupa kualitas rasa benda atau sesuatu dengan menggunakan lidah sebagai alat pengecap. Dalam pengecapan, indra kita hanya peka terhadap empat macam rasa pokok, yaitu manis, asin, asam, dan pahit.
Dengan lima macam modulitas tersebut membantu pengamatan kita bekerja. Pengamatan berfungsi primer, sebab dapat dikatakan bahwa pengamatan merupakan pintu gerbang bagi masuknya setiap stimuli, ide, atau pengaruh yang berasal dari luar diri. Stimuli atau pengaruh dari luar tersebut berasal dari lingkungan fisik, pengalaman, maupun pendidikan. Dengan mengamati, seseorang dapat mengenal dunia nyata yang sangat menentukan perkembangan pribadi seseorang.

3.         Tanggapan dan Variasinya
Tanggapan biasanya didefinisikan sebagai bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Kesan tersebut menjadi isi kesadaran (buah pikiran suatu individu) yang dapat dikembangkan dalam hubungannya dalam konteks pengalaman waktu sekarang serta antisipasi keadaan untuk masa yang akan datang. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikemukakan adanya tiga macam tanggapan, yaitu :
a.       Tanggapan masa lampau yang sering disebut tanggapan ingatan
b.      Tanggapan masa sekarang yang sering disebut sebagai tanggapan imajinatif
c.       Tanggapan masa mendatang yang disebut tanggapan antisipatif.
Tanggapan sangat penting peranannya dalam tingka laku, maka pendidikan hendaknya mampu mengembangkan dan mengontrol tanggapan-tanggapan yang ada pada anak didik, sehingga dengan demikian akan berkembang suatu kondisi motivasi untuk belajar bagi anak didik.

4.         Fantasi
Fantasi merupakan aktifitas imajinasi untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan pertimbangan dari tanggapan-tanggapan lama yang telah ada, dan tanggapan yang baru tidak harus sama atau sesuai dengan benda-benda yang ada. Dengan demikian aktivitas imajinasi itu melampaui dunia nyata.
Fungsi dari fantasi, yaitu :
a.       Dengan fantasi seseorang dapat memahami atau mengerti sesama manusia
b.      Dengan fantasi seseorang dapat memahami atau kultur orang lain
c.       Dengan fantasi seseorang dapat keluar dari ruang dan waktu, misalnya dalam mempelajari ilmu bumi dan sejarah.
d.      Fantasi dapat melepaskan seseorang dari kesukaran dan permasalahan serta melupakan kegagalan atau kesan-kesan buruk
e.       Fantasi dapat membantu seseorang mencari keseimbangan batin
f.       Fantasi memungkinkan seseorang untuk dapat membuat perencanaan masa mendatang
Karena banyaknya fungsi fantasi bagi kehidupan manusia, maka pendidikan hendaknya berusaha mengembangkan fantasi anak didik secara sehat.

5.         Ingatan
Mengingat berarti menyerap atau melekatkan pengetahuan dengan jalan pengecaman secara aktif. Fungsi ingatan itu sendiri meliputi tiga aktifitas, yaitu :
a.       Mencamkan, yaitu menangkap atau menerima kesan-kesan
b.      Menyimpan kesan-kesan
c.       Memproduksi kesan-kesan
Ingatan sangat berfungsi dalam proses belajar. Daya ingat tiap siswa berbeda jadi para pendidik tidak boleh hanya melakukan satu penerapan metode belajar, hendaknya menggunakan metode yang tepat, pembagian waktu belajar yang tepat, serta kondisi belajar yang tepat.

6.         Pikiran
Pikiran dapat diartikan sebagai kondisi letak hubungan antar bagian pengetahuan yang telah ada dalam diri yang dikontrol oleh akal. Jadi, disini akal adalah sebagai kekuatan yang mengendalikan pikiran. Berpikir berarti meletakkan hubungan antar bagian pengetahuan yang diperoleh manusia. Yang dimaksud pengetahuan disini mencakup segala konsep, gagasan, dan pengertian yang telah dimiliki atau diperoleh manusia.
Ada tiga langkah dalam berfikir, yaitu :
a.       Pembentukan pengertian, dengan melalui proses : mendeskripsikan ciri-ciri objek yang sejenis, mengklasifikasi cirri-ciri yang sama dengan menggunakan abstraksi dengan menyisihkan, membuang, menganggap ciri-ciri dari hakiki.
b.      Pembentukan pendapat merupakan peletakan hubungan antar dua buah pengertian atau lebih yang hubungan itu dapat dirumuskan secara verbal berupa :
-          Pendapat menolak, yaitu tidak menerima ciri dari suatu hal.
-          Pendapat menerima atau mengiyakan, yaitu menerima sifat dari suatu hal
-          Pendapat ansumtif, yaitu mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan suatu sifat pada suatu hal.
c.       Pembentukan keputusan, ini merupakan penarikan kesimpulan yang berupa keputusan. Keputusan adalah hasil pekerjaan akal yang berupa pendapat baru yang dibentuk berdasarkan pendapat-pendapat yang sudah ada. Mengenai keputusan ini dapat dibedakan atas :
-          Keputusan induktif, yang diambil dari pendapat khusus membentuk suatu pendapat umum.
-          Keputusan deduktif, yang diambil dari pendapat umum membentuk pendapat khusu
-          Keputusan analogis, yang diambil dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan suatu pendapat dengan pendapat khusus yang telah ada.
Setiap keputusan yang diambil merupakan hasil pekerjaan akal melalui pikiran. Setiap keputusan akan mengarah dan mengendalikan tingkah laku. Dengan demikian akal atau pikiran sangat menentukan dalam perubahan tingkah laku manusia serta dalam mengembangkan aspek-aspek kepribadian lainnya. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya memberikan bimbingan yang sebaik-baiknya bagi perkembangan akal anak didik, dengan cara :
a.       Mengembangkan kemampuan dan keterampilan berbahasa pada anak didik
b.      Membimbing pikiran anak didik dengan memberikan sejumlah pengetahuan kunci yang fungsional bagi keterampilan berfikir anak.
c.       Menggunakan alat peraga dalam pembelajaran.

7.         Perasaan
Perasaan diartikan sebagai suasana psikis yang mengambil bagian pribadi dalam situasi, dengan jalan membuka diri terhadap suatu hal yang berbeda dengan keadaan atau nilai dalam diri.
Perasaan banyak mendasari dan mendorong tingkah laku manusia. Suasana jiwa anak sangat berpengaruh pada semangat belajarnya. Dengan menciptakan perasaan baik seperti rasa sehat, rasa segar, rasa senang, rasa puas, dapat menambah semangat belajar anak didik.

8.         Kemauan dan Motif-motif
Kemauan atau motif dapat diartikan sebagai kekuatan, kehendak yang mendorong untuk memilih dan merealisasi suatu tujuan. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peranan penting dalam mengendalikan kemauan anak didik untuk belajar lebih lanjut. Untuk itu hendaknya pendidikan memberikan pengalaman belajar sedemikian rupa, sehingga pengalaman itu memperkuat kemauan anak didik untuk belajar lebih lanjut.
Selain sifat-sifat umum aktivitas individu, terdapat pula sifat-sifat khas individu yang lain. Diantaranya :
1.         Intelegensi
Intelegensi merupakan kemampuan memecahkan masalah dalam segala situasi yang baru atau yang mengandung masalah, yang mencakup masalah pribadi, permasalahan sosial, permasalahan akademik/kultural, serta permasalahan ekonomi keluarga.
Teori-teori intelegensi :


a.       Teori Uni-Factor
(Wilhelm Stem, 1911) menurut teori ini, intelegens merupakan kapasitas atau kemampuan. Karena itu cara kerja intelegensi juga bersifat umum. Reaksi atau tindakan seseorang dalam menyesuaikan diri dan memecahkan masalah juga bersifat umum.
b.      Teori Two-Factor
(Charles Spearman, 1904) mengembangkan teori intelegensi berdasarkan suatu faktor mental umum yang diberi kode “g” yang mewakili kekuatan mental umum individu dan faktor-faktor spesifik yang diberi kode “s” yang mewakili tindakan mental individu.
c.       Teori Multi-Factor
(E.L. Thorndike) intelegensi terdiri dari bentuk hubungan-hubungan nueral (jaringan saraf) antara stimulus dan respon yang mengarahkan tingkah laku individu.
d.      Teori Primary-Mental-Abilities
(L.L Thurstone) intelegensi merupakan penjelmaan dari ketujuh kemampuan primer individu.
e.       Teori Sampling
(Godfrey H. Thomson, 1916 yang disempurnakan tahun 1935 dan 1948) intelegensi merupakan berbagai kemampuan sampel atau gambaran yang sesuai dengan dunia nyata.
Setelah mempelajari teori-teori intelegensi diatas, kita dapat mengetahui tentang intelegensi baik secara mental maupun secara tindakan yang dilakukan oleh setiap individu, sehingga kita dapat membuat suatu kesimpulan yang tepat bahwa intelegensi itu merupakan sikap mental dan tindakan suatu individu dalam kehidupannya.
Menurut cara baru yang telah dikembangkan oleg Alfred Binet tahun 1911, penghitungan ukuran intelegensi tidak lagi menggunakan pedoman selisih tetap, melainkan menggunakan perbandingan tetap antara umur kronologi (CA) dan umur mental (MA) seseorang. Dengan demikian, tingkat intelegensi ditunjukan dengan perbandingan kecerdasan atau intelligence quotient, yang biasa disingkat IQ.
Perbandingan kecerdasan itu = umur mental dibandingkan dengan umur kronologis sehingga didapat rumusan :
IQ = MA : CA, atau dituliskan
IQ =
Dengan rumusan diatas, kita sering mendapati bilangan pecahan. Oleh karena orang lebih banyak mengalami kekeliruan dalam hitungan pecahan, jika kita menggunakan bilangan utuh, maka demi memudahakan pengukuran IQ kemudian rumus diatas di kalikan lagi dengan nilai yang tidak mengubah perbandingan aslinya, yaitu dengan bilangan 100% sehingga ditemukan rumus :
IQ =  x 100%
Dalam kaitannya dengan dunia kependidikan, terutama sebagai seorang pendidik, dengan kita mengetahui bahwa IQ setiap individu itu berbeda-beda maka sebaiknya kita harus lebih memperhatikan tentang perkembangan tiap mahasiswa, memikirkan cara belajar atau metode yang tepat untuk tiap siswa karena kemampuan siswa dalam menangkap suatu materi itu berbeda-beda. Dengan konsep ini kita dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik dan membangun SDM yang lebih baik lagi.

2.4        Pengaruh Sifat Individu dalam Proses Pendidikan
Dalam kehidupan sehari-hari, wajar bila mereka yang memiliki intelegensi tinggi diharapkan memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Salah satu definisi intelegensi memang menyebutkan bahwa intelegensi merupakan ability to learn atau kemampuan untuk belajar (Weschler,1958; Freeman, 1962). Begitu juga kemudahan dalam belajar disebabkan oleh tingkat intelegensi yang tinggi yang terbentuk oleh ikatan-ikatan syaraf antara stimulus dan respons yang mendapat penguatan (Thondike, dalam Wilson, Robeck & Michael, 1974).
Pada umumnya orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar. Pada gilirannya akan memberikan hasil yang optimal. Hal ini didukung oleh fakta bahwa lembaga-lembaga pendidikan lebih bersedia menerima calon siswa yang menampakkan indikasi kemampuan intelektual tinggi daripada yang tidak
Daniel Goleman (1999) mengemukakan konsep kecerdasan yang dapat mempengaruhi peningkatan prestasi seseorang yaitu kecerdasan emosi (Emotional Intelligence). Menurut Goleman, kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Kecerdasan emosi mencakup kemampuan–kemampuan yang berbeda tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Banyak orang cerdas, dalam arti terpelajar dan memiliki prestasi akademik tetapi kecerdasan emosinya rendah, kerap bekerja sebagi bawahan orang ber-IQ lebih rendah namun unggul dalam kecerdasan emosi.
Inteligensi sebagai unsur kognitif dianggap memegang peranan yang cukup penting. Bahkan kadang–kadang timbul anggapan yang menempatkan inteligensi pada peranan yang melebihi proporsi yang sebenarnya. Sebagian orang bahkan menganggap bahwa hasil tes IQ yang tinggi merupakan kunci kesuksesan dalam belajar. Akibatnya bila terjadi kasus kegagalan belajar pada anak yang memiliki IQ tinggi menimbulkan reaksi berlebihan berupa kehilangan kepercayaan pada institusi yang menggagalkan anak tersebut, atau kehilangan kepercayaan pada pihak yang telah memberikan diagnosa IQ-nya.




BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
1.      Dalam proses pendidikan, individu tidak dapat berdiri sendiri tetapi bergantung terhadap individu-individu lain. Individu-individu yang berperan dalam pendidikan baik formal maupun nonformal antara lain : pendidik, peserta didik, orang tua atau keluarga, teman sebaya atau sahabat.
2.       Peranan mereka antara lain
Orang tua : sebagai contoh pertama pendidikan anak
Pendidik : memberikan pendidikan formal kepada anak didik
Peserta didik : sebagai penerima pendidikan
Teman sebaya : sebagai tempat pengenalan proses sosialisasi
3.      Sifat-sifat individu yang berperan dalam pendidikan yaitu :
-          Pengamatan
-          Tanggapan dan variasinya
-          Fantasi
-          Ingatan
-          Pikiran
-          Perhatian
-          Perasaan
-          Kemauan dan Motif-motif
-          Intelegensi
4.      Semua sifat-sifat individu memberikan pengaruh besar terhadap proses pendidikan tetapi diantara sifat-sifat yang ada hanya intelegensilah yang memiliki pengaruh yang dominan terhadap proses pendidikan.
3.2 Saran
Saran yang dapat sampaikan dari paparan di atas yaitu sebaiknya individu-individu yang berperan dalam proses pendidikan lebih mengembangkan sifat-sifat dan peran yang positif agar lebih memajukan serta mengoptimalkan pendidikan yang telah ada dan untuk proses pendidikan ke depan.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H. Abu; Sholeh, Munawar. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Wawasan Kependidikan. Jakarta: Dirjen Dikdasmen
Soemanto, Wasty. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta                 
Sumaatmadja, H. Nursid; dkk. 2003. Konsep Dasar IPS. Jakarta : Universitas Terbuka
Suryabrata, Sumadi. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada


0 komentar:

Post a Comment