PSIKOLOGI PENDIDIKAN
SIFAT-SIFAT INDIVIDU
YANG BERPERAN DALAM PENDIDIKAN
Dosen
Pembimbing
Dra.
Siti Zulaikha, M.Pd.
Oleh :
KELOMPOK
II
KELAS D
Putu Listya Andewi 1111031004/(03)
Ni Luh Karnita Dewi 1111031014/(13)
Gita Candra Nurani 1111031028/(27)
Ni Putu Deni Ardiyanti 1111031051/(30)
Ni Putu Yeny Yesica 1111031161/(39)
PROGRAM STUDI S1 PGSD
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
GANESHA
TAHUN 2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari
kata padegogik yaitu ilmu menuntun
anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu
mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa
waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung
yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam
atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan
berarti panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan
perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan
mempunyai pengertian proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses
perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai
daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras
dengan alam dan masyarakatnya.
Dari pengertian-pengertian dan analisis yang
ada maka bisa disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak
sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi
antara alam beserta lingkungannya. Dalam pendidikan terdapat dua hal penting
yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa). Sebagai ilustrasi,
saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja proses berpikir yang
ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan seperti
semangat, suka dan lain-lain. Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
adalah membebaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia.
Ini menunjukan bahwa para pakar pun menilai bahwa pendidikan tidak hanya
sekedar memperhatikan aspek kognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas.
Seperti pengembangan pikiran yang sebagian
besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui
bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa diasah
melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu
serta menyimpulkannya.
Pada
dasarnya, sejak lahir manusia sudah diberikan bekal pendidikan oleh orang tua
di rumah, kemudian mendapatkan pendidikan dalam lingkungan sekolah, dan pada
akhirnya manusia menemukan pendidikan dari proses interaksi sosial dengan
lingkungan masyarakat. Pendidikan dalam proses ini sebagai suatu pembentukan
kepribadian dan pengembangan seseorang sebagai makhluk individu, makhluk
sosial, makhluk susila, dan makhluk keagamaan.
Jadi
melalui pendidikan individu berusaha membentuk sosok manusia yang dapat
memberikan konstribusi bagi manusia menuju tercapainya hakikat kehidupannya,
sesuai dengan transfer pengetahuan yang dialaminya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut :
1. Siapa saja individu yang berperan
dalam pendidikan?
2. Apa peranan mereka dalam pendidikan?
3. Bagaimana sifat-sifat individu yang
berperan dalam pendidikan?
4. Bagaimana
pengaruh sifat-sifat tersebut terhadap proses pendidikan?
1.3.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
yang hendak dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui individu-individu yang berperan dalam pendidikan
2. Untuk
mengetahui peranan individu tersebut dalam pendidikan
3. Untuk
mengetahui bagaimana sifat-sifat individu yang berperan dalam pendidikan
4. Untuk
mengetahui pengaruh
sifat-sifat tersebut terhadap proses pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Individu-individu
yang Berperan dalam Pendidikan
Satu
individu senantiasa berhubungan dengan individu lain. Hal ini dikarenakan
individu satu dengan individu lainnya memiliki ketengantungan. Dengan kata
lain, setiap individu saling membutuhkan. Tidak ada manusia sebagai individu
yang mampu hidup sendiri sejak lahir tanpa ada bantuan dari orang lain.
Begitu pula dalam proses belajar. Dalam proses
belajar, kita akan banyak membutuhkan bantuan dari orang lain. Suatu proses
pembelajaran atau pendidikan tidak mungkin dilakukan oleh satu individu saja.
Pasti akan ada individu-individu lain yang terkait dan berperan dalam proses
pembelajaran atau pendidikan tersebut.
Yang dimaksud dengan pendidikan disini adalah tidak
hanya pendidikan formal, tetapi juga pendidikan non-formal. Pendidikan formal
adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus
negeri dan pendidikan fomal berstatus swasta.
Individu-individu yang berperan dalam pendidikan formal
adalah pendidik dan peserta didik. Yang termasuk pendidik adalah guru atau
dosen. Sedangkan yang dapat disebut peserta dididk adalah siswa ataupun
mahasiswa.
Pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat berupa pendidikan langsung dan tidak langsung.
Pendidikan langsung yang dimaksud disini adalah berupa kursus maupun bimbingan
belajar. Sedangkan yang dimaksud pendidikan tidak langsung adalah pendidikan
yang didapat secara tidak langsung dari proses sosialisasi atau interaksi
dengan individu lain di lingkungan sekitar.
Individu-individu yang berperan dalam pendidikan
non-formal adalah individu-individu yang berada di lingkungan sekitar kita.
Baik orang tua, keluarga, sahabat, teman sebaya, maupun masyarakat.
2.2
Peran Individu dalam Pendidikan
Banyak individu yang ikut berperan dalam proses
pendidikan. Masing-masing individu tersebut memiliki peranan yang sangat
penting dalam memajukan pendidikan.
1. Orang Tua atau Keluarga
Keluarga terutama orang tua, memiliki peranan yang
sangat penting dalam proses pendidikan. Karena pendidikan pertama dimulai dari
lingkungan keluarga. Ketika seorang anak lahir, ia belum tahu apa-apa, belum
mengenal siapa dirinya. Orang tualah yang mengasuhnya, merawatnya, dan secara
tidak langsung memberikan pendidikan bagi anak tersebut. Sehingga ia mulai bisa
berbicara, merangkak, bahkan berjalan.
Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana
anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan tertua, artinya disinilah dimulai
suatu proses pendidikan. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang
paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak adalah di dalam keluarga,
sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dari dalam keluarga.
Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang
dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki
beberapa peranan yaitu berperan dalam perkembangan kepribadian anak dan
mendidik anak dirumah serta berperan dalam mendukung pendidikan di sekolah.
Peran keluarga dalam pembentukan kepribadian dan
mendidik anak dirumah :
a. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
b. Menjamin kehidupan emosional anak
c. Menanamkan dasar pendidikan moral anak
d. Memberikan dasar pendidikan social
e. Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama
f. Bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong
keberhasilan anak
g. Memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan
berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan kelak
sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa yang mandiri
h. Menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman
menjalankan proses belajar yang utuh
Peran
keluarga dalam mendukung pendidikan anak di sekolah :
a. Orang tua bekerjasama dengan sekolah dan guru dalam
mengatasi kesulitan belajar anak
b. Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu
dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai usahanya
c. Orang tua mengawasi anak membuat pekerjaan rumah dan
memotivasi serta membimbing anak dalam belajar.
2. Guru atau Dosen
Efektivitas dan efisiensi belajar individu di sekolah
sangat bergantung kepada peran guru atau pendidik. Abin Syamsuddin (2003)
mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang
ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :
a. Konservator (pemelihara) system nilai yang merupakan
sumber norma kedewasaan;
b. Inovator (pengembang) system nilai ilmu pengetahuan;
c. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut
kepada peserta didik;
d. Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai
tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses
interaksi dengan sasaran didik;
e. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses
edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak
yang mengangkat dan menugaskan) maupun secara moral (kepada sasaran didik,
serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan
dalam pengertian yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage
dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik,
yang mencakup :
a. Guru sebagai perencana (planner) yang harus
mempersiapkan apa yang akan dilakukannya di dalam proses belajar mengajar;
b. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat
menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan
kegiatan belajar mengajat sesuai dengan rencana, dimana ia bertindak sebagai
seorang sumber, konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik dan
humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung.
c. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus
mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan
pertimbangan atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran berdasarkan kreteria
yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi
produknya.
Dalam hubungannya dengan aktivitas
pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai :
a. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;
b. Wakil masyarakan di sekolah, artinya guru berperan
sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;
c. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan
yang harus diajarkannya;
d. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para
peserta didik melaksanakan disiplin;
e. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru
bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik;
f. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab
untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan
menjadi pewaris masa depan; dan
g. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan
untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada
masyarakat.
Dipandang dari
segi diri-pribadinya, seorang guru memiliki peran sebagai :
a. Pekerja sosial, yaitu seorang yang harus memberikan
pelayanan kepada masyarakat;
b. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus
senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan
keilmuannya;
c. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta
didik bagi setiap peserta didik di sekolah;
d. Model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku
yang harus dicontoh oleh para peserta didik; dan
e. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta
didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
Dari sudut pandang secara psikologi,
guru berperan sebagai :
a. Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan
seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam
melaksanakan tugasnya sebagi pendidik;
b. Seniman dalam hubungan antar manusia, artinya guru
adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar
manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan
pendidikan.
c. Pembentuk kelompok, yaitu mampu membentuk dan
menciptakan kelompok serta aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan
pendidikan.
d. Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan
orang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan untuk membuat suatu hal yang
baik ; dan
e. Petugas kesehatan mental, artinya guru bertanggung
jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara
itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran
utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan dan memfasilitasi
proses belajar. Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait
langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti tata letak
tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan
sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk
setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan
belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan
belajar, dan lain-lain.
3. Siswa atau Mahasiswa
Siswa ataupun mahasiswa yang biasa disebut dengan
peserta didik adalah aktor penting yang menjalankan peran utama dalam dunia
pendidikan. Karena dalam dunia pendidikan yang menjadi fokus perhatian adalah
peserta didiknya, baik itu di Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Pendidikan
Menengah, ataupun Perguruan Tinggi dan pendidikan untuk orang dewasa lainnya.
Tugas atau peran utama sebagai peserta didik di dalam
dunia pendidikan adalah belajar. Dengan semakin meningkatnya peran peserta
didik dalam dunia pendidikan, maka semakin bagus pula mutu dan kualitas
pendidikan.
4. Teman Sebaya
Lingkungan yang baik akan membantu anak untuk belajar.
Di lingkungan yang kondusif, anak akan lebih mudah untuk menerima pelajaran. Individu-individu
yang berada di lingkungan sekitar juga sangat berperan dalam proses pendidikan
seorang anak.
Teman sebaya atau sahabat sangat berperan dalam
pembelajaran sosialisasi bagi anak. Proses pembelajaran dalam memasuki kelompok
sebaya merupakan proses pembelajaran kepribadian sosial yang sesungguhnya.
Anak-anak belajar cara mendekati orang asing, malu-malu atau berani, menjauhkan
diri atau bersahabat. Anak belajar bagaimana memperlakukan temannya. Ia juga
belajar apa yang disebut jujur saat ia melakukan permainan bersama teman
sebayanya.
2.3
Sifat-sifat Individu yang Berperan dalam Pendidikan
Setiap orang dilahirkan sebagai
makhluk individu. Individu berasal dari kata latin “individuum”, yang artinya
“yang tak terbagi”. Menurut Dr. A. Lysen, kata individu bukan berarti manusia
sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai suatu
kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan. Jadi individu
merupakan manusia perseorangan atau suatu makhluk yang sebagai kesatuan
terbatas.
Jika kita perhatikan orang-orang di
sekeliling kita, kita akan menemukan bahwa tidak ada satu manusia pun di dunia
ini yang sama persis dalam segala hal dengan orang lain. Dari segi fisik
mungkin mirip, misalnya pada orang kembar, tetapi dari segi kepribadian atau
sifatnya, sangat sulit kita menemukan orang yang sama persis. Itu karena setiap
orang berbeda, setiap individu adalah manusia yang khas, memiliki karakter dan
sifat yang berbeda.
Berikut ini merupakan sifat-sifat
umum aktivitas manusia :
1.
Perhatian
Kata pertahian, tidaklah selalu
digunakan dalam arti yang sama. Beberapa contoh dapat menjelaskan hal ini.
a.
Dia sedang memperhatikan contoh yang sedang diberikan
oleh dosennya.
b.
Dengan penuh perhatian dia mengikuti kuliah yang
diberikan oleh dosen yang baru iru
Kedua contoh diatas mempergunakan kata perhatian. Arti kata tersebut,
baik di masyarakat dalam hidup sehari-hari maupun dalam bidang psikologi
kira-kira sama. Karena itulah maka definisi mengenai perhatian itu yang
diberikan oleh para ahli psikologi juga ada dua macam, yaitu kalau diambil
intinya saja dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.
Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada
suatu objek.
b.
Perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang
menyadari sesuatu aktivitas yang dilakukan.
Dalam tulisan ini kedua pengertian (arti) itu dipakai keduanya secara
bertukar-tukar. Untuk dapat menangkap maksudnya hendaklah pengertian tersebut
tidak dilepaskan dari konteksnya (kalimatnya).
Untuk memudahkan persoalan, maka dalam mengemukakan perhatian ini dapat
ditempuh dengan cara menggolong-golongkan perhatian tersebut menurut cara
tertentu. Adapun golongan-golongan atau macam-macam perhatian tersebut adalah
sebagai berikut :
a.
Atas dasar intensitasnya, yaitu banyak sedikitnya
kesadaran yang menyertai suatu aktivitas atau pengalaman batin, maka dibedakan
menjadi :
1)
Perhatian intensif, dan
2)
Perhatian tidak intensif
Makin banyak
kesadaran yang menyertai suatu aktivitas atau pengalaman batin, berarti makin
intensiflah perhatiannya. Dalam hal ini, telah banyak dilakukan
penyelidikan-penyelidikan oleh para ahli yang hasilnya memberi kesimpulan bahwa
tidak mungkin melakukan dua aktivitas yang kedua-duanya disertai oleh perhatian
yang intensif. Selain itu makin intensif perhatian yang menyertai suatu
aktivitas, akan makin sukseslah aktivitas tersebut.
b.
Atas dasar cara timbulnya, perhatian dapat dibedakan
menjadi :
1)
Perhatian spontan (perhatian tak disengaja)
2)
Perhatian sekehendak (perhatian disengaja)
Perhatian
jenis yang pertama timbul begitu saja, seakan-akan tanpa usaha, tanpa
disengaja. Sedangkan, perhatian jenis kedua timbul karena usaha, dengan
kehendak.
c.
Atas dasar luasnya objek yang dikenai perhatian,
perhatian dibedakan menjadi :
1)
Perhatian terpencar (distributif), dan
2)
Perhatian terpusat (konsentratif)
Perhatian
terpencar pada suatu saat dapat tertuju kepada bermacam-macam objek. Sedangkan
perhatian yang terpusat pada suatu saat hanya dapat tertuju kepada objek yang
sangat terbatas.
Dipandang dari segi praktis, adalah sangat penting untuk mengetahui
hal-hal apa yang menarik perhatian itu. Didalam mempesoalkan hal ini, kita
dapat melihatnya dari dua segi, yaitu dari segi objek yang diperhatian dan dari
segi subjek yang memperhatikan.
a.
Dipandang dari segi objek, maka dirumuskan bahwa hal
yang menarik perhatian adalah hal yang keluar dari konteksnya atau dikatakan
secara sederhana hal yang menarik perhatian adalah hal yang lain dari
lain-lainnya.
b.
Dipandang dari subjek yang memperhatikan maka dapat
dirumuskan bahwa hal yang menarik perhatian adalah hal yang sangat bersangkut
paut dengan pribadi si subjek.
2.
Pengamatan
Manusia mengenal dunia baik dirinya
sendiri maupun dunia sekitarnya dengan melihat, mendengar, membau, atau
mengecap. Cara mengenal objek yang demikian disebut mengamati. Sedangkan
melihat, mendengar, dan seterusnya itu disebut modalitas pengamatan. Berikut
ini dikupas secara singkat masing-masing modalitas tersebut.
a.
Penglihatan
Ada tiga macam penglihatan, yaitu :
1)
Penglihatan terhadap bentuk, yaitu penglihatan
terhadap objek yang berdimensi dua. Setiap objek penglihatan tidak dilihat
secara terpisah-pisah, melainkan sebagai objek yang saling berhubungan,
misalnya objek yang dekat dan yang jauh, objek yang pokok dan yang
melatarbelakangi, objek yang menjadi bagian keseluruhannya.
2)
Penglihatan terhadap warna, yaitu penglihatan terhadap
objek psikis dari warna. Objek psikis yang dimaksud disini menyangkut
nilai-nilai psikologis dari warna yang meliputi :
a)
Nilai efektif dari warna. Warna-warna dari suatu objek
sangat mempengaruhi tingkah laku manusia. Warna memberikan dorongan atau motif
bagi perbuatan atau reaksi manusia terhadap lingkungannya.
b)
Nilai lambang atau simbolis dari warna. Warna dapat
member kesan simbolis tertentu bagi seseorang. Kesan seseorang terhadap warna
ini dipengaruhi oleh lingkungan kultural seseorang itu. Warna-warna tersebut
dapat dijadikan lambang-lambang suasana atau keadaan misalnya,
-
Merah lambang keberanian
-
Putih lambang kesucian
-
Biru lambang kasih sayang atau kesetiaan, dll
c)
Penglihatan terhadap bentuk, yaitu penglihatan
terhadap objek berdimensi tiga. Gejala penting yang tampak dalam pengliahatn
ini adalah konstansi volume dari jarak yang berbeda-beda kita melihat suatu
benda, ternyata memperoleh kesan bahwa volume benda tersebut tidak berbeda,
melainkan sama, tidak berubah besarnya, melainkan konstan besarnya. Hal ini
terjadi demikian karena :
-
Objek yang kita hadapi selalu dilihat dalam konteks
sistemnya, dan
-
Proporsi atau perbandingan benda-benda satu sama lain
serta terhadap tempatnya adalah sama.
b.
Pendengaran
Mendengar atau mendengarkan adalah menangkap atau
menerima suara melalui indra pendengaran. Satu hal yang dirasa penting yaitu
pendengaran yang ada hubungannya dengan masalah Gestalt. Gestalt ruang pada
penglihatan akan berhubungan dengan Gestalt waktu pada pendengaran. Pendengaran
terhadap bunyi-bunyian yang bersangkutan. Itu berarti, bahwa apa yang baru saja
terdengar atau didengar tidak akan hilang, melainkan masih terngiang dan masih
turut bekerja dalam apa yang didengar atau terdengar pada saat berikutnya.
Jadi apa yang telah terdengar dan baru saja terdengar
secara bersama-bersama membentuk suatu kesatuan yang mengatasi sifat dari
keterbatasan daripada waktu.
c.
Perabaan
Perabaan mengandung dua pengertian, yaitu :
1)
Perabaan sebagai perbuatan aktif yang juga mencakup indra
kinestesi
2)
Perabaan sebagai pengalaman secara pasif yang juga
mencakup beberapa indra untuk sentuh dan tekanan, pengamatan panas, pengamatan
dingin, pengamatan sakit dan indra vibrasi.
d.
Pembauan atau Penciuman
Membau atau mencium adalah menangkap objek yang berupa
bau-bauan dengan menggunakan hidung sebagai alat pembau. Kuat lemahnya
penangkapan objek pembauan sangat tergantung pada dua hal yaitu :
1)
Kuat lemahnya rangsangan atau kualitas objek pembauan.
2)
Kepekaan fungsi saraf pada hidung.
e.
Pengecapan
Mengecap adalah menangkap objek yang berupa kualitas
rasa benda atau sesuatu dengan menggunakan lidah sebagai alat pengecap. Dalam
pengecapan, indra kita hanya peka terhadap empat macam rasa pokok, yaitu manis,
asin, asam, dan pahit.
Dengan lima macam modulitas tersebut
membantu pengamatan kita bekerja. Pengamatan berfungsi primer, sebab dapat
dikatakan bahwa pengamatan merupakan pintu gerbang bagi masuknya setiap
stimuli, ide, atau pengaruh yang berasal dari luar diri. Stimuli atau pengaruh
dari luar tersebut berasal dari lingkungan fisik, pengalaman, maupun
pendidikan. Dengan mengamati, seseorang dapat mengenal dunia nyata yang sangat
menentukan perkembangan pribadi seseorang.
3.
Tanggapan dan Variasinya
Tanggapan biasanya didefinisikan
sebagai bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Kesan
tersebut menjadi isi kesadaran (buah pikiran suatu individu) yang dapat
dikembangkan dalam hubungannya dalam konteks pengalaman waktu sekarang serta
antisipasi keadaan untuk masa yang akan datang. Berdasarkan uraian tersebut,
maka dapat dikemukakan adanya tiga macam tanggapan, yaitu :
a.
Tanggapan masa lampau yang sering disebut tanggapan
ingatan
b.
Tanggapan masa sekarang yang sering disebut sebagai
tanggapan imajinatif
c.
Tanggapan masa mendatang yang disebut tanggapan
antisipatif.
Tanggapan sangat penting peranannya dalam tingka laku, maka pendidikan
hendaknya mampu mengembangkan dan mengontrol tanggapan-tanggapan yang ada pada
anak didik, sehingga dengan demikian akan berkembang suatu kondisi motivasi
untuk belajar bagi anak didik.
4.
Fantasi
Fantasi merupakan aktifitas
imajinasi untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan pertimbangan dari
tanggapan-tanggapan lama yang telah ada, dan tanggapan yang baru tidak harus
sama atau sesuai dengan benda-benda yang ada. Dengan demikian aktivitas imajinasi
itu melampaui dunia nyata.
Fungsi dari fantasi, yaitu :
a.
Dengan fantasi seseorang dapat memahami atau mengerti
sesama manusia
b.
Dengan fantasi seseorang dapat memahami atau kultur
orang lain
c.
Dengan fantasi seseorang dapat keluar dari ruang dan
waktu, misalnya dalam mempelajari ilmu bumi dan sejarah.
d.
Fantasi dapat melepaskan seseorang dari kesukaran dan
permasalahan serta melupakan kegagalan atau kesan-kesan buruk
e.
Fantasi dapat membantu seseorang mencari keseimbangan
batin
f.
Fantasi memungkinkan seseorang untuk dapat membuat
perencanaan masa mendatang
Karena banyaknya fungsi fantasi bagi
kehidupan manusia, maka pendidikan hendaknya berusaha mengembangkan fantasi
anak didik secara sehat.
5.
Ingatan
Mengingat berarti menyerap atau
melekatkan pengetahuan dengan jalan pengecaman secara aktif. Fungsi ingatan itu
sendiri meliputi tiga aktifitas, yaitu :
a.
Mencamkan, yaitu menangkap atau menerima kesan-kesan
b.
Menyimpan kesan-kesan
c.
Memproduksi kesan-kesan
Ingatan sangat berfungsi dalam
proses belajar. Daya ingat tiap siswa berbeda jadi para pendidik tidak boleh
hanya melakukan satu penerapan metode belajar, hendaknya menggunakan metode
yang tepat, pembagian waktu belajar yang tepat, serta kondisi belajar yang
tepat.
6.
Pikiran
Pikiran dapat diartikan sebagai kondisi
letak hubungan antar bagian pengetahuan yang telah ada dalam diri yang
dikontrol oleh akal. Jadi, disini akal adalah sebagai kekuatan yang
mengendalikan pikiran. Berpikir berarti meletakkan hubungan antar bagian
pengetahuan yang diperoleh manusia. Yang dimaksud pengetahuan disini mencakup
segala konsep, gagasan, dan pengertian yang telah dimiliki atau diperoleh
manusia.
Ada tiga langkah dalam berfikir,
yaitu :
a.
Pembentukan pengertian, dengan melalui proses :
mendeskripsikan ciri-ciri objek yang sejenis, mengklasifikasi cirri-ciri yang
sama dengan menggunakan abstraksi dengan menyisihkan, membuang, menganggap
ciri-ciri dari hakiki.
b.
Pembentukan pendapat merupakan peletakan hubungan
antar dua buah pengertian atau lebih yang hubungan itu dapat dirumuskan secara
verbal berupa :
-
Pendapat menolak, yaitu tidak menerima ciri dari suatu
hal.
-
Pendapat menerima atau mengiyakan, yaitu menerima
sifat dari suatu hal
-
Pendapat ansumtif, yaitu mengungkapkan
kemungkinan-kemungkinan suatu sifat pada suatu hal.
c.
Pembentukan keputusan, ini merupakan penarikan
kesimpulan yang berupa keputusan. Keputusan adalah hasil pekerjaan akal yang
berupa pendapat baru yang dibentuk berdasarkan pendapat-pendapat yang sudah
ada. Mengenai keputusan ini dapat dibedakan atas :
-
Keputusan induktif, yang diambil dari pendapat khusus
membentuk suatu pendapat umum.
-
Keputusan deduktif, yang diambil dari pendapat umum
membentuk pendapat khusu
-
Keputusan analogis, yang diambil dengan jalan
membandingkan atau menyesuaikan suatu pendapat dengan pendapat khusus yang
telah ada.
Setiap keputusan yang diambil merupakan hasil
pekerjaan akal melalui pikiran. Setiap keputusan akan mengarah dan
mengendalikan tingkah laku. Dengan demikian akal atau pikiran sangat menentukan
dalam perubahan tingkah laku manusia serta dalam mengembangkan aspek-aspek
kepribadian lainnya. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya memberikan bimbingan
yang sebaik-baiknya bagi perkembangan akal anak didik, dengan cara :
a. Mengembangkan
kemampuan dan keterampilan berbahasa pada anak didik
b. Membimbing
pikiran anak didik dengan memberikan sejumlah pengetahuan kunci yang fungsional
bagi keterampilan berfikir anak.
c. Menggunakan
alat peraga dalam pembelajaran.
7.
Perasaan
Perasaan diartikan sebagai suasana psikis
yang mengambil bagian pribadi dalam situasi, dengan jalan membuka diri terhadap
suatu hal yang berbeda dengan keadaan atau nilai dalam diri.
Perasaan banyak mendasari dan
mendorong tingkah laku manusia. Suasana jiwa anak sangat berpengaruh pada semangat
belajarnya. Dengan menciptakan perasaan baik seperti rasa sehat, rasa segar,
rasa senang, rasa puas, dapat menambah semangat belajar anak didik.
8.
Kemauan dan Motif-motif
Kemauan atau
motif dapat diartikan sebagai kekuatan, kehendak yang mendorong untuk memilih
dan merealisasi suatu tujuan. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peranan
penting dalam mengendalikan kemauan anak didik untuk belajar lebih lanjut.
Untuk itu hendaknya pendidikan memberikan pengalaman belajar sedemikian rupa,
sehingga pengalaman itu memperkuat kemauan anak didik untuk belajar lebih
lanjut.
Selain
sifat-sifat umum aktivitas individu, terdapat pula sifat-sifat khas individu
yang lain. Diantaranya :
1.
Intelegensi
Intelegensi
merupakan kemampuan memecahkan masalah dalam segala situasi yang baru atau yang
mengandung masalah, yang mencakup masalah pribadi, permasalahan sosial,
permasalahan akademik/kultural, serta permasalahan ekonomi keluarga.
Teori-teori
intelegensi :
a. Teori
Uni-Factor
(Wilhelm
Stem, 1911) menurut teori ini, intelegens merupakan kapasitas atau kemampuan.
Karena itu cara kerja intelegensi juga bersifat umum. Reaksi atau tindakan
seseorang dalam menyesuaikan diri dan memecahkan masalah juga bersifat umum.
b. Teori
Two-Factor
(Charles
Spearman, 1904) mengembangkan teori intelegensi berdasarkan suatu faktor mental
umum yang diberi kode “g” yang mewakili kekuatan mental umum individu dan
faktor-faktor spesifik yang diberi kode “s” yang mewakili tindakan mental
individu.
c. Teori
Multi-Factor
(E.L.
Thorndike) intelegensi terdiri dari bentuk hubungan-hubungan nueral (jaringan
saraf) antara stimulus dan respon yang mengarahkan tingkah laku individu.
d. Teori
Primary-Mental-Abilities
(L.L
Thurstone) intelegensi merupakan penjelmaan dari ketujuh kemampuan primer
individu.
e. Teori
Sampling
(Godfrey H.
Thomson, 1916 yang disempurnakan tahun 1935 dan 1948) intelegensi merupakan
berbagai kemampuan sampel atau gambaran yang sesuai dengan dunia nyata.
Setelah
mempelajari teori-teori intelegensi diatas, kita dapat mengetahui tentang
intelegensi baik secara mental maupun secara tindakan yang dilakukan oleh
setiap individu, sehingga kita dapat membuat suatu kesimpulan yang tepat bahwa
intelegensi itu merupakan sikap mental dan tindakan suatu individu dalam kehidupannya.
Menurut cara
baru yang telah dikembangkan oleg Alfred Binet tahun 1911, penghitungan ukuran
intelegensi tidak lagi menggunakan pedoman selisih tetap, melainkan menggunakan
perbandingan tetap antara umur kronologi (CA) dan umur mental (MA) seseorang.
Dengan demikian, tingkat intelegensi ditunjukan dengan perbandingan kecerdasan
atau intelligence quotient, yang
biasa disingkat IQ.
Perbandingan
kecerdasan itu = umur mental dibandingkan dengan umur kronologis sehingga
didapat rumusan :
IQ = MA : CA,
atau dituliskan
IQ =
Dengan
rumusan diatas, kita sering mendapati bilangan pecahan. Oleh karena orang lebih
banyak mengalami kekeliruan dalam hitungan pecahan, jika kita menggunakan
bilangan utuh, maka demi memudahakan pengukuran IQ kemudian rumus diatas di
kalikan lagi dengan nilai yang tidak mengubah perbandingan aslinya, yaitu dengan
bilangan 100% sehingga ditemukan rumus :
IQ =
x 100%
Dalam
kaitannya dengan dunia kependidikan, terutama sebagai seorang pendidik, dengan
kita mengetahui bahwa IQ setiap individu itu berbeda-beda maka sebaiknya kita
harus lebih memperhatikan tentang perkembangan tiap mahasiswa, memikirkan cara
belajar atau metode yang tepat untuk tiap siswa karena kemampuan siswa dalam
menangkap suatu materi itu berbeda-beda. Dengan konsep ini kita dapat
melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik dan membangun SDM yang lebih
baik lagi.
2.4
Pengaruh Sifat Individu dalam Proses Pendidikan
Dalam kehidupan sehari-hari, wajar bila mereka yang
memiliki intelegensi tinggi diharapkan memperoleh prestasi belajar yang tinggi
pula. Salah satu definisi intelegensi memang menyebutkan bahwa intelegensi
merupakan ability to learn atau
kemampuan untuk belajar (Weschler,1958; Freeman, 1962). Begitu juga kemudahan
dalam belajar disebabkan oleh tingkat intelegensi yang tinggi yang terbentuk
oleh ikatan-ikatan syaraf antara stimulus dan respons yang mendapat penguatan
(Thondike, dalam Wilson, Robeck & Michael, 1974).
Pada umumnya orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan bekal
potensial yang akan memudahkan dalam belajar. Pada gilirannya akan memberikan
hasil yang optimal. Hal ini didukung oleh fakta bahwa lembaga-lembaga
pendidikan lebih bersedia menerima calon siswa yang menampakkan indikasi
kemampuan intelektual tinggi daripada yang tidak
Daniel
Goleman (1999) mengemukakan konsep kecerdasan yang dapat mempengaruhi
peningkatan prestasi seseorang yaitu kecerdasan emosi (Emotional Intelligence).
Menurut Goleman, kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan
kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan
dengan orang lain.
Kecerdasan
emosi mencakup kemampuan–kemampuan yang berbeda tetapi saling melengkapi dengan
kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu kemampuan kognitif murni
yang diukur dengan IQ. Banyak orang cerdas, dalam arti terpelajar dan memiliki
prestasi akademik tetapi kecerdasan emosinya rendah, kerap bekerja sebagi
bawahan orang ber-IQ lebih rendah namun unggul dalam kecerdasan emosi.
Inteligensi
sebagai unsur kognitif dianggap memegang peranan yang cukup penting. Bahkan
kadang–kadang timbul anggapan yang menempatkan inteligensi pada peranan yang
melebihi proporsi yang sebenarnya. Sebagian orang bahkan menganggap bahwa hasil
tes IQ yang tinggi merupakan kunci kesuksesan dalam belajar. Akibatnya bila
terjadi kasus kegagalan belajar pada anak yang memiliki IQ tinggi menimbulkan
reaksi berlebihan berupa kehilangan kepercayaan pada institusi yang
menggagalkan anak tersebut, atau kehilangan kepercayaan pada pihak yang telah
memberikan diagnosa IQ-nya.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
1.
Dalam proses
pendidikan, individu tidak dapat berdiri sendiri tetapi bergantung terhadap
individu-individu lain. Individu-individu yang berperan dalam pendidikan baik
formal maupun nonformal antara lain : pendidik, peserta didik, orang tua atau
keluarga, teman sebaya atau sahabat.
2.
Peranan mereka antara lain
Orang
tua : sebagai contoh pertama pendidikan anak
Pendidik
: memberikan pendidikan formal kepada anak didik
Peserta
didik : sebagai penerima pendidikan
Teman
sebaya : sebagai tempat pengenalan proses sosialisasi
3.
Sifat-sifat
individu yang berperan dalam pendidikan yaitu :
-
Pengamatan
-
Tanggapan dan
variasinya
-
Fantasi
-
Ingatan
-
Pikiran
-
Perhatian
-
Perasaan
-
Kemauan dan
Motif-motif
-
Intelegensi
4.
Semua
sifat-sifat individu memberikan pengaruh besar terhadap proses pendidikan
tetapi diantara sifat-sifat yang ada hanya intelegensilah yang memiliki
pengaruh yang dominan terhadap proses pendidikan.
3.2 Saran
Saran yang dapat sampaikan dari paparan di atas yaitu
sebaiknya individu-individu yang berperan dalam proses pendidikan lebih
mengembangkan sifat-sifat dan peran yang positif agar lebih memajukan serta
mengoptimalkan pendidikan yang telah ada dan untuk proses pendidikan ke depan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, H. Abu; Sholeh, Munawar. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Wawasan Kependidikan. Jakarta: Dirjen
Dikdasmen
Soemanto,
Wasty. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta
: PT Rineka Cipta
Sumaatmadja, H. Nursid; dkk. 2003. Konsep Dasar IPS. Jakarta : Universitas
Terbuka
Suryabrata, Sumadi. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
0 komentar:
Post a Comment