Thursday, October 15, 2015

Anak Berkebutuhan Khusus

Anak Berkebutuhan Khusus

A.    Tuna Grahita
Sumber 1 :
Wardani,dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta : Universitas Terbuka.
1)      Peristilahan
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata.
a)      Mental retardation, banyak digunakan diAmerika Serikat dan di terjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai terbelakang mental.
b)      Feebleminded (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok tunagrahita ringan.
c)      Mental subnormality digunakan di Inggris, pengertiannya sama dengan mental retardation.
d)     Mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang menyerang organ tubuh.
e)      Mentally handicapped, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah caact mental.
f)       Intellectually handicapped, merupakan istilah yang banyak digunakan di New Zealand.
g)      Intelellectual disabled, istilah ini banyak digunakan oleh PBB.
Kata “mental” dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual, dan bukan kondisi psikologis. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai penyandang tunagrahita, mengalami perkembangan, seperti berikut.
a)      Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967
b)      Terbelakang mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983
c)      Tunagrahita, digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.
Beragamnya istilah yang digunakan disebabkan oleh perbedaan latar belakang keilmuan dan kepentingan para ahli yang mengemukakannya. Namun demikian, semua istilah tersebut tertuju pada pengertian yang sama, yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku penyesuaian.
2)      Pengertian
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satu definisi yang diterima secara luas dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan Grossman (1983) yang secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) sebagai berikut. Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya. Sejalan dengan definisi tersebut, AFMR (Vivian Navaratnam, 1987: 403) menggariskan bahwa seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus melebihi komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata, adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku di masyarakat.
Dari definisi tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah,
a)      Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata, maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar meyakinkan sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh, anak normal rata-rata mempunyai IQ 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
b)      Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif), maksudnya bahwa yang bersangkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya.
c)      Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa untuk dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita, seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri tersebut. Apabila seseorang hanya memiliki salah satu ciri-ciri tersebut maka yang bersangkutan belum dapat dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita. Oleh karena itu, di Amerika muncul istilah “Tunagrahita 6 jam” (Kirk & Gallagher, 1986: 118). Istilah ini muncul disebabkan seorang anak tidak dapat menyesuaikan diri selama 6 jam berada di sekolah, akan tetapi mereka dapat menyesuaikan diri dengan sukse di lingkungannya pada jam-jam lain di hari yang sama.

A.    Klasifikasi Anak Tunagrahita
Klasifikasi anak tunagrahita yang telah lama dikenal adalah debil, imbecile, dan idiot. Sedangkan klasifikasi yang dilakukan oleh kaum pendidik di Amerika adalah educable mentally retarded (mampu mendidik), trainable mentally retarded (mampu latih), dan totally/custodial dependent (mampu rawat). Pengelompokan yang telah disebutkan itu telah jarang digunakan karena terlampau mempertimbangkan kemampuan akademik seseorang.
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dikemukakan oleh AAMD (Hallahan, 1982: 43), sebagai berikut.
a)      Mild mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70-55 ringan)
b)      Moderate mental retardation (tunagrahita IQ-nya 55-40 sedang)
c)      Severe mental retardation (tunagrahita IQ-nya 40-25 berat)
d)     Profound mental retardation (tunagrahita IQ-nya 25 ke bawah sangat berat)
Klasifikasi yang digunakan diIndonesia saat ini sesuai dengan PP 72 Tahun 1991 adalah sebagai berikut.
a)      Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70
b)      Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50
c)      Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30
Pengelompokan berdasarkan kelainan jasmani yang disebut tipe klinis. Tipe-tipe klinis yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a)      Down Syndrome (Mongoloid)
Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena memiliki raut muka menyerupai orang mongol dengan mata ipit dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
b)      Kretin (Cebol)
Anak ini memperlihatkan ciri-ciri seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bongkok, kulit kering tebal dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir , kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat.
c)      Hydrocephal
Anak ini memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling
d)     Microcephal
Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil
e)      Macrocephal
Anak ini memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal.

B.     Penyebab dan Cara Pencegahan Ketunagrahitaan
1)      Penyebab
Seseorang menjadi tunagrahita disebabkan oleh berbagai factor. Para ahli membagi factor penyebab tersebut atas beberapa kelompok.
Strauss membagi factor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus yaitu endogen dan eksogen. Factor endogen apabila letak penyebabnya pada sel keturunan dan eksogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya infeksi, virus menyerang otak, benturan kepalayang keras, radiasi (Moh. Amin, 1995:62).
Cara lain yang sering digunakan dala pengelompokan factor penyebab ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu terjadinya, yaitu factor yang terjadi sebelum lahir (prenatal), saat kelahiran (natal), dan setelah lahir (postnatal).
Berikut ini akan dibahas beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang berasal dari factor keturunan maupun factor lingkungan.
a)      Factor keturunan
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan factor keturunan, meliputi hal-hal berikut.
·         Kelainan kromosom, dilihat dari bentuknya dapat berupa inverse (kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gene karena melilitnya kromosom), delesi (kegagalan meiosis, yaitu salah satu pasangan tidakmembelah sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel), duplikasi (kromosom tidak berhasil memisajkan diri sehingga terjadi kelebihan kromosom pada salah satu sel yang lain), translokasi (adanya kromosom yang patah dan patahannya menempel pada kromosom lain).
·         Kelainan gene, kelainan ini terjadi pada waktu mutasi, tidak selamanya tampak dari luar(tetap dalam tingkat genotif).
b)      Gangguan metabolism dan gizi
Kegagalan metabolism dan kegagalan pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengkibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu. Kelainan itu dapat berupa phenylketonuria (akibat gangguan metabolism asam amino) dengan gejala yang Nampak berupatunagrahita, keurangan pigmen, kejang saraf, kelainan tingkah laku. Gargoylism (kerusakan metabolism saccharide yang menjadi tempat penyimpanan asam mucopolysaccharide dalam hati, limpa kecil dan otak) dengan gejala yang tampak berupa ketidaknormalan tinggi badan, kerangka tubuh yang tidak proporsional, telapak tangan lebar dan pendek, persendian kaku, lidah lebar dan menonjol, dan tunagrahita. Cretinism (keadaan hypohydroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau saat dilahirkan) dengan gejala yang tampak berupa ketidaknormalan fisik yang khas dan ketunagrahitaan.
c)      Infeksi dan keracunan
Keadaan ini diseabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada dalam kandungan. Penyakit yang dimaksud, antara lainrubella yang mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya kelainan pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat badan sangat kurang ketika lahir, syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun, hamper pada semua kasus berakinbat ketunagrahitaan.
d)     Trauma dan zat radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan. Trauma yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga memerlukan alat bantu.
e)      Masalah pada kelahiran
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang dan nafas pendek.
f)       Factor lingkungan
Studi yang dilakukan Kirk (Triman Prasadio, 1982: 25) menemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang tingkat sosial ekonominya rendah menunjukkan kecenderungan mempertahankan mentalnya pada taraf yang sama, bahkan prestasi belajarnya semakin berkurang dengan meningkatnya usia. Triman Prasadio (1982: 26) mengemukakan bahwa kurangnya rangsang intelektual yang memadai mengakibatkan timbulnya hambatan dalam perkembangan intelegensia sehingga anak dapat berkembang menjadi anak retardasi mental.
2)      Usaha Pencegahan Ketunagrahitaan
Berbagai alternatif upaya pencegahan yang disarankan, antara lain.
a)      Penyuluhan genetik, yaitu suatu usaha mengkomunikasikan berbagai informasi mengenai masalah genetika.
b)       Diagnostic prenatal, yaitu usaha pemeriksaan kehamilan sehingga dapat diketahui lebih dini apakah janin mengalami kelainan.
c)      Imunisasi, dilakukan terhadap ibu hamil maupun anak balita.
d)     Tes darah, dilakukan terhadap pasangan yang akan menikah untuk menghindari kemungkinan menurunkan benih-benih kelainan.
e)      Melalui program keluarga berencana, pasangan suami istri dapat mengatur kehamilan dan menciptakan keluarga yang sejahtera baik fisik dan psikis.
f)       Tindakan operasi, hal ini dibutuhkan apabila ada kelahiran dengan resiko tinggi, misalnya kekurangan oksigen, adanya trauma pada masa proses kelahiran
g)      Sanitasi lingkungan, yaitu mengupayakan terciptanya lingkungan yang baik sehingga tidak mengahambat perkembangan bayi/anak.
h)      Pemeliharaan kesehatan, terutama pada ibu hamil yang menyangkut pemeriksaan kesehatan selama hamil, penyediaan vitamin, menghindari radiasi, dan sebagainya.
i)        Intervensi dini, dibutuhkan oleh para orang tua agar dapat membantu perkembangan anaknya secara dini.

C.    Kebutuhan Pendidikan
1)      Landasan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
Landasan anak tunagrahita membutuhkan pendidikan dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a)      Landasan sebagai alasan adanya kebutuhan pendidikan bagi anak tunagrahita.
Anak tunagrahita ringan dapat mendidik diri sendiri dalam hal-hal sederhana, misalnya cara makan-minum dan anak tunagrahita sedang, berat, dan sangat berat dapat dididik dengan mengaktualisasikan potensi yang mereka miliki.
b)      Landasan sebagai alasan perlunya pencapaian kebutuhan pendidikan bagi anak tunagrahita.
Landasan ini meliputi, (1) landasan agama dan peri kemanusiaan yang mengakui bahwa tiap insane wajib bertakwa kepada Tuhan dan memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan, (2) landasan falsafah Indonesia (Pancasila dan UUD 1945), (3) landasan hukum positif seperti UUSPN No. 2 Tahun 1989, PP No. 72 Tahun 1991, dan Deklarasi PBB tentang hak dan aturan mengimplementasikan pendidikan khususnya bagi anak tunagrahita, (4) landasan sosial ekonomi yang mengharapkan bahwa anak tunagrahita tidak menjadi manusia yang konsumtif semata, (5) martabat bangsa yang menggambarkan tingginya perhatian bangsa terhadap penyandang cacat khususnya tunagrahita.
c)      Landasan sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
Cara memenuhi kebutuhan pendidikan ini meliputi (1) persamaan hak dengan anak normal bahwa anak tunagrahita juga membutuhkan layanan pendidikan yang sama dengan anak normal, (2) perbedaan individual dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan harus sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak tersebut, (3) didasarkan pada keterampilan praktis bahwa pendidikan pada anak tunagrahita didasarkan pada keterampilan praktis mengingat keterbatasan kecerdasan intelektualnya, (4) didasarkan pada sikap rasional dan wajar bahwa dalam member layanan kepada anak tunagrahita tidak boleh dimanjakan atau sebaliknya dibiarkan.
2)      Tujuan pendidikan anak tunagrahita
Tujuan pendidikan anak tunagrahita  seerti yang diungakpkan Kirk (1986) adalah (a) dapat mengembangkan potensi dengan sebaik-baiknya, (b) dapat menolong diri sendiri dan berguna bagi masyarakat, (c) memiliki kehidupan lahir batin yang layak. Sedangkan tujuan pendidikan anak tunagrahita yang dikemukakan Suhaeri HN (1980) sebagai berikut.
a)      Tujuan pendidikan anak tunagrahita ringan adalah (1) agar dapat mengurus dan membina diri, (2) agar dapat bergaul di masyarakat, (3) agar dapat mengerjakan sesuatu untuk beal hidupnya.
b)      Tujuan pendidikan anak tunagrahita sedang adalah (1) agar dapat mengurus diri seperti makan, berpakaian dan kebersihan badan, (2) agar dapat bergaul dengan anggota keluarga dan tetangga, (3) agar dapat mengerjakn sesuatu secara rurin dan sederhana.
c)      Tujuan pendidikan anak tunagrahita berat dan sangat berat adalah (1) agar dapat mengurus diri dengan sederhana seperti memberi tanda apabila menginginkan sesuatu, (2) agar dapat melakukan kesibukan yang bermanfaat, (3) agar dapat bergembira atau menghibur dirinya sendiri.

D.    Jenis layanan bagi anak tunagrahita
Makin ringan kelainan yang disndangnya maka makin sedikit layanan pendidikan luar biasa yang dibutuhkannya dan sebaliknya makin berat kelainannya makin banyak pula layanan pendidikan luar biasa yang dibutuhkan. Berikut ini akan dikemukakan hal-hal yang berkaitn dengan jenis layanan anak tunagrahita.
1)      Tempat dan sistem layanan
a)      Tempat khusus atau sistem segregasi
Tempat/sistem layanan pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi tempat khusus/sistem segregasi adalah.
·         Sekolah Khusus
Sekolah khusus adalah Sekolah Luar Biasa untuk anak tunagrahita disebut (SLB-C). murid yang ditampung khusus untuk satu jenis kelainan atau khusus melihat ringan beratnya kelainan.
·         Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB ini merupakan suatu sekolah pada tingkat dasar yang hanya menampung anak tunagrahita usia sekolah dasar.
·         Kelas Jauh
Kelas jauh adalah keas yang dibentuk untuk memberikan layanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunagrahita yang bertempat tinggal jauh dari SLB/SDLB.
·         Guru kunjung
Guru berkunjung ke sekolah khusus yang terdapat anak tunagrahita yang mengalami kelainan berat
·         Lembaga perawatan (institusi khusus)
Disediakan lembaga khusus yang melayani dan merawat anak tunagrahita yang tergolong berat dan sangat berat.

b)      Sekolah umum dengan sistem integrasi (terpadu)
·         Kelas biasa tanpa kekhususan baik bahan pelajaran maupun guru
Anak tunagrahita yang dimasukkan ke kelas ini adalah yang tergolong tunagrahita ringan. Mereka memerlukan perhatian khusus dari guru kelas dalam penempatan tempat duduk, pengelompokan dengan teman-temannya, dan kebiasaan bertanggungjawab.
·         Kelas biasa dengan guru konsultan
Anak tunagrahita mengikuti pembelajaran bersama anak normal dalam satu kelas dengan menggunakan kurikulum untuk anak normal. Bentuk keterpaduan ini menyediakan guru ahli PLB sebagai guru konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru mata pelajaran, dan orangtua anak tunagrahita.
·         Kelas biasa dengan guru kunjung
Guru kunjung yang bertugas sebagai konsultan, tidak setiap hari bekerja di sekolah tersebut, melainkan hanya pada waktu-waktu tertentu saja mengajar anak tunagrahita  dan juga memberi petunjuka atau saran kepada guru kelas.
·         Kelas biasa dengan ruang sumber
Ruang sumber adalah ruang yang digunakan oleh guru pembimbing khusus untuk memberikan pengarahan/pelatihan secara khusus terhadap anak tunagrahita.
·         Kelas khusus sebagian waktu
Kelas khusus adalah suatu kelas yang ada di sekolah biasa, yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran bagi anak tunagrahita yang tergolong ringan tingkat bawah atau tunagrahita sedang tingkat atas.
·         Kelas khusus
Kelas ini juga berada di sekolah biasa yang berupa ruangan khusus untuk anak tunagrahita yang tergolong sedang lebih efektif ditempatkan di kelas ini.

2)      Ciri Khas Layanan
Hal-hal yang khas dalam pendidikan anak tunagrahita adalah sebagai berikut.
a)      Ciri-ciri khusus
Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa yang sederhana dan tidak berbelit, dan jelas. Penempatan anak tunagrahita di kelas, anak ditempatkan di depan dengan anak yang hamper sama kemampuannya dan anak yang dapat menimbulkan sikap keakraban. Ketersediaan program khusus untuk anak tunagrahita.

b)      Prinsip khusus
·         Prinsip skala perkembangan mental, guru memahami usia kecerdasan anak tunagrahita agar lebih mudah menentukan materi pelajaran sesuai dengan usia mental anak.
·         Prinsip kecekatan motorik, anak tunagrahita dapat mempelajari sesuatu dengan melakukannya dan dapat melatih motorik anak yang kurang mereka kuasai.
·         Prinsip keperagaan, dalam mengajarkan anak tunagrahita guru dapat menggunakan alat peraga untuk membantu penyampaian materi pelajaran.
·         Prinsip pengulangan, anak tunagrahita cepat lupa mengenai apa yang dipelajarinya sehingga mereka membutuhkan pengulangan-pengulangan disertai contoh yang bervariasi.
·         Prinsip korelasi, bahan pelajaran baiknya berhubungan dengan bidang ainnya atau berkaitan dengan kehidupan sehari-hari anak tunagrahita.
·         Prinsip maju berkelanjutan, pelajaran diulangi dahulu dan apabila anak menunjukkan kemajuan segera diberi bahan berikutnya.
·         Prinsip individualisasi, menekankan perhatian pada perbedaan individual anak tunagrahita. Anak tunagrahita belajar sesuai dengan iramanya sendiri.

3)      Strategi dan Media Pembelajaran
a)      Strategi
Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita adalah.
·         Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan, diberikan kepada tiap murid meskipun mereka belajar bersamatetapi materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tiap anak. Dalam pelaksanaannya pengelompokan murid yang memungkinkan murid dapat berinteraksi, bekerjasama. Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang beraneka ragam. Mengadakan pusat belajar, pada tiap pusat belajar tersedia bahan yang dapat dipilih dan digunakan oleh anak itu sendiri.
·         Strategi kooperatif, memiliki keunggulan adalam meningkatkan sosialisasi antara anak tunagrahita dengna anak normal. Menumbuhkan sikap positif anak normal untuk menghargai prestasi yang dimiliki oleh anak tunagrahita, sehingga harga diri dan potensi anak tunagrahita meningkat seoptimal mungkin.
·         Strategi modifikasi tingkah laku, dilakukan pada anak tunagrahita yang tergolong sedang ke bawah. Tujuan strategi ini untuk mengubah dan menghilangkan perilaku tidak baik menjadi perilaku baik.

b)      Media
Pendidikan anak tunagrahita membutuhkan media seperti alat bantu belajar yang lebih banyak mengingat keterbatasan kecerdasan intelektualnya. Dalam menciptakan media pendidikan anak tunagrahita, guru perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain (1) bahan tidak berbahaya bagi anak, mudah diperoleh, dapat digunakan oleh anak, (2) warna tidak mencolok dan tidak abstrak, (3) ukurannya harus dapat digunakan atau diatur penggunaannya oleh anak itu sendiri (ukuran meja dan kursi).

E.     Evaluasi
Evaluasi belajar pada anak tunagrahita membutuhkan rumusan ketentuan-ketentuan mengingat berat dan ringannya ketunagrahitaan. Berikut ini akan dikemukakan ketentuan-ketentuan khusus dalam melaksanakan evaluasi belajar anak tunagrahita.
a)      Waktu mengadakan evaluasi, evaluasi belajar anak tunagrahita tidak hanya dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar berakhir atau pada waktu yang telah ditetapkan, melainkan dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung.
b)      Alat evaluasi, penggunaan alat evaluasi seperti tulisan, lisan dan perbuatan bagi anak tunagrahita harus ditinjau lebih dahulu bagaimana keadaan anak tunagrahita yang akan dievaluasi.
c)      Kriteria keberhasilan, penilaian pada anak tunagrahita adalah longitudinal maksudnya penilaian yang mengacu pada perbandingan prestasi individu atas dirinya sendiri yang dicapainya kemarin dan hari ini.
d)     Pencatatan hasil evaluasi, pencatatan hasil evaluasi untuk anak tunagrahita tidak cukup dengan menggunakan bentuk kuantitatif tetapi harus ditambah pula dengan kualitatif.

Sumber 2 :
Pratiwi, Ratih Putri. 2013. Kiat Sukses Mengasuh Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Tuna Grahita
Tuna grahita, demikian istilah yang dikenalkan bagi mereka yang memiliki keterbelakangan mental. Menurut American Association on Mental Deficiency, tuna grahita disebut sebagau ketidakmampuan fungsi intelektual, secara umumnya lamban, yairu memiliki IQ kurang dari 84, muncul sebelum usia 16 tahun, dan disertai dengan hambatan dalam perilaku adaptif. Selain itu, dikatakan oleh Japan League for Mentally Retarded bahwa tuna grahita atau retardasi mental dialami saat usia perkembangan antara masa konsepsi sampia 18 tahun dan disertai dengan hambatan berperilaku adaptif.
Anak tuna grahita difokuskan pada anak - anak dengan tingkat kecerdasan jauh di bawah anak - anak dengan tingkat kecerdasan normal sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.
Ada beberapa ciri yang mengikuti keterbelakangan mental, sebagai berikut.
Ø  memiliki IQ di bawah normal, yaitu sekitar di bawah 80.
Ø  tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Ø  tidak mampu memikirkan permasalahan yang berbelit dan abstrak.
Ø  lemah dalam pelajaran yang bersifat akademik, seperti menulis, membaca, berhitung, dan turunannya.

Anak - anak yang mengalami tuna grahita dimasukkan ke dalam beberapa tahapan, ialah sebagai berikut.
a)      Tuna Grahita Ringan
Anak - anak yang tergolong tuna grahita ringan disebut juga dengan istilah debil atau tuna grahita yang mampu dididik. Sebutan tersebut karena anak tuna grahita kategori ini masih dapat menerima pendidikan sebagaimana anak normal, tetapi dengan kadar ringan dan cukup menyita waktu. Anak tuna grahita ringan rata - rata memiliki tingkat intelegensi antara 50 - 80. Dengan tingkat intelegensi tersebut, anak tuna grahita ringan bisa melakukan kegiatan dengan tingkat kecerdasan anak - anak normal usia 12 tahun. Cukup bagus apabila terus dilatih dan dibiasakan untuk belajar dan berpikir, asalkan tidak terlampau dipaksakan sehingga mereka merasa sangat terbebani.
b)      Tuna Grahita Sedang
Anak - anak tergolong tuna grahita sedang disebut juga anak - anak yang mampu latih atau diistilahkan sebagai imbesil. Anak - anak ini minimal mampu dilatih untuk mandiri., menjalankan aktivitas keseharian sendiri tanpa bantuan orang lain. Namun, untuk memahami pelajaran yang bersifat akademis, anak - anak kurang mampu melakukannya. Anak tuna grahita sedang rata - rata memiliki tingkat intelegensi antara 30 - 50. Dengan tingkat intelegensi tersebut, anak - anak tuna grahita sedang bisa mencapa kecerdasan maksimal setara anak normal usia 7 tahun. Latihan dan kesabaran dipelukan agar anak - anak ini tetap mampu menolong dirinya sendiri dalam melakukan kegiatan sehari - hari.
c)      Tuna Grahita Berat
Anak - anak tergolong tuna grahita berat diistilahkan sebagai idiot atau perly rawat. Anak - anak tergolong ini sulit diajarkan. Mandiri karena keterbatasan mental dan pemikiran ke arah kemandirian. Untuk menolong dirinya sendiri dalam bertaham hidup, rasanya sulit bagi anak - anak golongan ini. Kadang berjalan, makan, dan membersihkan diri perlu dibantu oleh orang lain. Anak tuna grahita berats memiliki tingkat intelegensi di bawah 30. Dengan tingkat intelegensi tersebut, anak tuna grahita berat hanya mampu memiliki kecerdasan optimal setara dengan anak normal usia 3 tahun. Oleh sebab itu, diperlukan kesabaran ekstra dan kasih sayang penuh untuk merawat mereka sepanjang hidupnya.
Secara umum, faktor yang mempengaruhi penyebab tuna grahita ialah sebagi berikut.
a)      Faktor genetis atau keturunan, yang dibawa dari gen ayah dan ibu.
b)      Faktor metabolisme dan gizi yang buruk, hal ini terjadi saat ibu sedang hamil atau menyusui.
c)      Infeksi dan keracunan yang bisa terjadi pada saat hamil.
d)     Proses kelahiran, terdapat beberapa proses kelahiran yang menggunakan alat bantu semacam tang atau catur untuk menarik kepala bayi karena sulit keluar.
e)      Lingkungan buruk, di antaranya lemahnya ekonomi dan kurangnya pendidikan sehingga keadaan kehamilan dan masa menyusui menjadi kurang optimal.

Sumber 3 :
Suparno.2007.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal PendidikanTinggi Departemen Pendidikan Nasional
Anak Tunagrahita
Amin, 1995:34-37) dicirikan dalam hal: kecerdasan, sosial, fungsi mental, dorongan dan emosi, kepribadian serta organisme. Masing-masing hal itu sebagai aspek diantara tunagrahita dengan dijelaskan sebagai berikut:
1)      Intelektual.
Dalam pencapaian tingkat kecerdasan bagi tunagrahita selalu dibawah rata-rata dengan anak yang seusia sama, demikian juga perkembangan kecerdasan sangat terbatas. Mereka hanya mampu mencapai tingkat usia mental setingkat usia mental anak usia mental anak Sekolah Dasar kelas IV, atau kelas II, bahkan ada yang mampu mencapai tingkat usia mental setingkat usia mental anak pra sekolah. Dalam hal belajar, sukar memahami masalah. Masalah yang bersifat abstrak dan cara belajarnya banyak secara membeo (rote learning) bukan dengan pengertian.
2)      Segi sosial.
Dalam kemampuan bidang sosial juga mengalami kelambatan kalau dibandingkan dengan anak normal sebaya. Hal ini ditunjukkan dengan pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri. Waktu masih kanak-kanak mereka harus dibantu terus menerus, disuapi makanan, dipasangkan dan ditanggalkan pakaiannya, diawasi terus menerus, setelah dewasa kepentingan ekonominya sangat tergantung pada bantuan orang lain. Kemampuan sosial mereka ditunjukkan dengan Social Age (SA) yang sangat kecil dibandingkan dengan Cronological Age (CA). Sehingga skor sosial Social Quotient (SQ)nya rendah.
3)      Ciri pada fungsi mental lainnya.
Mereka mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, jangkauan perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih sehingga kurang tangguh dalam menghadapi tugas. Pelupa dan mengalami kesukaran mengungkapkan kembali suatu ingatan, kurang mampu membuat asosiasi serta sukar membuat kreasi baru.
4)      Ciri dorongan dan emosi
Perkembangan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaannya masing-masing. Anak yang berat dan sangat berat ketunagrahitaannya hampir tidak memperlihatkan dorongan untuk mempertahankan diri, dalam keadaan haus dan lapar tidak menunjukkan tanda-tandanya, mendapat perangsang yang menyakitkan tidak mampu menjauhkan diri dari perangsang tersebut. Kehidupan emosinya lemah, dorongan biologisnya dapat berkembang tetapi penghayatannya terbatas pada perasaan senang, takut, marah, dan benci. Anak yang tidak terlalu berat ketunagrahitaannya mempunyai kehidupan emosi yang hampir sama dengan anak normal tetapi kurang kaya, kurang kuat, kurang beragam, kurang mampu menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial.
5)   Ciri kemampuan dalam bahasa
Kemampuan bahasa sangat terbatas perbendaraaan kata terutama kata yang abstrak. Pada anak yang ketunagrahitaannnya semakin berat banyak yang mengalami gangguan bicara disebabkan cacat artikulasi dan problem dalam pembentukan bunyi.
6)   Ciri kemampuan dalam bidang akademis
Mereka sulit mencapai bidang akademis membaca dan kemampuan menghitung yang problematis, tetapi dapat dilatih dalam menghitung yang bersifat perhitungan.
7)   Ciri kepribadian
Kepribadian anak tunagrahita dari berbagai penelitian oleh Leahy, Balla, dan Zigler (Hallahan & Kauffman, 1988:69) bahwa anak yang merasa retarded tidak percaya terhadap kemampuannya, tidak mampu mengontrol dan mengarahkan dirinya sehingga lebih banyak bergantung pada pihak luar (external locus of control). Mereka tidak mampu untuk mengarahkan diri sehingga segala sesuatu yang terjadi pada dirinya bergantung pengarahan dari luar.
8)   Ciri kemampuan dalam organisme.
Kemampuan anak tunagrahita untuk mengorganisasi keadaan dirinya sangat jelek, terutama pada anak tunagrahita yang kategori berat. Hal ini ditunjukan dengan baru dapat berjalan dan berbicara pada usia dewasa, sikap gerak langkahnya kurang serasi, pendengaran dan penglihatannya tidak dapat difungsikan, kurang rentan terhadap perasaan sakit, bau yang tidak enak, serta makanan yang tidak enak.
Sedangkan karakteristik anak tunagrahita, yang lebih spesifik berdasarkan berat ringannya kelainan dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)      Mampu didik
Mampudidik merupakan istilah pendidikan yang digunakan untuk mengelompokkan tunagrahita ringan. Mampudidik memiliki kapasitas inteligensi antara 50 – 70 pada skala Binet maupun Weschler. Mereka masih mempunyai kemampuan untuk dididik dalam bidang akademik yang sederhana (dasar) yaitu membaca, menulis dan berhitung. Anak mampudidik kemampuan maksimalnya setara dengan anak usia 12 tahun atau kelas 6 sekolah dasar, apabila mendapatkan layanan dan bimbingan belajar yang sesuai maka anak mampu didik dapat lulus sekolah dasar. Anak mampu didik setelah dewasa masih memungkinkan untuk dapat bekerja mencari nafkah, dalam bidang yang tidak memerlukan banyak pemikiran. Tunagrahita mampudidik umumnya tidak desertai dengan kelainan fisik baik sensori maupun motoris, sehingga kesan lahiriah anak mampudidik tidak berbeda dengan anak normal sebaya, bahkan sering anak mampu didik dikenal dengan terbelakang mental 6 jam, hal ini dikarenakan anak terlihat terbelakang mental sewaktu mengikuti pelajaran akademik di sekolah saja, yang mana jam sekolah adalah 6 jam setiap hari.
2)      Mampu latih
Tunagrahita mampu latih secara fisik sering memiliki atau disertai dengan kelinan fisik baik sensori mapupun motoris, bahkan hampir semua anak yang memiliki kelainan dengan tipe klinik masuk pada kelompok mampu latih sehingga sangat mudah untuk mendeteksi anak mampu latih, karena penampilan fisiknya (kesan lahiriah) berbeda dengan anak normal sebaya. Anak mampulatih memiliki kapasitas inteligensi (IQ) berkisar antara 30 – 50, kemampuan tertingginya setara dengan anak normal usia 8 tahun atau kelas 2 SD. Kemampuan akademik anak mampulatih tidak dapat mengikuti pelajaran yang bersifat akademik walaupun secara sederhana seperti membaca, menulis dan berhitung. Anak mampulatih hanya mampu dilatih dalam keterampilan mengurus diri sendiri dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3)      Perlu rawat
Anak perlu rawat adalah klasifikasi anak tunagrahita yang paling berat, jika pada istilah kedokteran disebut dengan idiot. Anak perlu rawat memiliki kapasitas inteligensi di bawah 25 dan sudah tidak mampu dilatih keterampilan. Anak ini hanya mampu dilatih pembiasaan (conditioning) dalam kehidupan sehari-hari. Seumur hidupnya tidak dapat lepas dari orang lain

Klasifikasi Tuna Grahita
Untuk memahami klasifikasi anak tunagrahita maka perlu disesuaikan dengan klasifikasinya karena setiap kelompok tunagrahita memiliki klasifikasi yang berbeda-beda. Sesuai dengan bidang bahasan pada materi ini akan dibahas klasifikasi akademik tunagrahita sebagai berikut:
Ada beberapa klasifikasi atau pengelompokkan tunagrahita berdasarkan berbagai tinjauan diantaranya:
1)      Berdasarkan kapasitas intelektual (sekor IQ)
Tunagrahita ringan IQ 50 – 70
Tunagrahita sedang IQ 35 – 50
Tunagrahita berat IQ 20 – 35
Tunagrahita sangat berat memiliki IQ di bawah 20
2)      Berdasarkan kemampuan akademik  : Tunagrahita mampudidik, Tunagrahita mampulatih , Tunagrahita perlurawat
3)      Berdasarkan tipe klini pada fisik : Down’s Syndrone (Mongolism), Macro Cephalic (Hidro Cephalic), Micro Cephalic
Pengklasifikasian anak tunagrahita perlu dilakukan untuk memudahkan guru dalam menyusun program layanan/pendidikan dan melaksanakannya secara tepat. Perlu diperhatikan bahwa perbedaan individu (individual deferences) pada anak tunagrahita bervariasi sangat besar, demikian juga dalam pengklasifikasi terdapat cara yang sangat bervariasi tergantung dasar pandang dalam pengelompokannya. Klasifikasi itu sebagai berikut :
1)      Klasifikasi yang berpandangan medis, dalam bidang ini memandang variasi anak tunagrahita dari keadaan tipe klinis. Tipe klinis pada tanda anatomik dan fisiologik yang mengalami patologik atau penyimpangan. Kelompok tipe klinis di antaranya:
a)      Down Syndrom (dahulu disebut Mongoloid)
Pada tipe ini terlihat raut rupanya menyerupai orang Mongol dengan ciri: mata sipit dan miring, lidah tebal dan terbelah-belah serta biasanya menjulur keluar, telinga kecil, tangan kering, semakin dewasa kulitnya semakin kasar, pipi bulat, bibir tebal dan besar, tangan bulat dan lemah, kecil, tulang tengkorak dari muka hingga belakang tampak pendek.
b)     Kretin
Pada tipe kretin nampak seperti orang cebol dengan ciri: badan pendek, kaki tangan pendek, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, kuku pendek dan tebal.
c)      Hydrocephalus
Gejala yang nampak adalah semakin membesarnya Cranium (tengkorak kepala) yang disebabkan oleh semakin bertambahnya atau bertimbunnya cairan Cerebro-spinal pada kepala. Cairan ini memberi tekanan pada otak besar (cerebrum) yang menyebabkan kemunduran fungsi otak.
d)     Microcephalus, Macrocephalus, Brachicephalus dan Schaphocephalus
Keempat istilah tersebut menunjukkan kelainan bentuk dan ukuran kepala, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
-        Microcephalus : bentuk ukuran kepala yang kecil
-        Macrocephalus : bentuk ukuran kepala lebih besar dari ukuran normal
-        Brachicephalus : bentuk kepala yang melebar
-        Schaphocephalus: memiliki ukuran kepala yang panjang sehingga menyerupai menara
e)      Cerebral Palsy (kelompok kelumpuhan pada otak)
Kelumpuhan pada otak mengganggu fungsi kecerdasan, di samping kemungkinan mengganggu pusat koordinasi gerak, sehingga kelainan cerebral palsy terdiri tunagrahita dan gangguan koordinasi gerak. Gangguan koordinasi gerak menjadi kajian bidang penanganan tunadaksa, sedangkan gangguan kecerdasan menjadi kajian bidang penanganan tunagrahita.
f)       Rusak otak (Brain Damage)
Kerusakan otak berpengaruh terhadap berbagai kemampuan yang dikendalikan oleh pusat susunan saraf yang selanjutnya dapat terjadi gangguan kecerdasan, gangguan pengamatan, gangguan tingkah laku, gangguan perhatian, gangguan motorik.

2)      Klasifikasi yang berpandangan pendidikan, memandang variasi anak tunagrahita dalam kemampuannya mengikuti pendidikan.
Kalangan American Education (Moh. Amin, 1995:21) mengelompokkan menjadi Educable mentally retarded, Trainable mentally retarded dan Totally / costudial dependent yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia : mampu didik, mampu latih, dan perlu rawat. Pengelompokan tersebut sebagai berikut:
a)      Mampu didik, anak ini setingkat mild, Borderline, Marginally dependent, moron, dan debil. IQ mereka berkisar 50/55-70/75.
b)      Mampu latih, setingkat dengan Morderate, semi dependent, imbesil, dan memiliki tingkat kecerdasan IQ berkisar 20/25-50/55.
c)      Perlu rawat, mereka termasuk Totally dependent or profoundly mentally retarded, severe, idiot, dan tingkat kecerdasannya 0/5-20/25.

3)      Klasifikasi yang berpandangan sosiologis memandang variasi tunagrahita dalam kemampuannya mandiri di masyarakat, atau peran yang dapat dilakukan masyarakat.
Menurut AAMD (Amin, 1995:22-24) klasifikasi itu sebagai berikut :
a)      Tunagrahita ringan; tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar 50-70, dalam penyesuaian sosial maupun bergaul, mampu menyesuaikan diri pada lingkungan sosial yang lebih luas dan mampu melakukan pekerjaan setingkat semi terampil.
b)      Tunagrahita sedang; tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar antara 30-50; mampu melakukan keterampilan mengurus diri sendiri (self-helf); mampu mengadakan adaptasi sosial di lingkungan terdekat; dan mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan atau bekerja di tempat kerja terlindung (sheltered work-shop).
c)      Tunagrahita berat dan sangat berat, mereka sepanjang kehidupannya selalu tergantung bantuan dan perawatan orang lain. Ada yang masih mampu dilatih mengurus sendiri dan berkomunikasi secara sederhana dalam batas tertentu, mereka memiliki tingkat kecerdasan (IQ) kurang dari 30.

4)      Klasifikasi yang dikemukakan oleh Leo Kanner (Amin, 1995:22-24), dan ditinjau dari sudut tingkat pandangan masyarakat sebagai berikut:
a)      Tunagrahita absolut, termasuk kelompok tunagrahita yang jelas nampak ketunagrahitannya baik berada di pedesaan maupun perkotaan, di masyarakat petani maupun masyarakat industri, di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan di tempat pekerjaan. Golongan ini penyandang tunagrahita kategori sedang.
b)      Tunagrahita relatif, termasuk kelompok tunagrahita yang dalam masyarakat tertentu dianggap tunagrahita, tetapi di tempat masyarakat lain tidak dipandang tunagrahita. Anak tunagrahita dianggap demikian ialah anak tunagrahita ringan karena masyarakat perkotaan yang maju dianggap tunagrahita dan di masyarakat pedesaan yang masih terbelakang dipandang bukan tunagrahita.
c)      Tunagrahita semu (pseudo mentally retarded) yaitu anak tunagrahita yang menunjukan penampilan sebagai penyandang tunagrahita tetapi sesungguhnya ia mempunyai kapasitas kemampuan yang normal. Misalnya seorang anak dikirim ke sekolah khusus karena menurut hasil tes kecerdasannya rendah, tetapi setelah mendapat pengajaran remedial dan bimbingan khusus menjadikan kemampuan belajar dan adaptasi sosialnya normal.

B.     Tuna Laras
Sumber 1 :
Wardani,dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta : Universitas Terbuka.
1.      Pengertian Anak Tunalaras
      Istilah resmi tunalaras baru dikenal dalam dunia Pendidikan Luar Biasa (PLB). Istilah tunalaras berasal dari kata tuna yang berarti kurang dan laras yang berarti sesuai. Jadi anak tunalaras berarti anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan. Perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma yang terdapat di dalam masyarakat tempat ia berada.
      Dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1991 disebutkan bahwa tunalaras adalah gangguan atau hambatan atau kelainan tingkah laku sehingga kuang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Berbagai definisi yang diadaptasi oleh Lynch dan Lewis (1988) adalah sebagai berikut.
1)      Public Law 94-242 (Undang-Undang Tentang PLB di Amerika Serikat) mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan emosi yaitu suatu kondisi yang menunjukkan salah satu atau lebih gejala-gejala berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar :
a.       Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan factor kecerdasan, pengindraan, atau kesehatan.
b.      Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru.
c.       Bertingkah laku yang tidak pantas pada keadaan normal.
d.      Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus menerus.
e.       Cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah.
2)      Kauffman (1977) mengemukakan bahwa penyandang tunalaras adalah anak yang secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang secara sosial tidak dapat diterima atau secara pribadi tidak menyenangkan tetapi masih dapat diajar untuk bersikap yang secara sosial dapat diterima dan secara pribadi menyenangkan.
3)      Sechmid dan Mercer (1981) mengemukakan bahwa anak tunalaras adalah anak yang secara kondisi dan terus menerus menunjukkan penyyimpangan tingkah laku tingkat berat yang mempengaruhi proses belajar meskipun telah menerima layanan belajar serta bimbingan seperti anak lain. Ketidakmampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain dan gangguan belajarnya tidak disebabkan oleh kelainan fisik, saraf atau intelegensia.
4)      Nelson (1981) mengemukakan bahwa tingkah laku seorang murid dikatakan menyimpang jika  :
a.       Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal menurut usia dan jenis kelaminnya.
b.      Penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas tinggi.
c.       Penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa membuat definisi atau batasan mengenai tunalaras sangatlah sulit karena definisi tersebut harus menggambarkan keadaan anak tunalaras secara jelas. Namun komponen yang harus diperhatikan adalah:
a.       Adanya penyimpangan perilaku yang terus menerus menurut norma yang berlaku sehingga menimbulkan ketidakmampuan belajar dan penyesuaian diri.
b.      Penyimpangan itu tetap ada walaupun telah menerima layanan belajar serta bimbingan
2.      Klasifikasi Anak Tunalaras
Pengklasifikasian anak tunalaras banyak ragamnya di antaranya :
1)      Rosembera dkk. (1992) adalah : anak tunalaras dapat dikelompokkan atas tingkah laku yang berisiko tinggi dan rendah. Yang berisiko tinggi yaitu hiperakstif, agresif, pembangkang, delinkuensi dan anak yag menarik diri dari pergaulan sosial sedangkan yang berisiko rendah yaitu autisme dan skizofrenia. Secara umum anak tunalaras menunjukkan ciri-ciri tingkah laku yang ada persamaannya pada setiap klasifikasi yaitu kekecauan tingkah laku, kecemasan dan menarik diri, kurang dewasa, dan agresif. Ada pula tingkah laku anak-anak yang dapat digolongkan tunalaras yang belum mendapat layanan khusus misalnya anak yang merasa bahagia bila melihat api karena ingin selalu membakar saja, anak yang suka meninggalkan rumah, penyimpangan seks dan sebagainya.
2)      Quay (1979) dalam Samuel A. Kirk and James J. Gallagher (1986) yang dialihbahasakan oleh Moh. Amin dkk (1991:51) adalah sebagai berikut.
a.       Anak yang mengalami gangguan perilaku yang kacau mengacu pada tipe anak yang melawan kekuasaan seperti bermusuhan dengan polisi dan guru, kejam, jahat, suka menyerang, hiperaktif.
b.      Anak yang cemas-menarik diri adalah anak yang pemalu, takut-takut, suka menyendiri, peka dan penurut. Mereka tertekan batinnya.
c.       Dimensi ketidakmatangan mengacu kepada anak yang tidak ada perhatian, lambat, tak berminat sekolah, pemalas, suka melamun dan pendiam. Mereka mirip seperti anak autistik.
3.      Karakteristik Anak Tunalaras
      Karakteristik yang dikemukakan oleh Hallahan dan Kauffman (dalam Wardini, 2007: 7.30) :
·         Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku, memperlihatkan ciri-ciri : suka berkelahi, memukul, menyerang, mengamuk, membangkang, menantang, merusak milik sendiri atau milik orang lain, kurang ajar, lancing, melawan, tidak mau bekerja sama,tidak mau memperhatikan, memecah belah, rebut, tidak bisa diam, menolak arahan, cepat marah, menganggap enteng, sok aksi, ingin menguasai orang lain, mengancam, pembohong, tidak dapat dipercaya, suka berbicara kotor, cemburu, menyangkal berbuat salah, egois, dan mudah terpengaruh untuk berbuat salah.
·         Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan ciri-ciri : khawatir, cemas, ketakutan, kaku, pemalu, segan, menarik diri, terasing, tak berteman, rasa tertekan, sedih, terganggu, rendah diri, kurang percaya diri, mudah bimbang, malu, sering menangis, pendiam, suka berahasia.
·         Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri yaitu pemalu, kaku, berangan-angan, pasif, mudah dipengaruhi, pengantuk, pembosan dan kotor.
·         Anak yang agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri yaitu mempunyai komplotan jahat, mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman nakal, berkelompok dengan geng, suka di luar rumah sampai larut malam, bolos sekolah, dan minggat dari rumah.
Karakteristik akademik, yaitu :
·         Pencapaian hasil belajar yang jauh dibawah rata-rata.
·         Seringkali dikirim ke kepala sekolah atau ruangan bimbingan untuk tindakan disipliner
·         Seringkali tidak naik kelas atau bahkan keluar sekolahnya
·         Seringkali membolos sekolah
·         Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alas an sakit, perlu istirahat
·         Anggota keluarga terutama orang tua lebih sering mendapat panggilan dari petugas kesehatan atau bagian absensi
·         Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan polisi
·         Lebih sering menjalani masa percobaan dari yang berwewenang
·         Lebih sering melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran tanda-tanda lalu lintas
·         Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan

Karakteristik sosial, yaitu :
·         Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, dengan ciri-ciri : perilaku tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga, sekolah, dan rumah tangga.
·         Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif, yaitu tidak mengikuti aturan, bersifat mengganggu, mempunyai sikap membangkang atau menentang dan tidak dapat bekerjasama.
·         Melakukan kejahatan remaja, seperti telah melanggar hukum.

Karakteristik emosional, yaitu :
·         Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, seperti tekanan batin dan rasa cemas
·         Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu, rendah diri, ketakutan, dan sangat sensitif (perasa).

      Karakteristik fisik/kesehatan, yaitu dengan adanya gangguan makan, gangguan tidur, gangguan gerakan. Sering kali anak merasakan ada sesuatu yang tidak beres pada jasmaninya, ia mudah mendapat kecelakaan, merasa cemas terhadap kesehatannya,merasa seolah-olah sakit. Kelainan lain yang berwujud kelainan fisik seperti gagap, buang air tidak terkendali, sering mengompol dan jorok.

Kebutuhan Pendidikan dan Jenis Layanan bagi Anak Tunalaras
1.      Kebutuhan Pendidikan Anak Tunalaras
      Dengan kebutuhan pendidikan anak tunalaras diharapkan dapat mengatasi problem perilaku anak tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu dilakukan :
1)      Berusaha mengatasi semua masalah perilaku akibat kelaianannya dengan menyesuaikan lingkungan belajar maupun proses pembelajaran yang sesuai dengan kondisi anak tunalaras.
2)      Berusaha mengembangkan kemampuan fisik sebaik-baiknya, mengembangkan bakat dan kemampuan intelektualnya.
3)      Memberikan keterampilan khusus untuk bekal hidupnya.
4)      Memberi kesempatan sebaik-baiknya agar anak dapa menyesuaikan diri baik terhadap lingkungan atau terhadap norma-norma hidup di masyarakat.
5)      Memberi rasa aman agar mereka  memiliki rasa percaya diri dan mereka merasa tidak disia-siakan oleh lingkungan sekitarnya.
6)      Menciptakan suasana yang tidak menambah rasa rendah diri, rasa bersalah bagi anak tunalaras.
2.      Jenis-jenis Layanan Bagi Anak Tunalaras
1)      Mengurangi atau menghilangkan kondisi yang tidak menguntungkan yang menimbulkan atau menambah adanya gangguan perilaku
Kondisi yang tidak menguntungkan adalah sebagai berikut.
a.       Lingkungan fisik yang kurang memenuhi persyaratan seperti bangunan sekolah dan fasilitas yang tidak memadai.
b.      Disiplin sekolah yang kaku dan tidak konsisten.
c.       Guru yang tidak simpatik sehingga situasi belajar tidak menarik.
d.      Kurikulum yang digunakan tidak berdasarkan kebutuhan anak.
e.       Metode dan teknik mengajar yang kurang mengaktifkan anak dapat mengakibatkan anak bosan dan merasa lelah.
Kauffman (1985) mengemukakan enam kondisi yang menyebabkan ketunalarasan dan kegagalan belajar yaitu : 
a.       Guru yang tidak sensitif terhadap kepribadian anak
b.      Harapan guru yang tidak wajar
c.       Pengelolaan belajar yang tidak konsisten
d.      Pengajaran keterampilan yang tidak relevan atau nonfungsional
e.       Pola reinforcement yang keliru misalnya diberikan saat anak berperilaku tidak wajar
f.       Model/contoh yang tidak baik dari guru dan dari teman sebaya.
      Kondisi yang tidak menguntungkan tersebut agar dihindari sehingga tidak terjadi perkembangan anak kea rah penyimpangan perilaku dan kegagalan akademiknya.

2)      Menentukan model-model dan teknik pendekatan
a.      Model pendekatan
Kauffman (1985)mengemukakan jenis-jenis model pendekatan sebagai berikut.
v  Model biogenetik; asumsi bahwa gangguan perilaku disebabkan oleh kecacatan genetik atau biokimiawi sehingga penyembuhannya ditekankan pada pengobatan, diet, olahraga, operasi, atau mengubah lingkungan.
v  Model behavioral (tingkah laku); asumsi bahwa gangguan emosi merupakan indikasi ketidakmampuan menyesuaikan diri yang terbentuk, bertahan, dan mungkin berkembang karena berinteraksi dengan lingkungan baik di sekolah maupun di rumah.
v  Model psikodinamika; berpandangan bahwa perilaku yang menyimpang atau gangguan emosi disebabkan oleh gangguan atau hambatan yang terjadi dalam proses perkembangan kepribadian karena berbagai faktor sehingga kemampuan yang  diharapkan sesuai dengan usianya terganggu.
v  Model ekologis; menganggap bahwa kehidupan ini terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Gangguan perilaku terjadi karena adanya disfungsi antara anak dengan lingkungannya. Rhoden (1967) menyatakan bahwa masalah perilaku adalah akibat interaksi destruktif antara anak dengan lingkungannya.
b.      Teknik pendekatan
Beberapa teknik pendekatan yang digunakan dalam mengatasi masalah perilaku di antaranya adalah sebagai berikut.
v  Perawatan dengan obat; Kavale dan Nye (1984) mengemukakan bahwa obat-obatan dapat mengurangi atau menghilangkan gangguan perilaku seperti adanya perbaikan perhatian, hasil belajar dan nilai tes yang baik, serta anak hiperaktif menuju ke arah perbaikan.
v  Modifikasi perilaku; salah satu teknik yang banyak dilakukan untuk mendorong perilaku prososial dan mengurangi perilaku anti sosial adalah penyesuaian perilaku melalui operant conditioning dan task analysis (analisis tugas). Dengan operant conditioning kita mengendalikan stimulus yang mengikuti respons. Ada beberapa langkah dalam melaksanakan modifikasi perilaku yaitu :
§  Menjelaskan perilaku yang akan diubah
§  Menyediakan bahan yang mengharuskan anak untuk duduk diam
§  Mengatakan perilaku yang diterima
v  Strategi psikodinamika; tujuan utama pendekatan ini adalah membantu anak menjadi sadar akan kebutuhannya, keinginan dan kekuatannya sendiri.
v  Strategi ekologi; pendukung teknik mengasumsikan bahwa dengan diciptakannya lingkungan yang baik maka perilaku anak akan baik pula.
3)      Tempat layanan
Macam-macam tempat pendidikan anak tunalaras yaitu :
v  Tempat khusus
Tempat ini dikenal dengan Sekolah Luar Biasa Anak Tunalaras (SLB-E). SLB-E memiliki kurikulum dan struktur pelaksanaannya yang disesuaikan dengan keadaan anak tunalaras. Anak yang diterima pada lembaga khusus ini biasanya anak yang mengalami gangguan perilaku yang sedang dan berat.
v  Tempat integrasi (terpadu)
Dari banyak jenis anak tunalaras, ada 3 jenis yang kemungkinan banyak dijumpai di sekolah biasa yaitu hyperactive, distrakbilitas, dan impulsitas.
Ø  Hiperaktif
      Termasuk dalam dimensi anak yang bertingkah laku kacau. Ciri-cirinya adalah gerakannya terlalu aktif, tidak bertujuan, tak mau diam sepanjang hari, bahkan waktu tidur ada yang melakukan gerak di luar kesadaran, suka mengacau teman-teman sebayanya, dalam bertindak hanya menuruti kata hatinya sendiri, mudah tersinggung, sulit memperhatikan dengan baik.
      Faktor penyebab hiperaktif adalah disfungsi otak, kekurangan oksigen, kecelakaan fisik, keracunan serbuk timah, kekurangan gizi dan perawatan pada masa tumbuh kembang, minuman keras dan obat-obatan terlarang selama hamil, kemisikinan dan lingkungan keluarga yang tidak sehat.
Cara/teknik dalam mengadakan layanan adalah:
§  Medikasi; obat-obat perangsang saraf untuk penenangan
§  Diet; mengajarkan anak mengendalikan dirinya dengan pantangan makan berbagai makanan yang mengandung zat pewarna atau penyedap rasa tiruan.
§  Modifikasi tingkah laku; perilaku dapat diubah dan dikendalikan dengan mengatur pola interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dalam penerapan teknik ini perlu diperhatikan kapan harus member hadiah, kapan harus memberikan hukuman, serta jenis penguat apa yang pantas dipakai.
§  Lingkungan yang terstruktur; menekankan pengaturan lingkungan belajar anak sehingga tidak menjadi penyebab munculnya perilaku hiperaktif.
§  Modeling; sistem meniru dapat dipakai untuk mengurangi perilaku hiperaktif misalnya dengan menyuruh anak normal berperilaku yang baik di kelas untuk memberi contoh.
§  Biofeedback; teknik pengendalian perilaku atau proses biologis internal dengan cara memberi informasi kepada anak mengenai kondisi perilaku dan tubuhnya.
Ø  Distrakbilitas
      Merupakan gangguan dalam perhatian pada stimulus yang relevan secara efisien. Ada 3 distrakbilitas yaitu :
§  Short attention span dan frequent attention shifts yaitu ketidakmampuan memusatkan perhatian dalam waktu yang relatif lama dan terlalu sering berpindah perhatian dari satu objek ke objek yang lain.
§  Underselection attention yaitu ketidakmampuan membedakan antara stimulus yang relevan yang harus diperhatikan dan stimulus yang tidak relevan yang harus diabaikan.
§  Overselective attention yaitu terlalu selektif dalam memberi perhatian sehingga hal-hal yang sebenarnya relevan menjadi tertinggal. Penyebabnya adalah adanya disfungsi minimal otak, gangguan metabolisme, kelainan minimal pada fisik.
Cara memberi layanan kepada anak-anak tersebut adalah lingkungan yang terstruktur dan stimulus yang terkendali, modifikasi materi dan strategi pembelajaran, modifikasi tingkah laku.
Ø  Impulsivitas
Seseorang dikatakan impulsif jika cenderung mengikuti kemauan hatinya dan terbiasa bereaksi cepat tanpa berpikir panjang dalam situasi sosial maupun tugas-tugas akademik. Impulsif dapat disebabkan oleh faktor keturunan, cemas, faktor budaya, disfungsi saraf, perilaku yang dipelajari dari lingkungan, dan sebagainya dan juga karena faktor ego dan super ego tidak berkembang. Ini karena salah asuh dan adanya trauma dalam hidup.
Metode untuk mengendalikan impulsif yaitu :
§  Melatih verbalisasi aktivitasnya untuk mengendalikan perilakunya
§  Modifikasi tingkah laku
§  Mengajarkan seperangkat keterampilan kepada anak seperti memusatkan perhatian, menghindari gangguan, mengembangkan keterampilan mengingat, menghargai perasaan.
§  Mendiskusikan perilaku anak antara guru dengan anak itu sendiri.
§  Wawancara dengan anak segera setelah perilaku terjadi.

Sumber 2 :
Suparno.2007.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal PendidikanTinggi Departemen Pendidikan Nasional
Anak tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam lingkungan sosialnya. Pada hakekatnya, anak-anak tunalaras memiliki kemampuan intelektual yang normal, atau tidak berada di bawah rata-rata. Kelainan lebih banyak banyak terjadi pada perilaku sosialnya. Beberapa karakteristik yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan perilaku sosial ini adalah:
1)      Karakteristik umum
-        Mengalami gangguan perilaku; suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai oranglain, mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan sebagainya.
-        Mengalami kecemasan; kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan sebagainya.
-        Kurang dewasa; suka berfantasi, berangan-anagan, mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya
-        Agresif; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
2)      Sosial /emosi
-        Sering melanggar norma masyarakat
-        Sering mengganggu dan bersifat agresif
-        Secara emosional sering merasa rendah diri dan mengalami kecemasan
3)      Karakteristik akademik
-     Hasil belajarnya seringkali jauh di bawah rata-rata
-     Seringkali tidak naik kelas
-     Sering membolos sekolah
-     Seringkali melanggar peraturan sekolah dan lalulinta

Klasifikasi Anak Tuna Laras
Beberapa klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan perilaku sosial ini adalah:
1)      Berdasarkan perilakunya
-        Beresiko tinggi; hiperaktif suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai oranglain, mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan sebagainya.
-        Beresiko rendah; autism, kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan sebagainya.
-        Kurang dewasa; suka berfantasi, berangan-anagan, mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya
-        Agresif; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
2)      Berdasarkan Kepribadian
-        Kekacauan perilaku
-        Menarik diri (withdrawll)
-        Ketidakmatangan (immaturity)
-        Agresi sosial

Sumber 3 :
Santoso, Hargio.2012.Cara Memahami & Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus.Yogyakarta: Gosyen Publishing
Anak Tuna Laras
A.    Istilah Tuna Laras
Perilaku menyimpang ( behavioral impairment) merupakan istilah berkaitang dengan kelainan perilaku yang banyak dibicarakan  oleh para pendidik dan istilah gangguan emosi dan kelainan perilaku sebenarnya lebih banyak  digunakan para psikiater dan psikolog. Variasi istilah ini berkaita dengan perbedaan pandangan terhadap aspek kelainan, seperti aspek emotional, social, behavior dan personal.
Rhoides menganjurkan pendekatan ekologi dalam memaknai gangguan perilaku. Ketidakstabilan emosi dan perilaku lebih merupakan suatu produk biaya, masyarakat, dan lingkungan keluarga dimana orag itu ada  sebagai individu hasil dari lingkugan tersebut. Para antropolog budaya telah mengenali bahwa perilaku normal  dalam suatu budaya mungkin dianggap tidak noral oleh budayanya lainnya. Di Amerika menyebutkan istilah ketidakstabilan  emosi yang serius diambil untuk menegaskan bahwa ketidakstabilan emosi saja yang merupakan  bagian pengalaman yang tidak normal dari setiap orang.
Kelainan perilaku anak yang menyimpang dariperilaku normal, diidentifikasi adanya pertentangan dengan orang dan masyarakat sekitarnya, sebagian besar hasil belajar dan tes intelegensi pada skor rendah, diperkirakan  2-22% dari anak-anak  usia sekolah dan lebih banyak anak laki-laki daripada perempuan.
Pendapat lain, bahwa privalansi dari anak dengan perilaku menyimpang berkisar lima hingga 20 persen atau bahkan lebih dari populasi anak usia sekolah. Adanya tekanan-tekanan  yang sering terjadi di masyarakat terhadap anak, ditambah dengan ketidakstabilan anak bersangkutan dalam pergaulan lingkungannya seringkali menjadi penyebab perilaku-perilaku yang menyimpang.Dapat juga terjadi, bila seseorang anak kurang memahami akan aturan-aturan yang ada dalam kehidupan masyarakat atau juga dapat terjadi oleh karena adanya suatu pandangan yang keliru terhadap sekelompok minoritas tertentu, dapat menjadi sebab anak yang suka melawan hukum atau aturan-aturan tertentu dan selalu memberontak untuk melawan orang yang berkuasa.
Perilaku sosio-adaptif perlu dipertimbangkan dalm memberikan reaksi dan melakukan penyesuaian oleh seseorang saat merespon terhadap pengalaman-pengalaman hidup yang diperoleh dalam lingkungannya.
Faktor-faktor sosio-adaptif antara lain:
1)   Perkembangan kedewasaan
2)   Penyesuaian sosial
3)   Kemampuan belajar
Jika seseorang mempunyai penyimpangan tingkat penyesuaian normal secara kronologis, dapat dipastikan menjadi anak yang kurang dapat meyesuaikan diri dan berperilaku menyimpang. Identifikasi terhadap kasus kelainan perilaku menyimpang dapat juga dipakai sebagai patokan untuk menggunakan program penyembuhan. Sebagai contoh:
a.    Jika seorang anak mempunyai psikologis maka diperlukan model psikoanalitis yang lebih menekankan pada psikodinamis.
b.   Jika seorang anak menunjukkan penyimpangan perilaku dalam bermasyarakat maka diperlukan  penanganan dengan model perilaku, yaitu dengan cara memodifikasi untuk belajar berperilaku yang benar daripada membetulkan kasus-kasusnya.
c.    Tipe perilaku yang tampak, merupakan refleksi-refleksi dari perasaan diri seperti marah, merasa menemui kegagalan, takut, frustasi dan lain sebagainya. Perilaku semacam ini sering diikuti dengan masalah-masalah lain berkaitan dengan kegagalan dalam belajar dan berbicaranya gagap.
Ada tiga perilaku utama yang tampak pada seseorang anak dengan kelainan perilaku yang menyimpang, yaitu agresif, suka menghindar diri dari keramaian, serta sikap bertahan diri. Mekanisme pertahan diri, merupakan perilaku yang dilakukan untuk melindungi diri dari situasi berbahaya secara psikologis, ini selalu dilakukan oleh semua orang dalam populasi secara umum, tetapi bila dilakukan secara berlebiha atau tidak wajar maka timnul kelainan perilaku.
B.     Penggolongan Anak Tuna Laras
Penggolongan Anak Tuna Laras dapat ditinjau dari segi gangguan atau hambatan dan kualitatif berat ringannya kenakalan, dengan penjelasan sebagai berikut.
1.      Menurut jenis gangguan dan hambatan
a)      Gangguan Emosi
Anak Tuna Laras yang mengalami hambatan  atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu senang-sedih,lambat-cepat marah, dan rileks tertekan. Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekan dan merasa cemas.
b)      Gangguan Sosial
Anak ini mengalami gangguan atau merasa kurang senang mengahdapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala- gejala perbuatan ini adalah seperti sikap bermusuhan, agresif, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala dan lain sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu ketentraman dan kebahagiaan orang lain.
2.      Klasifikasi berat-ringannya kenakalan
Ada beberapa kriteria yang dpaat dijadikan pedoman untuk menetapkan berat-ringannya kriteria itu adalah sebagai berikut.
a)      Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semakin tinggi emiliki perasaan negative terhadap orang lain. Makin dalam rasa negative semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut.
b)      Frekuensi tindakan, artinya frekuensi tindakan semakin  sering dan tidak menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalannya.
c)      Berat ringannya pelanggaran atau kejahata yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi hukum.
d)     Tempat atau situasi kenakalan yang dilakukan artinya anak berani berbuat kenakalan di masyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila dirumah.
e)      Mudah sukarnya dipengaruhi untuk bertingkah laku.Para pendidik atau orang tua dapat mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak.
f)       Tunggal atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang tuna laras jua mempunyai ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya.