Anak
Berkebutuhan Khusus
A.
Tuna
Grahita
Sumber
1 :
Wardani,dkk.
2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa.
Jakarta : Universitas Terbuka.
1)
Peristilahan
Banyak istilah yang digunakan untuk
menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata.
a) Mental retardation,
banyak digunakan diAmerika Serikat dan di terjemahkan dalam bahasa Indonesia
sebagai terbelakang mental.
b) Feebleminded (lemah
pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok tunagrahita ringan.
c) Mental subnormality
digunakan di Inggris, pengertiannya sama dengan mental retardation.
d) Mental deficiency,
menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang menyerang
organ tubuh.
e) Mentally handicapped, dalam
bahasa Indonesia dikenal dengan istilah caact mental.
f) Intellectually handicapped, merupakan
istilah yang banyak digunakan di New Zealand.
g) Intelellectual disabled, istilah
ini banyak digunakan oleh PBB.
Kata “mental” dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual,
dan bukan kondisi psikologis. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai
penyandang tunagrahita, mengalami perkembangan, seperti berikut.
a) Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan
sekitar tahun 1967
b) Terbelakang mental, digunakan
sejak tahun 1967 hingga tahun 1983
c) Tunagrahita, digunakan
sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.
Beragamnya istilah yang digunakan
disebabkan oleh perbedaan latar belakang keilmuan dan kepentingan para ahli
yang mengemukakannya. Namun demikian, semua istilah tersebut tertuju pada
pengertian yang sama, yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya
perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan
rata-rata atau anak pada umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku
penyesuaian.
2)
Pengertian
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh
para ahli. Salah satu definisi yang diterima secara luas dan menjadi rujukan
utama ialah definisi yang dirumuskan Grossman (1983) yang secara resmi
digunakan AAMD (American Association on
Mental Deficiency) sebagai berikut. Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi
intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata
(normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan
semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya. Sejalan
dengan definisi tersebut, AFMR (Vivian Navaratnam, 1987: 403) menggariskan bahwa
seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus melebihi komponen keadaan
kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata, adanya ketidakmampuan dalam
menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku di masyarakat.
Dari
definisi tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah,
a) Fungsi intelektual umum secara
signifikan berada di bawah rata-rata, maksudnya bahwa
kekurangan itu harus benar-benar meyakinkan sehingga yang bersangkutan
memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh, anak normal rata-rata
mempunyai IQ 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
b) Kekurangan dalam tingkah laku
penyesuaian (perilaku adaptif), maksudnya bahwa yang
bersangkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya.
c) Ketunagrahitaan berlangsung pada
periode perkembangan, maksudnya adalah ketunagrahitaan itu
terjadi pada usia perkembangan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa
untuk dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita, seseorang harus memiliki
ketiga ciri-ciri tersebut. Apabila seseorang hanya memiliki salah satu
ciri-ciri tersebut maka yang bersangkutan belum dapat dikategorikan sebagai
penyandang tunagrahita. Oleh karena itu, di Amerika muncul istilah “Tunagrahita
6 jam” (Kirk & Gallagher, 1986: 118). Istilah ini muncul disebabkan seorang
anak tidak dapat menyesuaikan diri selama 6 jam berada di sekolah, akan tetapi
mereka dapat menyesuaikan diri dengan sukse di lingkungannya pada jam-jam lain
di hari yang sama.
A.
Klasifikasi
Anak Tunagrahita
Klasifikasi anak tunagrahita yang telah
lama dikenal adalah debil, imbecile,
dan idiot. Sedangkan klasifikasi yang dilakukan oleh kaum pendidik di Amerika
adalah educable mentally retarded
(mampu mendidik), trainable mentally
retarded (mampu latih), dan totally/custodial
dependent (mampu rawat). Pengelompokan yang telah disebutkan itu telah
jarang digunakan karena terlampau mempertimbangkan kemampuan akademik
seseorang.
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah
yang dikemukakan oleh AAMD (Hallahan, 1982: 43), sebagai berikut.
a) Mild mental retardation (tunagrahita
IQ-nya 70-55 ringan)
b) Moderate mental retardation (tunagrahita
IQ-nya 55-40 sedang)
c) Severe mental retardation (tunagrahita
IQ-nya 40-25 berat)
d) Profound mental retardation (tunagrahita
IQ-nya 25 ke bawah sangat berat)
Klasifikasi yang digunakan diIndonesia
saat ini sesuai dengan PP 72 Tahun 1991 adalah sebagai berikut.
a) Tunagrahita
ringan IQ-nya 50-70
b) Tunagrahita
sedang IQ-nya 30-50
c) Tunagrahita
berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30
Pengelompokan
berdasarkan kelainan jasmani yang disebut tipe klinis. Tipe-tipe klinis yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
a) Down Syndrome (Mongoloid)
Anak
tunagrahita jenis ini disebut demikian karena memiliki raut muka menyerupai
orang mongol dengan mata ipit dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar,
telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
b) Kretin (Cebol)
Anak
ini memperlihatkan ciri-ciri seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan
pendek dan bongkok, kulit kering tebal dan keriput, rambut kering, lidah dan
bibir , kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi
terlambat.
c) Hydrocephal
Anak
ini memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran
tidak sempurna, mata kadang-kadang juling
d) Microcephal
Anak
ini memiliki ukuran kepala yang kecil
e) Macrocephal
Anak
ini memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal.
B.
Penyebab
dan Cara Pencegahan Ketunagrahitaan
1)
Penyebab
Seseorang menjadi tunagrahita disebabkan
oleh berbagai factor. Para ahli membagi factor penyebab tersebut atas beberapa
kelompok.
Strauss
membagi factor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus yaitu endogen dan
eksogen. Factor endogen apabila letak penyebabnya pada sel keturunan dan
eksogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya infeksi, virus menyerang
otak, benturan kepalayang keras, radiasi (Moh. Amin, 1995:62).
Cara lain yang sering digunakan dala
pengelompokan factor penyebab ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu
terjadinya, yaitu factor yang terjadi sebelum lahir (prenatal), saat kelahiran
(natal), dan setelah lahir (postnatal).
Berikut ini akan dibahas beberapa penyebab
ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang berasal dari factor keturunan
maupun factor lingkungan.
a) Factor
keturunan
Penyebab
kelainan yang berkaitan dengan factor keturunan, meliputi hal-hal berikut.
·
Kelainan kromosom, dilihat dari bentuknya
dapat berupa inverse (kelainan yang
menyebabkan berubahnya urutan gene karena melilitnya kromosom), delesi (kegagalan meiosis, yaitu salah
satu pasangan tidakmembelah sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah
satu sel), duplikasi (kromosom tidak
berhasil memisajkan diri sehingga terjadi kelebihan kromosom pada salah satu
sel yang lain), translokasi (adanya
kromosom yang patah dan patahannya menempel pada kromosom lain).
·
Kelainan gene, kelainan ini terjadi pada
waktu mutasi, tidak selamanya tampak dari luar(tetap dalam tingkat genotif).
b) Gangguan
metabolism dan gizi
Kegagalan metabolism dan kegagalan
pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengkibatkan terjadinya gangguan fisik dan
mental pada individu. Kelainan itu dapat berupa phenylketonuria (akibat gangguan metabolism asam amino) dengan
gejala yang Nampak berupatunagrahita, keurangan pigmen, kejang saraf, kelainan
tingkah laku. Gargoylism (kerusakan
metabolism saccharide yang menjadi tempat penyimpanan asam mucopolysaccharide
dalam hati, limpa kecil dan otak) dengan gejala yang tampak berupa
ketidaknormalan tinggi badan, kerangka tubuh yang tidak proporsional, telapak
tangan lebar dan pendek, persendian kaku, lidah lebar dan menonjol, dan
tunagrahita. Cretinism (keadaan
hypohydroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau saat dilahirkan)
dengan gejala yang tampak berupa ketidaknormalan fisik yang khas dan
ketunagrahitaan.
c) Infeksi
dan keracunan
Keadaan ini diseabkan oleh terjangkitnya
penyakit-penyakit selama janin masih berada dalam kandungan. Penyakit yang
dimaksud, antara lainrubella yang mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya
kelainan pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat badan sangat kurang ketika
lahir, syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun, hamper pada semua kasus
berakinbat ketunagrahitaan.
d) Trauma
dan zat radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak
ketika bayi dilahirkan atau terkena zat radioaktif saat hamil dapat
mengakibatkan ketunagrahitaan. Trauma yang terjadi pada saat dilahirkan
biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga memerlukan alat bantu.
e) Masalah
pada kelahiran
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran,
misalnya kelahiran yang disertai hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita
kerusakan otak, kejang dan nafas pendek.
f) Factor
lingkungan
Studi yang dilakukan Kirk (Triman
Prasadio, 1982: 25) menemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang
tingkat sosial ekonominya rendah menunjukkan kecenderungan mempertahankan
mentalnya pada taraf yang sama, bahkan prestasi belajarnya semakin berkurang
dengan meningkatnya usia. Triman Prasadio (1982: 26) mengemukakan bahwa
kurangnya rangsang intelektual yang memadai mengakibatkan timbulnya hambatan
dalam perkembangan intelegensia sehingga anak dapat berkembang menjadi anak
retardasi mental.
2)
Usaha
Pencegahan Ketunagrahitaan
Berbagai
alternatif upaya pencegahan yang disarankan, antara lain.
a) Penyuluhan
genetik, yaitu suatu usaha mengkomunikasikan berbagai informasi mengenai
masalah genetika.
b) Diagnostic prenatal, yaitu usaha pemeriksaan
kehamilan sehingga dapat diketahui lebih dini apakah janin mengalami kelainan.
c) Imunisasi,
dilakukan terhadap ibu hamil maupun anak balita.
d) Tes
darah, dilakukan terhadap pasangan yang akan menikah untuk menghindari
kemungkinan menurunkan benih-benih kelainan.
e) Melalui
program keluarga berencana, pasangan suami istri dapat mengatur kehamilan dan
menciptakan keluarga yang sejahtera baik fisik dan psikis.
f) Tindakan
operasi, hal ini dibutuhkan apabila ada kelahiran dengan resiko tinggi,
misalnya kekurangan oksigen, adanya trauma pada masa proses kelahiran
g) Sanitasi
lingkungan, yaitu mengupayakan terciptanya lingkungan yang baik sehingga tidak
mengahambat perkembangan bayi/anak.
h) Pemeliharaan
kesehatan, terutama pada ibu hamil yang menyangkut pemeriksaan kesehatan selama
hamil, penyediaan vitamin, menghindari radiasi, dan sebagainya.
i)
Intervensi dini, dibutuhkan oleh para
orang tua agar dapat membantu perkembangan anaknya secara dini.
C.
Kebutuhan
Pendidikan
1)
Landasan
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
Landasan anak tunagrahita membutuhkan
pendidikan dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a) Landasan
sebagai alasan adanya kebutuhan pendidikan bagi anak tunagrahita.
Anak
tunagrahita ringan dapat mendidik diri sendiri dalam hal-hal sederhana,
misalnya cara makan-minum dan anak tunagrahita sedang, berat, dan sangat berat
dapat dididik dengan mengaktualisasikan potensi yang mereka miliki.
b) Landasan
sebagai alasan perlunya pencapaian kebutuhan pendidikan bagi anak tunagrahita.
Landasan
ini meliputi, (1) landasan agama dan peri kemanusiaan yang mengakui bahwa tiap
insane wajib bertakwa kepada Tuhan dan memiliki hak yang sama dalam memperoleh
pendidikan, (2) landasan falsafah Indonesia (Pancasila dan UUD 1945), (3)
landasan hukum positif seperti UUSPN No. 2 Tahun 1989, PP No. 72 Tahun 1991,
dan Deklarasi PBB tentang hak dan aturan mengimplementasikan pendidikan
khususnya bagi anak tunagrahita, (4) landasan sosial ekonomi yang mengharapkan bahwa
anak tunagrahita tidak menjadi manusia yang konsumtif semata, (5) martabat
bangsa yang menggambarkan tingginya perhatian bangsa terhadap penyandang cacat
khususnya tunagrahita.
c) Landasan
sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
Cara
memenuhi kebutuhan pendidikan ini meliputi (1) persamaan hak dengan anak normal
bahwa anak tunagrahita juga membutuhkan layanan pendidikan yang sama dengan
anak normal, (2) perbedaan individual dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan
harus sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak tersebut, (3) didasarkan
pada keterampilan praktis bahwa pendidikan pada anak tunagrahita didasarkan
pada keterampilan praktis mengingat keterbatasan kecerdasan intelektualnya, (4)
didasarkan pada sikap rasional dan wajar bahwa dalam member layanan kepada anak
tunagrahita tidak boleh dimanjakan atau sebaliknya dibiarkan.
2)
Tujuan
pendidikan anak tunagrahita
Tujuan pendidikan anak tunagrahita seerti yang diungakpkan Kirk (1986) adalah
(a) dapat mengembangkan potensi dengan sebaik-baiknya, (b) dapat menolong diri
sendiri dan berguna bagi masyarakat, (c) memiliki kehidupan lahir batin yang
layak. Sedangkan tujuan pendidikan anak tunagrahita yang dikemukakan Suhaeri HN
(1980) sebagai berikut.
a) Tujuan
pendidikan anak tunagrahita ringan adalah (1) agar dapat mengurus dan membina
diri, (2) agar dapat bergaul di masyarakat, (3) agar dapat mengerjakan sesuatu
untuk beal hidupnya.
b) Tujuan
pendidikan anak tunagrahita sedang adalah (1) agar dapat mengurus diri seperti
makan, berpakaian dan kebersihan badan, (2) agar dapat bergaul dengan anggota
keluarga dan tetangga, (3) agar dapat mengerjakn sesuatu secara rurin dan
sederhana.
c) Tujuan
pendidikan anak tunagrahita berat dan sangat berat adalah (1) agar dapat
mengurus diri dengan sederhana seperti memberi tanda apabila menginginkan
sesuatu, (2) agar dapat melakukan kesibukan yang bermanfaat, (3) agar dapat
bergembira atau menghibur dirinya sendiri.
D.
Jenis
layanan bagi anak tunagrahita
Makin
ringan kelainan yang disndangnya maka makin sedikit layanan pendidikan luar
biasa yang dibutuhkannya dan sebaliknya makin berat kelainannya makin banyak
pula layanan pendidikan luar biasa yang dibutuhkan. Berikut ini akan
dikemukakan hal-hal yang berkaitn dengan jenis layanan anak tunagrahita.
1)
Tempat
dan sistem layanan
a) Tempat
khusus atau sistem segregasi
Tempat/sistem
layanan pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi tempat khusus/sistem
segregasi adalah.
·
Sekolah Khusus
Sekolah khusus adalah Sekolah Luar
Biasa untuk anak tunagrahita disebut (SLB-C). murid yang ditampung khusus untuk
satu jenis kelainan atau khusus melihat ringan beratnya kelainan.
·
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB ini merupakan suatu sekolah pada
tingkat dasar yang hanya menampung anak tunagrahita usia sekolah dasar.
·
Kelas Jauh
Kelas jauh adalah keas yang dibentuk
untuk memberikan layanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak
tunagrahita yang bertempat tinggal jauh dari SLB/SDLB.
·
Guru kunjung
Guru berkunjung ke sekolah khusus
yang terdapat anak tunagrahita yang mengalami kelainan berat
·
Lembaga perawatan (institusi khusus)
Disediakan lembaga khusus yang
melayani dan merawat anak tunagrahita yang tergolong berat dan sangat berat.
b)
Sekolah umum dengan sistem integrasi
(terpadu)
·
Kelas biasa tanpa kekhususan baik bahan
pelajaran maupun guru
Anak tunagrahita yang dimasukkan ke
kelas ini adalah yang tergolong tunagrahita ringan. Mereka memerlukan perhatian
khusus dari guru kelas dalam penempatan tempat duduk, pengelompokan dengan
teman-temannya, dan kebiasaan bertanggungjawab.
·
Kelas biasa dengan guru konsultan
Anak tunagrahita mengikuti
pembelajaran bersama anak normal dalam satu kelas dengan menggunakan kurikulum
untuk anak normal. Bentuk keterpaduan ini menyediakan guru ahli PLB sebagai
guru konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru mata pelajaran, dan
orangtua anak tunagrahita.
·
Kelas biasa dengan guru kunjung
Guru kunjung yang bertugas sebagai
konsultan, tidak setiap hari bekerja di sekolah tersebut, melainkan hanya pada
waktu-waktu tertentu saja mengajar anak tunagrahita dan juga memberi petunjuka atau saran kepada
guru kelas.
·
Kelas biasa dengan ruang sumber
Ruang sumber adalah ruang yang
digunakan oleh guru pembimbing khusus untuk memberikan pengarahan/pelatihan
secara khusus terhadap anak tunagrahita.
·
Kelas khusus sebagian waktu
Kelas khusus adalah suatu kelas yang
ada di sekolah biasa, yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran bagi anak
tunagrahita yang tergolong ringan tingkat bawah atau tunagrahita sedang tingkat
atas.
·
Kelas khusus
Kelas ini juga berada di sekolah
biasa yang berupa ruangan khusus untuk anak tunagrahita yang tergolong sedang
lebih efektif ditempatkan di kelas ini.
2) Ciri Khas Layanan
Hal-hal
yang khas dalam pendidikan anak tunagrahita adalah sebagai berikut.
a)
Ciri-ciri khusus
Bahasa
yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa yang sederhana dan tidak
berbelit, dan jelas. Penempatan anak tunagrahita di kelas, anak ditempatkan di
depan dengan anak yang hamper sama kemampuannya dan anak yang dapat menimbulkan
sikap keakraban. Ketersediaan program khusus untuk anak tunagrahita.
b)
Prinsip khusus
·
Prinsip skala perkembangan mental, guru
memahami usia kecerdasan anak tunagrahita agar lebih mudah menentukan materi
pelajaran sesuai dengan usia mental anak.
·
Prinsip kecekatan motorik, anak
tunagrahita dapat mempelajari sesuatu dengan melakukannya dan dapat melatih
motorik anak yang kurang mereka kuasai.
·
Prinsip keperagaan, dalam mengajarkan anak
tunagrahita guru dapat menggunakan alat peraga untuk membantu penyampaian
materi pelajaran.
·
Prinsip pengulangan, anak tunagrahita
cepat lupa mengenai apa yang dipelajarinya sehingga mereka membutuhkan
pengulangan-pengulangan disertai contoh yang bervariasi.
·
Prinsip korelasi, bahan pelajaran baiknya
berhubungan dengan bidang ainnya atau berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
anak tunagrahita.
·
Prinsip maju berkelanjutan, pelajaran
diulangi dahulu dan apabila anak menunjukkan kemajuan segera diberi bahan
berikutnya.
·
Prinsip individualisasi, menekankan
perhatian pada perbedaan individual anak tunagrahita. Anak tunagrahita belajar
sesuai dengan iramanya sendiri.
3) Strategi dan Media Pembelajaran
a)
Strategi
Strategi
yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita adalah.
·
Strategi pembelajaran yang
diindividualisasikan, diberikan kepada tiap murid meskipun mereka belajar
bersamatetapi materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tiap
anak. Dalam pelaksanaannya pengelompokan murid yang memungkinkan murid dapat
berinteraksi, bekerjasama. Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan
murid melakukan kegiatan yang beraneka ragam. Mengadakan pusat belajar, pada
tiap pusat belajar tersedia bahan yang dapat dipilih dan digunakan oleh anak
itu sendiri.
·
Strategi kooperatif, memiliki keunggulan
adalam meningkatkan sosialisasi antara anak tunagrahita dengna anak normal.
Menumbuhkan sikap positif anak normal untuk menghargai prestasi yang dimiliki
oleh anak tunagrahita, sehingga harga diri dan potensi anak tunagrahita
meningkat seoptimal mungkin.
·
Strategi modifikasi tingkah laku,
dilakukan pada anak tunagrahita yang tergolong sedang ke bawah. Tujuan strategi
ini untuk mengubah dan menghilangkan perilaku tidak baik menjadi perilaku baik.
b)
Media
Pendidikan
anak tunagrahita membutuhkan media seperti alat bantu belajar yang lebih banyak
mengingat keterbatasan kecerdasan intelektualnya. Dalam menciptakan media pendidikan
anak tunagrahita, guru perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain (1)
bahan tidak berbahaya bagi anak, mudah diperoleh, dapat digunakan oleh anak,
(2) warna tidak mencolok dan tidak abstrak, (3) ukurannya harus dapat digunakan
atau diatur penggunaannya oleh anak itu sendiri (ukuran meja dan kursi).
E. Evaluasi
Evaluasi
belajar pada anak tunagrahita membutuhkan rumusan ketentuan-ketentuan mengingat
berat dan ringannya ketunagrahitaan. Berikut ini akan dikemukakan
ketentuan-ketentuan khusus dalam melaksanakan evaluasi belajar anak
tunagrahita.
a) Waktu
mengadakan evaluasi, evaluasi belajar anak tunagrahita tidak hanya dilakukan
pada saat kegiatan belajar mengajar berakhir atau pada waktu yang telah
ditetapkan, melainkan dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung.
b) Alat
evaluasi, penggunaan alat evaluasi seperti tulisan, lisan dan perbuatan bagi
anak tunagrahita harus ditinjau lebih dahulu bagaimana keadaan anak tunagrahita
yang akan dievaluasi.
c) Kriteria
keberhasilan, penilaian pada anak tunagrahita adalah longitudinal maksudnya penilaian yang mengacu pada perbandingan
prestasi individu atas dirinya sendiri yang dicapainya kemarin dan hari ini.
d) Pencatatan
hasil evaluasi, pencatatan hasil evaluasi untuk anak tunagrahita tidak cukup
dengan menggunakan bentuk kuantitatif tetapi harus ditambah pula dengan
kualitatif.
Sumber
2 :
Pratiwi,
Ratih Putri. 2013. Kiat Sukses Mengasuh
Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Tuna
Grahita
Tuna grahita, demikian istilah yang
dikenalkan bagi mereka yang memiliki keterbelakangan mental. Menurut American
Association on Mental Deficiency, tuna grahita disebut sebagau ketidakmampuan
fungsi intelektual, secara umumnya lamban, yairu memiliki IQ kurang dari 84,
muncul sebelum usia 16 tahun, dan disertai dengan hambatan dalam perilaku
adaptif. Selain itu, dikatakan oleh Japan League for Mentally Retarded bahwa
tuna grahita atau retardasi mental dialami saat usia perkembangan antara masa
konsepsi sampia 18 tahun dan disertai dengan hambatan berperilaku adaptif.
Anak tuna grahita difokuskan pada
anak - anak dengan tingkat kecerdasan jauh di bawah anak - anak dengan tingkat
kecerdasan normal sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.
Ada beberapa ciri yang mengikuti
keterbelakangan mental, sebagai berikut.
Ø memiliki
IQ di bawah normal, yaitu sekitar di bawah 80.
Ø tidak
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Ø tidak
mampu memikirkan permasalahan yang berbelit dan abstrak.
Ø lemah
dalam pelajaran yang bersifat akademik, seperti menulis, membaca, berhitung,
dan turunannya.
Anak - anak yang mengalami tuna
grahita dimasukkan ke dalam beberapa tahapan, ialah sebagai berikut.
a)
Tuna Grahita Ringan
Anak - anak yang tergolong tuna grahita ringan disebut
juga dengan istilah debil atau tuna grahita yang mampu dididik. Sebutan
tersebut karena anak tuna grahita kategori ini masih dapat menerima pendidikan
sebagaimana anak normal, tetapi dengan kadar ringan dan cukup menyita waktu.
Anak tuna grahita ringan rata - rata memiliki tingkat intelegensi antara 50 -
80. Dengan tingkat intelegensi tersebut, anak tuna grahita ringan bisa
melakukan kegiatan dengan tingkat kecerdasan anak - anak normal usia 12 tahun.
Cukup bagus apabila terus dilatih dan dibiasakan untuk belajar dan berpikir,
asalkan tidak terlampau dipaksakan sehingga mereka merasa sangat terbebani.
b) Tuna
Grahita Sedang
Anak - anak tergolong tuna grahita sedang disebut juga
anak - anak yang mampu latih atau diistilahkan sebagai imbesil. Anak - anak ini
minimal mampu dilatih untuk mandiri., menjalankan aktivitas keseharian sendiri
tanpa bantuan orang lain. Namun, untuk memahami pelajaran yang bersifat
akademis, anak - anak kurang mampu melakukannya. Anak tuna grahita sedang rata
- rata memiliki tingkat intelegensi antara 30 - 50. Dengan tingkat intelegensi
tersebut, anak - anak tuna grahita sedang bisa mencapa kecerdasan maksimal
setara anak normal usia 7 tahun. Latihan dan kesabaran dipelukan agar anak -
anak ini tetap mampu menolong dirinya sendiri dalam melakukan kegiatan sehari -
hari.
c) Tuna
Grahita Berat
Anak - anak tergolong tuna grahita berat diistilahkan
sebagai idiot atau perly rawat. Anak - anak tergolong ini sulit diajarkan.
Mandiri karena keterbatasan mental dan pemikiran ke arah kemandirian. Untuk
menolong dirinya sendiri dalam bertaham hidup, rasanya sulit bagi anak - anak
golongan ini. Kadang berjalan, makan, dan membersihkan diri perlu dibantu oleh
orang lain. Anak tuna grahita berats memiliki tingkat intelegensi di bawah 30.
Dengan tingkat intelegensi tersebut, anak tuna grahita berat hanya mampu
memiliki kecerdasan optimal setara dengan anak normal usia 3 tahun. Oleh sebab
itu, diperlukan kesabaran ekstra dan kasih sayang penuh untuk merawat mereka
sepanjang hidupnya.
Secara umum, faktor yang mempengaruhi penyebab tuna
grahita ialah sebagi berikut.
a) Faktor
genetis atau keturunan, yang dibawa dari gen ayah dan ibu.
b) Faktor
metabolisme dan gizi yang buruk, hal ini terjadi saat ibu sedang hamil atau
menyusui.
c) Infeksi
dan keracunan yang bisa terjadi pada saat hamil.
d) Proses
kelahiran, terdapat beberapa proses kelahiran yang menggunakan alat bantu
semacam tang atau catur untuk menarik kepala bayi karena sulit keluar.
e) Lingkungan
buruk, di antaranya lemahnya ekonomi dan kurangnya pendidikan sehingga keadaan
kehamilan dan masa menyusui menjadi kurang optimal.
Sumber
3 :
Suparno.2007.Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal PendidikanTinggi
Departemen Pendidikan Nasional
Anak Tunagrahita
Amin, 1995:34-37) dicirikan dalam hal: kecerdasan, sosial, fungsi
mental, dorongan dan emosi, kepribadian serta organisme. Masing-masing hal itu
sebagai aspek diantara tunagrahita dengan dijelaskan sebagai berikut:
1) Intelektual.
Dalam
pencapaian tingkat kecerdasan bagi tunagrahita selalu dibawah rata-rata dengan
anak yang seusia sama, demikian juga perkembangan kecerdasan sangat terbatas.
Mereka hanya mampu mencapai tingkat usia mental setingkat usia mental anak usia
mental anak Sekolah Dasar kelas IV, atau kelas II, bahkan ada yang mampu
mencapai tingkat usia mental setingkat
usia mental anak pra sekolah. Dalam hal belajar, sukar memahami masalah.
Masalah yang bersifat abstrak dan cara belajarnya banyak secara membeo (rote
learning) bukan dengan pengertian.
2)
Segi
sosial.
Dalam kemampuan bidang sosial juga mengalami kelambatan
kalau dibandingkan dengan anak normal sebaya. Hal ini ditunjukkan dengan
pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri. Waktu
masih kanak-kanak mereka harus dibantu terus menerus, disuapi makanan,
dipasangkan dan ditanggalkan pakaiannya, diawasi terus menerus, setelah dewasa
kepentingan ekonominya sangat tergantung pada bantuan orang lain. Kemampuan
sosial mereka ditunjukkan dengan Social Age (SA) yang sangat kecil dibandingkan
dengan Cronological Age (CA). Sehingga skor sosial Social Quotient (SQ)nya
rendah.
3) Ciri
pada fungsi mental lainnya.
Mereka
mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, jangkauan perhatiannya sangat
sempit dan cepat beralih sehingga kurang tangguh dalam menghadapi tugas. Pelupa
dan mengalami kesukaran mengungkapkan kembali suatu ingatan, kurang mampu
membuat asosiasi serta sukar membuat kreasi baru.
4) Ciri
dorongan dan emosi
Perkembangan
dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat
ketunagrahitaannya masing-masing. Anak yang berat dan sangat berat
ketunagrahitaannya hampir tidak memperlihatkan dorongan untuk mempertahankan
diri, dalam keadaan haus dan lapar tidak menunjukkan tanda-tandanya, mendapat
perangsang yang menyakitkan tidak mampu menjauhkan diri dari perangsang
tersebut. Kehidupan emosinya lemah, dorongan biologisnya dapat berkembang
tetapi penghayatannya terbatas pada perasaan senang, takut, marah, dan benci.
Anak yang tidak terlalu berat ketunagrahitaannya mempunyai kehidupan emosi yang
hampir sama dengan anak normal tetapi kurang kaya, kurang kuat, kurang beragam,
kurang mampu menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial.
5) Ciri
kemampuan dalam bahasa
Kemampuan
bahasa sangat terbatas perbendaraaan kata terutama kata yang abstrak. Pada anak
yang ketunagrahitaannnya semakin berat banyak yang mengalami gangguan bicara
disebabkan cacat artikulasi dan problem dalam pembentukan bunyi.
6) Ciri
kemampuan dalam bidang akademis
Mereka
sulit mencapai bidang akademis membaca dan kemampuan menghitung yang
problematis, tetapi dapat dilatih dalam menghitung yang bersifat perhitungan.
7) Ciri kepribadian
Kepribadian anak tunagrahita dari berbagai
penelitian oleh Leahy, Balla, dan Zigler (Hallahan & Kauffman, 1988:69)
bahwa anak yang merasa retarded tidak percaya terhadap kemampuannya, tidak
mampu mengontrol dan mengarahkan dirinya sehingga lebih banyak bergantung pada
pihak luar (external locus of control). Mereka tidak mampu untuk mengarahkan
diri sehingga segala sesuatu yang terjadi pada dirinya bergantung pengarahan
dari luar.
8) Ciri kemampuan dalam organisme.
Kemampuan anak tunagrahita untuk
mengorganisasi keadaan dirinya sangat jelek, terutama pada anak tunagrahita
yang kategori berat. Hal ini ditunjukan dengan baru dapat berjalan dan
berbicara pada usia dewasa, sikap gerak langkahnya kurang serasi, pendengaran
dan penglihatannya tidak dapat difungsikan, kurang rentan terhadap perasaan
sakit, bau yang tidak enak, serta makanan yang tidak enak.
Sedangkan karakteristik anak tunagrahita,
yang lebih spesifik berdasarkan berat ringannya kelainan dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1) Mampu didik
Mampudidik merupakan istilah pendidikan
yang digunakan untuk mengelompokkan tunagrahita ringan. Mampudidik memiliki
kapasitas inteligensi antara 50 – 70 pada skala Binet maupun Weschler. Mereka
masih mempunyai kemampuan untuk dididik dalam bidang akademik yang sederhana
(dasar) yaitu membaca, menulis dan berhitung. Anak mampudidik kemampuan
maksimalnya setara dengan anak usia 12 tahun atau kelas 6 sekolah dasar,
apabila mendapatkan layanan dan bimbingan belajar yang sesuai maka anak mampu
didik dapat lulus sekolah dasar. Anak mampu didik setelah dewasa masih
memungkinkan untuk dapat bekerja mencari nafkah, dalam bidang yang tidak
memerlukan banyak pemikiran. Tunagrahita mampudidik umumnya tidak desertai
dengan kelainan fisik baik sensori maupun motoris, sehingga kesan lahiriah anak
mampudidik tidak berbeda dengan anak normal sebaya, bahkan sering anak mampu
didik dikenal dengan terbelakang mental 6 jam, hal ini dikarenakan anak
terlihat terbelakang mental sewaktu mengikuti pelajaran akademik di sekolah
saja, yang mana jam sekolah adalah 6 jam setiap hari.
2) Mampu latih
Tunagrahita mampu latih secara fisik
sering memiliki atau disertai dengan kelinan fisik baik sensori mapupun
motoris, bahkan hampir semua anak yang memiliki kelainan dengan tipe klinik
masuk pada kelompok mampu latih sehingga sangat mudah untuk mendeteksi anak
mampu latih, karena penampilan fisiknya (kesan lahiriah) berbeda dengan anak
normal sebaya. Anak mampulatih memiliki kapasitas inteligensi (IQ) berkisar
antara 30 – 50, kemampuan tertingginya setara dengan anak normal usia 8 tahun
atau kelas 2 SD. Kemampuan akademik anak mampulatih tidak dapat mengikuti
pelajaran yang bersifat akademik walaupun secara sederhana seperti membaca,
menulis dan berhitung. Anak mampulatih hanya mampu dilatih dalam keterampilan
mengurus diri sendiri dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3) Perlu rawat
Anak perlu rawat adalah klasifikasi anak
tunagrahita yang paling berat, jika pada istilah kedokteran disebut dengan
idiot. Anak perlu rawat memiliki kapasitas inteligensi di bawah 25 dan sudah
tidak mampu dilatih keterampilan. Anak ini hanya mampu dilatih pembiasaan
(conditioning) dalam kehidupan sehari-hari. Seumur hidupnya tidak dapat lepas
dari orang lain
Klasifikasi Tuna Grahita
Untuk
memahami klasifikasi anak tunagrahita maka perlu disesuaikan dengan
klasifikasinya karena setiap kelompok tunagrahita memiliki klasifikasi yang
berbeda-beda. Sesuai dengan bidang bahasan pada materi ini akan dibahas
klasifikasi akademik tunagrahita sebagai berikut:
Ada
beberapa klasifikasi atau pengelompokkan tunagrahita berdasarkan berbagai
tinjauan diantaranya:
1) Berdasarkan
kapasitas intelektual (sekor IQ)
Tunagrahita
ringan IQ 50 – 70
Tunagrahita
sedang IQ 35 – 50
Tunagrahita
berat IQ 20 – 35
Tunagrahita
sangat berat memiliki IQ di bawah 20
2) Berdasarkan
kemampuan akademik : Tunagrahita
mampudidik, Tunagrahita mampulatih , Tunagrahita perlurawat
3)
Berdasarkan tipe klini pada
fisik : Down’s Syndrone (Mongolism), Macro Cephalic (Hidro Cephalic), Micro
Cephalic
Pengklasifikasian anak tunagrahita perlu
dilakukan untuk memudahkan guru dalam menyusun program layanan/pendidikan dan
melaksanakannya secara tepat. Perlu diperhatikan bahwa perbedaan individu
(individual deferences) pada anak tunagrahita bervariasi sangat besar, demikian
juga dalam pengklasifikasi terdapat cara yang sangat bervariasi tergantung
dasar pandang dalam pengelompokannya. Klasifikasi itu sebagai berikut :
1)
Klasifikasi yang berpandangan
medis, dalam bidang ini memandang variasi anak tunagrahita dari keadaan tipe
klinis. Tipe klinis pada tanda anatomik dan fisiologik yang mengalami patologik
atau penyimpangan. Kelompok tipe klinis di antaranya:
a)
Down Syndrom (dahulu
disebut Mongoloid)
Pada tipe ini
terlihat raut rupanya menyerupai orang Mongol dengan ciri: mata sipit dan
miring, lidah tebal dan terbelah-belah serta biasanya menjulur keluar, telinga
kecil, tangan kering, semakin dewasa kulitnya semakin kasar, pipi bulat, bibir
tebal dan besar, tangan bulat dan lemah, kecil, tulang tengkorak dari muka
hingga belakang tampak pendek.
b)
Kretin
Pada tipe
kretin nampak seperti orang cebol dengan ciri: badan pendek, kaki tangan
pendek, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, kuku pendek dan tebal.
c)
Hydrocephalus
Gejala yang
nampak adalah semakin membesarnya Cranium (tengkorak kepala) yang disebabkan
oleh semakin bertambahnya atau bertimbunnya cairan Cerebro-spinal pada kepala.
Cairan ini memberi tekanan pada otak besar (cerebrum) yang menyebabkan
kemunduran fungsi otak.
d)
Microcephalus,
Macrocephalus, Brachicephalus dan Schaphocephalus
Keempat istilah tersebut menunjukkan
kelainan bentuk dan ukuran kepala, yang masing-masing dijelaskan sebagai
berikut:
-
Microcephalus : bentuk ukuran
kepala yang kecil
-
Macrocephalus : bentuk ukuran
kepala lebih besar dari ukuran normal
-
Brachicephalus : bentuk kepala
yang melebar
-
Schaphocephalus: memiliki
ukuran kepala yang panjang sehingga menyerupai menara
e)
Cerebral Palsy (kelompok
kelumpuhan pada otak)
Kelumpuhan pada otak mengganggu fungsi
kecerdasan, di samping kemungkinan mengganggu pusat koordinasi gerak, sehingga
kelainan cerebral palsy terdiri tunagrahita dan gangguan koordinasi gerak.
Gangguan koordinasi gerak menjadi kajian bidang penanganan tunadaksa, sedangkan
gangguan kecerdasan menjadi kajian bidang penanganan tunagrahita.
f)
Rusak otak (Brain Damage)
Kerusakan
otak berpengaruh terhadap berbagai kemampuan yang dikendalikan oleh pusat
susunan saraf yang selanjutnya dapat terjadi gangguan kecerdasan, gangguan
pengamatan, gangguan tingkah laku, gangguan perhatian, gangguan motorik.
2)
Klasifikasi yang berpandangan
pendidikan, memandang variasi anak tunagrahita dalam kemampuannya mengikuti
pendidikan.
Kalangan American Education (Moh. Amin,
1995:21) mengelompokkan menjadi Educable mentally retarded, Trainable mentally
retarded dan Totally / costudial dependent yang diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia : mampu didik, mampu latih, dan perlu rawat. Pengelompokan tersebut
sebagai berikut:
a)
Mampu didik, anak ini
setingkat mild, Borderline, Marginally dependent, moron, dan debil. IQ mereka
berkisar 50/55-70/75.
b)
Mampu latih, setingkat dengan
Morderate, semi dependent, imbesil, dan memiliki tingkat kecerdasan IQ berkisar
20/25-50/55.
c)
Perlu rawat, mereka termasuk
Totally dependent or profoundly mentally retarded, severe, idiot, dan tingkat
kecerdasannya 0/5-20/25.
3)
Klasifikasi yang berpandangan
sosiologis memandang variasi tunagrahita dalam kemampuannya mandiri di
masyarakat, atau peran yang dapat dilakukan masyarakat.
Menurut AAMD (Amin, 1995:22-24) klasifikasi itu sebagai berikut :
a) Tunagrahita ringan; tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar 50-70,
dalam penyesuaian sosial maupun bergaul, mampu menyesuaikan diri pada
lingkungan sosial yang lebih luas dan mampu melakukan pekerjaan setingkat semi
terampil.
b) Tunagrahita sedang; tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar antara
30-50; mampu melakukan keterampilan mengurus diri sendiri (self-helf); mampu
mengadakan adaptasi sosial di lingkungan terdekat; dan mampu mengerjakan
pekerjaan rutin yang perlu pengawasan atau bekerja di tempat kerja terlindung
(sheltered work-shop).
c) Tunagrahita berat dan sangat berat, mereka sepanjang kehidupannya
selalu tergantung bantuan dan perawatan orang lain. Ada yang masih mampu
dilatih mengurus sendiri dan berkomunikasi secara sederhana dalam batas
tertentu, mereka memiliki tingkat kecerdasan (IQ) kurang dari 30.
4)
Klasifikasi yang dikemukakan
oleh Leo Kanner (Amin, 1995:22-24), dan ditinjau dari sudut tingkat pandangan
masyarakat sebagai berikut:
a) Tunagrahita absolut, termasuk kelompok tunagrahita yang jelas
nampak ketunagrahitannya baik berada di pedesaan maupun perkotaan, di
masyarakat petani maupun masyarakat industri, di lingkungan sekolah, lingkungan
keluarga dan di tempat pekerjaan. Golongan ini penyandang tunagrahita kategori
sedang.
b) Tunagrahita relatif, termasuk kelompok tunagrahita yang dalam
masyarakat tertentu dianggap tunagrahita, tetapi di tempat masyarakat lain
tidak dipandang tunagrahita. Anak tunagrahita dianggap demikian ialah anak
tunagrahita ringan karena masyarakat perkotaan yang maju dianggap tunagrahita
dan di masyarakat pedesaan yang masih terbelakang dipandang bukan tunagrahita.
c) Tunagrahita semu (pseudo mentally retarded) yaitu anak tunagrahita
yang menunjukan penampilan sebagai penyandang tunagrahita tetapi sesungguhnya
ia mempunyai kapasitas kemampuan yang normal. Misalnya seorang anak dikirim ke
sekolah khusus karena menurut hasil tes kecerdasannya rendah, tetapi setelah
mendapat pengajaran remedial dan bimbingan khusus menjadikan kemampuan belajar
dan adaptasi sosialnya normal.
B.
Tuna
Laras
Sumber
1 :
Wardani,dkk.
2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa.
Jakarta : Universitas Terbuka.
1.
Pengertian
Anak Tunalaras
Istilah
resmi tunalaras baru dikenal dalam dunia Pendidikan Luar Biasa (PLB). Istilah
tunalaras berasal dari kata tuna yang berarti kurang dan laras yang berarti
sesuai. Jadi anak tunalaras berarti anak yang bertingkah laku kurang sesuai
dengan lingkungan. Perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma yang
terdapat di dalam masyarakat tempat ia berada.
Dalam
Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1991 disebutkan bahwa tunalaras adalah gangguan atau hambatan atau kelainan tingkah
laku sehingga kuang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Berbagai definisi yang diadaptasi oleh
Lynch dan Lewis (1988) adalah sebagai berikut.
1) Public Law 94-242 (Undang-Undang
Tentang PLB di Amerika Serikat) mengemukakan pengertian
tunalaras dengan istilah gangguan emosi yaitu suatu kondisi yang menunjukkan
salah satu atau lebih gejala-gejala berikut dalam satu kurun waktu tertentu
dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar :
a. Ketidakmampuan
belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan factor kecerdasan, pengindraan, atau
kesehatan.
b. Ketidakmampuan
menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru.
c. Bertingkah
laku yang tidak pantas pada keadaan normal.
d. Perasaan
tertekan atau tidak bahagia terus menerus.
e. Cenderung
menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah.
2) Kauffman (1977) mengemukakan
bahwa penyandang tunalaras adalah anak yang secara kronis dan mencolok
berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang secara sosial tidak dapat
diterima atau secara pribadi tidak menyenangkan tetapi masih dapat diajar untuk
bersikap yang secara sosial dapat diterima dan secara pribadi menyenangkan.
3) Sechmid dan Mercer (1981) mengemukakan
bahwa anak tunalaras adalah anak yang secara kondisi dan terus menerus
menunjukkan penyyimpangan tingkah laku tingkat berat yang mempengaruhi proses
belajar meskipun telah menerima layanan belajar serta bimbingan seperti anak
lain. Ketidakmampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain dan gangguan
belajarnya tidak disebabkan oleh kelainan fisik, saraf atau intelegensia.
4) Nelson (1981) mengemukakan
bahwa tingkah laku seorang murid dikatakan menyimpang jika :
a. Menyimpang
dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal menurut usia dan jenis
kelaminnya.
b. Penyimpangan
terjadi dengan frekuensi dan intensitas tinggi.
c. Penyimpangan
berlangsung dalam waktu yang relatif lama.
Dari definisi di
atas dapat disimpulkan bahwa membuat definisi atau batasan mengenai tunalaras
sangatlah sulit karena definisi tersebut harus menggambarkan keadaan anak
tunalaras secara jelas. Namun komponen yang harus diperhatikan adalah:
a.
Adanya penyimpangan perilaku yang terus
menerus menurut norma yang berlaku sehingga menimbulkan ketidakmampuan belajar
dan penyesuaian diri.
b.
Penyimpangan itu tetap ada walaupun telah
menerima layanan belajar serta bimbingan
2.
Klasifikasi
Anak Tunalaras
Pengklasifikasian anak tunalaras
banyak ragamnya di antaranya :
1)
Rosembera dkk. (1992) adalah : anak
tunalaras dapat dikelompokkan atas tingkah laku yang berisiko tinggi dan
rendah. Yang berisiko tinggi yaitu hiperakstif, agresif, pembangkang,
delinkuensi dan anak yag menarik diri dari pergaulan sosial sedangkan yang
berisiko rendah yaitu autisme dan skizofrenia. Secara umum anak tunalaras
menunjukkan ciri-ciri tingkah laku yang ada persamaannya pada setiap
klasifikasi yaitu kekecauan tingkah laku, kecemasan dan menarik diri, kurang
dewasa, dan agresif. Ada pula tingkah laku anak-anak yang dapat digolongkan
tunalaras yang belum mendapat layanan khusus misalnya anak yang merasa bahagia
bila melihat api karena ingin selalu membakar saja, anak yang suka meninggalkan
rumah, penyimpangan seks dan sebagainya.
2)
Quay (1979) dalam Samuel A. Kirk and James
J. Gallagher (1986) yang dialihbahasakan oleh Moh. Amin dkk (1991:51) adalah
sebagai berikut.
a. Anak
yang mengalami gangguan perilaku yang kacau mengacu pada tipe anak yang melawan
kekuasaan seperti bermusuhan dengan polisi dan guru, kejam, jahat, suka
menyerang, hiperaktif.
b. Anak
yang cemas-menarik diri adalah anak yang pemalu, takut-takut, suka menyendiri,
peka dan penurut. Mereka tertekan batinnya.
c. Dimensi
ketidakmatangan mengacu kepada anak yang tidak ada perhatian, lambat, tak
berminat sekolah, pemalas, suka melamun dan pendiam. Mereka mirip seperti anak
autistik.
3.
Karakteristik
Anak Tunalaras
Karakteristik
yang dikemukakan oleh Hallahan dan Kauffman (dalam Wardini, 2007: 7.30) :
·
Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku,
memperlihatkan ciri-ciri : suka berkelahi, memukul, menyerang, mengamuk,
membangkang, menantang, merusak milik sendiri atau milik orang lain, kurang
ajar, lancing, melawan, tidak mau bekerja sama,tidak mau memperhatikan, memecah
belah, rebut, tidak bisa diam, menolak arahan, cepat marah, menganggap enteng,
sok aksi, ingin menguasai orang lain, mengancam, pembohong, tidak dapat
dipercaya, suka berbicara kotor, cemburu, menyangkal berbuat salah, egois, dan
mudah terpengaruh untuk berbuat salah.
·
Anak yang sering merasa cemas dan menarik
diri, dengan ciri-ciri : khawatir, cemas, ketakutan, kaku, pemalu, segan,
menarik diri, terasing, tak berteman, rasa tertekan, sedih, terganggu, rendah
diri, kurang percaya diri, mudah bimbang, malu, sering menangis, pendiam, suka
berahasia.
·
Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri
yaitu pemalu, kaku, berangan-angan, pasif, mudah dipengaruhi, pengantuk,
pembosan dan kotor.
·
Anak yang agresif bersosialisasi, dengan
ciri-ciri yaitu mempunyai komplotan jahat, mencuri dengan kelompoknya, loyal
terhadap teman nakal, berkelompok dengan geng, suka di luar rumah sampai larut
malam, bolos sekolah, dan minggat dari rumah.
Karakteristik
akademik, yaitu :
·
Pencapaian hasil belajar yang jauh dibawah
rata-rata.
·
Seringkali dikirim ke kepala sekolah atau
ruangan bimbingan untuk tindakan disipliner
·
Seringkali tidak naik kelas atau bahkan
keluar sekolahnya
·
Seringkali membolos sekolah
·
Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan
dengan alas an sakit, perlu istirahat
·
Anggota keluarga terutama orang tua lebih
sering mendapat panggilan dari petugas kesehatan atau bagian absensi
·
Orang yang bersangkutan lebih sering
berurusan dengan polisi
·
Lebih sering menjalani masa percobaan dari
yang berwewenang
·
Lebih sering melakukan pelanggaran hukum
dan pelanggaran tanda-tanda lalu lintas
·
Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan
Karakteristik
sosial, yaitu :
·
Masalah yang menimbulkan gangguan bagi
orang lain, dengan ciri-ciri : perilaku tidak diterima oleh masyarakat dan
biasanya melanggar norma budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga,
sekolah, dan rumah tangga.
·
Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan
agresif, yaitu tidak mengikuti aturan, bersifat mengganggu, mempunyai sikap
membangkang atau menentang dan tidak dapat bekerjasama.
·
Melakukan kejahatan remaja, seperti telah
melanggar hukum.
Karakteristik
emosional, yaitu :
·
Adanya hal-hal yang menimbulkan
penderitaan bagi anak, seperti tekanan batin dan rasa cemas
·
Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu,
rendah diri, ketakutan, dan sangat sensitif (perasa).
Karakteristik fisik/kesehatan, yaitu
dengan adanya gangguan makan, gangguan tidur, gangguan gerakan. Sering kali
anak merasakan ada sesuatu yang tidak beres pada jasmaninya, ia mudah mendapat
kecelakaan, merasa cemas terhadap kesehatannya,merasa seolah-olah sakit.
Kelainan lain yang berwujud kelainan fisik seperti gagap, buang air tidak
terkendali, sering mengompol dan jorok.
Kebutuhan
Pendidikan dan Jenis Layanan bagi Anak Tunalaras
1.
Kebutuhan
Pendidikan Anak Tunalaras
Dengan
kebutuhan pendidikan anak tunalaras diharapkan dapat mengatasi problem perilaku
anak tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu dilakukan :
1)
Berusaha mengatasi semua masalah perilaku
akibat kelaianannya dengan menyesuaikan lingkungan belajar maupun proses
pembelajaran yang sesuai dengan kondisi anak tunalaras.
2)
Berusaha mengembangkan kemampuan fisik
sebaik-baiknya, mengembangkan bakat dan kemampuan intelektualnya.
3)
Memberikan keterampilan khusus untuk bekal
hidupnya.
4)
Memberi kesempatan sebaik-baiknya agar
anak dapa menyesuaikan diri baik terhadap lingkungan atau terhadap norma-norma
hidup di masyarakat.
5)
Memberi rasa aman agar mereka memiliki rasa percaya diri dan mereka merasa
tidak disia-siakan oleh lingkungan sekitarnya.
6)
Menciptakan suasana yang tidak menambah
rasa rendah diri, rasa bersalah bagi anak tunalaras.
2.
Jenis-jenis
Layanan Bagi Anak Tunalaras
1) Mengurangi atau menghilangkan kondisi
yang tidak menguntungkan yang menimbulkan atau menambah adanya gangguan
perilaku
Kondisi
yang tidak menguntungkan adalah sebagai berikut.
a. Lingkungan
fisik yang kurang memenuhi persyaratan seperti bangunan sekolah dan fasilitas
yang tidak memadai.
b. Disiplin
sekolah yang kaku dan tidak konsisten.
c. Guru
yang tidak simpatik sehingga situasi belajar tidak menarik.
d. Kurikulum
yang digunakan tidak berdasarkan kebutuhan anak.
e. Metode
dan teknik mengajar yang kurang mengaktifkan anak dapat mengakibatkan anak
bosan dan merasa lelah.
Kauffman (1985)
mengemukakan enam kondisi yang menyebabkan ketunalarasan dan kegagalan belajar
yaitu :
a. Guru
yang tidak sensitif terhadap kepribadian anak
b. Harapan
guru yang tidak wajar
c. Pengelolaan
belajar yang tidak konsisten
d. Pengajaran
keterampilan yang tidak relevan atau nonfungsional
e. Pola
reinforcement yang keliru misalnya
diberikan saat anak berperilaku tidak wajar
f. Model/contoh
yang tidak baik dari guru dan dari teman sebaya.
Kondisi
yang tidak menguntungkan tersebut agar dihindari sehingga tidak terjadi
perkembangan anak kea rah penyimpangan perilaku dan kegagalan akademiknya.
2) Menentukan model-model dan teknik
pendekatan
a. Model pendekatan
Kauffman
(1985)mengemukakan jenis-jenis model pendekatan sebagai berikut.
v Model
biogenetik; asumsi bahwa gangguan perilaku disebabkan oleh kecacatan genetik
atau biokimiawi sehingga penyembuhannya ditekankan pada pengobatan, diet,
olahraga, operasi, atau mengubah lingkungan.
v Model
behavioral (tingkah laku); asumsi bahwa gangguan emosi merupakan indikasi
ketidakmampuan menyesuaikan diri yang terbentuk, bertahan, dan mungkin
berkembang karena berinteraksi dengan lingkungan baik di sekolah maupun di
rumah.
v Model
psikodinamika; berpandangan bahwa perilaku yang menyimpang atau gangguan emosi
disebabkan oleh gangguan atau hambatan yang terjadi dalam proses perkembangan
kepribadian karena berbagai faktor sehingga kemampuan yang diharapkan sesuai dengan usianya terganggu.
v Model
ekologis; menganggap bahwa kehidupan ini terjadi karena adanya interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Gangguan perilaku terjadi karena adanya
disfungsi antara anak dengan lingkungannya. Rhoden (1967) menyatakan bahwa
masalah perilaku adalah akibat interaksi destruktif antara anak dengan
lingkungannya.
b. Teknik pendekatan
Beberapa teknik
pendekatan yang digunakan dalam mengatasi masalah perilaku di antaranya adalah
sebagai berikut.
v Perawatan
dengan obat; Kavale dan Nye (1984) mengemukakan bahwa obat-obatan dapat
mengurangi atau menghilangkan gangguan perilaku seperti adanya perbaikan
perhatian, hasil belajar dan nilai tes yang baik, serta anak hiperaktif menuju
ke arah perbaikan.
v Modifikasi
perilaku; salah satu teknik yang banyak dilakukan untuk mendorong perilaku
prososial dan mengurangi perilaku anti sosial adalah penyesuaian perilaku
melalui operant conditioning dan task
analysis (analisis tugas). Dengan operant
conditioning kita mengendalikan stimulus yang mengikuti respons. Ada
beberapa langkah dalam melaksanakan modifikasi perilaku yaitu :
§ Menjelaskan
perilaku yang akan diubah
§ Menyediakan
bahan yang mengharuskan anak untuk duduk diam
§ Mengatakan
perilaku yang diterima
v Strategi
psikodinamika; tujuan utama pendekatan ini adalah membantu anak menjadi sadar
akan kebutuhannya, keinginan dan kekuatannya sendiri.
v Strategi
ekologi; pendukung teknik mengasumsikan bahwa dengan diciptakannya lingkungan
yang baik maka perilaku anak akan baik pula.
3) Tempat layanan
Macam-macam
tempat pendidikan anak tunalaras yaitu :
v Tempat
khusus
Tempat
ini dikenal dengan Sekolah Luar Biasa Anak Tunalaras (SLB-E). SLB-E memiliki
kurikulum dan struktur pelaksanaannya yang disesuaikan dengan keadaan anak
tunalaras. Anak yang diterima pada lembaga khusus ini biasanya anak yang
mengalami gangguan perilaku yang sedang dan berat.
v Tempat
integrasi (terpadu)
Dari
banyak jenis anak tunalaras, ada 3 jenis yang kemungkinan banyak dijumpai di
sekolah biasa yaitu hyperactive,
distrakbilitas, dan impulsitas.
Ø Hiperaktif
Termasuk
dalam dimensi anak yang bertingkah laku kacau. Ciri-cirinya adalah gerakannya
terlalu aktif, tidak bertujuan, tak mau diam sepanjang hari, bahkan waktu tidur
ada yang melakukan gerak di luar kesadaran, suka mengacau teman-teman
sebayanya, dalam bertindak hanya menuruti kata hatinya sendiri, mudah
tersinggung, sulit memperhatikan dengan baik.
Faktor
penyebab hiperaktif adalah disfungsi otak, kekurangan oksigen, kecelakaan
fisik, keracunan serbuk timah, kekurangan gizi dan perawatan pada masa tumbuh
kembang, minuman keras dan obat-obatan terlarang selama hamil, kemisikinan dan
lingkungan keluarga yang tidak sehat.
Cara/teknik dalam mengadakan layanan
adalah:
§ Medikasi;
obat-obat perangsang saraf untuk penenangan
§ Diet;
mengajarkan anak mengendalikan dirinya dengan pantangan makan berbagai makanan
yang mengandung zat pewarna atau penyedap rasa tiruan.
§ Modifikasi
tingkah laku; perilaku dapat diubah dan dikendalikan dengan mengatur pola
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dalam penerapan teknik ini
perlu diperhatikan kapan harus member hadiah, kapan harus memberikan hukuman,
serta jenis penguat apa yang pantas dipakai.
§ Lingkungan
yang terstruktur; menekankan pengaturan lingkungan belajar anak sehingga tidak
menjadi penyebab munculnya perilaku hiperaktif.
§ Modeling;
sistem meniru dapat dipakai untuk mengurangi perilaku hiperaktif misalnya
dengan menyuruh anak normal berperilaku yang baik di kelas untuk memberi
contoh.
§ Biofeedback;
teknik pengendalian perilaku atau proses biologis internal dengan cara memberi
informasi kepada anak mengenai kondisi perilaku dan tubuhnya.
Ø Distrakbilitas
Merupakan
gangguan dalam perhatian pada stimulus yang relevan secara efisien. Ada 3 distrakbilitas
yaitu :
§ Short attention span dan frequent attention shifts
yaitu ketidakmampuan memusatkan perhatian dalam waktu yang relatif lama dan
terlalu sering berpindah perhatian dari satu objek ke objek yang lain.
§ Underselection attention yaitu
ketidakmampuan membedakan antara stimulus yang relevan yang harus diperhatikan
dan stimulus yang tidak relevan yang harus diabaikan.
§ Overselective attention yaitu
terlalu selektif dalam memberi perhatian sehingga hal-hal yang sebenarnya
relevan menjadi tertinggal. Penyebabnya adalah adanya disfungsi minimal otak,
gangguan metabolisme, kelainan minimal pada fisik.
Cara
memberi layanan kepada anak-anak tersebut adalah lingkungan yang terstruktur
dan stimulus yang terkendali, modifikasi materi dan strategi pembelajaran,
modifikasi tingkah laku.
Ø Impulsivitas
Seseorang
dikatakan impulsif jika cenderung mengikuti kemauan hatinya dan terbiasa
bereaksi cepat tanpa berpikir panjang dalam situasi sosial maupun tugas-tugas
akademik. Impulsif dapat disebabkan oleh faktor keturunan, cemas, faktor
budaya, disfungsi saraf, perilaku yang dipelajari dari lingkungan, dan
sebagainya dan juga karena faktor ego dan super ego tidak berkembang. Ini
karena salah asuh dan adanya trauma dalam hidup.
Metode
untuk mengendalikan impulsif yaitu :
§ Melatih
verbalisasi aktivitasnya untuk mengendalikan perilakunya
§ Modifikasi
tingkah laku
§ Mengajarkan
seperangkat keterampilan kepada anak seperti memusatkan perhatian, menghindari
gangguan, mengembangkan keterampilan mengingat, menghargai perasaan.
§ Mendiskusikan
perilaku anak antara guru dengan anak itu sendiri.
§ Wawancara
dengan anak segera setelah perilaku terjadi.
Sumber
2 :
Suparno.2007.Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal PendidikanTinggi
Departemen Pendidikan Nasional
Anak tunalaras adalah anak-anak yang
mengalami gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam lingkungan sosialnya. Pada
hakekatnya, anak-anak tunalaras memiliki kemampuan intelektual yang normal,
atau tidak berada di bawah rata-rata. Kelainan lebih banyak banyak terjadi pada
perilaku sosialnya. Beberapa karakteristik yang menonjol dari anak-anak
berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan perilaku sosial ini adalah:
1)
Karakteristik umum
-
Mengalami gangguan perilaku;
suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain,
melawan, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai
oranglain, mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka
mencuri, mengejek, dan sebagainya.
-
Mengalami kecemasan; kawatir,
cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri, kurang
percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan sebagainya.
-
Kurang dewasa; suka
berfantasi, berangan-anagan, mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk,
mudah bosan, dan sebagainya
-
Agresif; memiliki gang jahat,
suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos
sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
2)
Sosial /emosi
-
Sering melanggar norma
masyarakat
-
Sering mengganggu dan bersifat
agresif
-
Secara emosional sering merasa
rendah diri dan mengalami kecemasan
3)
Karakteristik akademik
-
Hasil belajarnya seringkali
jauh di bawah rata-rata
-
Seringkali tidak naik kelas
-
Sering membolos sekolah
-
Seringkali melanggar peraturan
sekolah dan lalulinta
Klasifikasi Anak Tuna Laras
Beberapa
klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami
kelainan perilaku sosial ini adalah:
1) Berdasarkan perilakunya
-
Beresiko tinggi; hiperaktif
suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain,
melawan, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai
oranglain, mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka
mencuri, mengejek, dan sebagainya.
-
Beresiko rendah; autism,
kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri,
kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan sebagainya.
-
Kurang dewasa; suka
berfantasi, berangan-anagan, mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk,
mudah bosan, dan sebagainya
-
Agresif; memiliki gang jahat,
suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos
sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
2) Berdasarkan Kepribadian
-
Kekacauan perilaku
-
Menarik diri (withdrawll)
-
Ketidakmatangan (immaturity)
-
Agresi sosial
Sumber
3 :
Santoso,
Hargio.2012.Cara Memahami & Mendidik
Anak Berkebutuhan Khusus.Yogyakarta: Gosyen Publishing
Anak
Tuna Laras
A.
Istilah
Tuna Laras
Perilaku
menyimpang ( behavioral impairment) merupakan istilah berkaitang dengan
kelainan perilaku yang banyak dibicarakan
oleh para pendidik dan istilah gangguan emosi dan kelainan perilaku
sebenarnya lebih banyak digunakan para
psikiater dan psikolog. Variasi istilah ini berkaita dengan perbedaan pandangan
terhadap aspek kelainan, seperti aspek emotional, social, behavior dan
personal.
Rhoides
menganjurkan pendekatan ekologi dalam memaknai gangguan perilaku.
Ketidakstabilan emosi dan perilaku lebih merupakan suatu produk biaya,
masyarakat, dan lingkungan keluarga dimana orag itu ada sebagai individu hasil dari lingkugan
tersebut. Para antropolog budaya telah mengenali bahwa perilaku normal dalam suatu budaya mungkin dianggap tidak
noral oleh budayanya lainnya. Di Amerika menyebutkan istilah
ketidakstabilan emosi yang serius
diambil untuk menegaskan bahwa ketidakstabilan emosi saja yang merupakan bagian pengalaman yang tidak normal dari
setiap orang.
Kelainan perilaku
anak yang menyimpang dariperilaku normal, diidentifikasi adanya pertentangan
dengan orang dan masyarakat sekitarnya, sebagian besar hasil belajar dan tes
intelegensi pada skor rendah, diperkirakan
2-22% dari anak-anak usia sekolah
dan lebih banyak anak laki-laki daripada perempuan.
Pendapat lain,
bahwa privalansi dari anak dengan perilaku menyimpang berkisar lima hingga 20
persen atau bahkan lebih dari populasi anak usia sekolah. Adanya
tekanan-tekanan yang sering terjadi di
masyarakat terhadap anak, ditambah dengan ketidakstabilan anak bersangkutan
dalam pergaulan lingkungannya seringkali menjadi penyebab perilaku-perilaku
yang menyimpang.Dapat juga terjadi, bila seseorang anak kurang memahami akan
aturan-aturan yang ada dalam kehidupan masyarakat atau juga dapat terjadi oleh
karena adanya suatu pandangan yang keliru terhadap sekelompok minoritas
tertentu, dapat menjadi sebab anak yang suka melawan hukum atau aturan-aturan
tertentu dan selalu memberontak untuk melawan orang yang berkuasa.
Perilaku
sosio-adaptif perlu dipertimbangkan dalm memberikan reaksi dan melakukan
penyesuaian oleh seseorang saat merespon terhadap pengalaman-pengalaman hidup
yang diperoleh dalam lingkungannya.
Faktor-faktor
sosio-adaptif antara lain:
1)
Perkembangan kedewasaan
2)
Penyesuaian sosial
3)
Kemampuan belajar
Jika seseorang mempunyai penyimpangan tingkat
penyesuaian normal secara kronologis, dapat dipastikan menjadi anak yang kurang
dapat meyesuaikan diri dan berperilaku menyimpang. Identifikasi terhadap kasus
kelainan perilaku menyimpang dapat juga dipakai sebagai patokan untuk
menggunakan program penyembuhan. Sebagai contoh:
a. Jika
seorang anak mempunyai psikologis maka diperlukan model psikoanalitis yang
lebih menekankan pada psikodinamis.
b. Jika
seorang anak menunjukkan penyimpangan perilaku dalam bermasyarakat maka
diperlukan penanganan dengan model
perilaku, yaitu dengan cara memodifikasi untuk belajar berperilaku yang benar
daripada membetulkan kasus-kasusnya.
c. Tipe
perilaku yang tampak, merupakan refleksi-refleksi dari perasaan diri seperti
marah, merasa menemui kegagalan, takut, frustasi dan lain sebagainya. Perilaku
semacam ini sering diikuti dengan masalah-masalah lain berkaitan dengan
kegagalan dalam belajar dan berbicaranya gagap.
Ada tiga perilaku utama yang tampak pada seseorang
anak dengan kelainan perilaku yang menyimpang, yaitu agresif, suka menghindar
diri dari keramaian, serta sikap bertahan diri. Mekanisme pertahan diri,
merupakan perilaku yang dilakukan untuk melindungi diri dari situasi berbahaya
secara psikologis, ini selalu dilakukan oleh semua orang dalam populasi secara
umum, tetapi bila dilakukan secara berlebiha atau tidak wajar maka timnul
kelainan perilaku.
B.
Penggolongan
Anak Tuna Laras
Penggolongan Anak
Tuna Laras dapat ditinjau dari segi gangguan atau hambatan dan kualitatif berat
ringannya kenakalan, dengan penjelasan sebagai berikut.
1. Menurut
jenis gangguan dan hambatan
a) Gangguan
Emosi
Anak Tuna Laras yang mengalami
hambatan atau gangguan emosi terwujud
dalam tiga jenis perbuatan, yaitu senang-sedih,lambat-cepat marah, dan rileks
tertekan. Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah,
rasa tertekan dan merasa cemas.
b) Gangguan
Sosial
Anak ini mengalami gangguan atau
merasa kurang senang mengahdapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri
dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala- gejala perbuatan ini adalah seperti
sikap bermusuhan, agresif, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras
kepala dan lain sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu
ketentraman dan kebahagiaan orang lain.
2. Klasifikasi
berat-ringannya kenakalan
Ada beberapa
kriteria yang dpaat dijadikan pedoman untuk menetapkan berat-ringannya kriteria
itu adalah sebagai berikut.
a) Besar
kecilnya gangguan emosi, artinya semakin tinggi emiliki perasaan negative
terhadap orang lain. Makin dalam rasa negative semakin berat tingkat kenakalan
anak tersebut.
b) Frekuensi
tindakan, artinya frekuensi tindakan semakin
sering dan tidak menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang
baik semakin berat kenakalannya.
c) Berat
ringannya pelanggaran atau kejahata yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi
hukum.
d) Tempat
atau situasi kenakalan yang dilakukan artinya anak berani berbuat kenakalan di
masyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila dirumah.
e) Mudah
sukarnya dipengaruhi untuk bertingkah laku.Para pendidik atau orang tua dapat
mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak.
f) Tunggal
atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang tuna laras jua mempunyai
ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya.