BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bumi
tempat kita hidup memiliki banyak peristiwa yang di dalamnya akan berpengaruh
terhadap kehidupan makhluk hidup maupun makhluk tak hidup. Bumi selalu
mengadakan aktivitas selaknya makhluk hidup lainnya, aktivitas inilah yang
dapat mengakibatkan berbagai macam kejadian yang terjadi di muka bumi seperti
diantaranya terjadinya pasang surut laut, kejadian ini berasal dari adanya gaya
tarik-menarik antara benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap
massa air di bumi. Dari peristiwa ini banyak dampak yang diakibatkan pada
kehidupan di bumi sehingga manusia perlu mewaspadai dampak negative yang
mungkin ditimbulkannya.
Matahari
merupakan pusat tata surya, Seluruh komponen
tata surya termasuk 8 planet dan
satelit masing-masing, planet-planet kerdil, asteroid, komet, dan debu angkasa
berputar mengelilingi Matahari. Di samping sebagai pusat peredaran, Matahari
juga merupakan sumber energi untuk kehidupan yang
berkelanjutan. Salah satu planet yang akan dibahas adalah planet bumi dengan
satelitnya yaitu bulan. Bulan merupakan satelit alami bumi, dan merupakan
satelit terbesar ke-5 di tata surya. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya sendiri
dan cahaya Bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari.
Bulan dan matahari sangat berpengaruh terhadap aktivitas di bumi. Posisi
bulan bumi dan matahari akan berpengaruh terhadap adanya gerhana bulan dan
gerhana matahari, selain itu gaya tarik bulan dan matahari terhadap massa air
di bumi juga dapat menyebabkan terjadinya pasang surut laut, banyak kejadian
yang mungkin ditimbulkan dari adanya aktivitas matahari, bumi dan bulan
sehingga dari kejadian-kejadian tersebut, pasti ada dampak baik dan dampak
buruk yang akan ditimbulkan, dampak baik tersebut sebaiknya dapat dimanfaatkan
dengan baik oleh makhluk hidup yang ada di bumi dan mereka juga dapat
mewaspadai atau bisa mengambil hikmah dari dampak buruk yang terjadi karena
semua itu pasti akan terjadi dan manusia tidak dapat menghentikannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana
terjadinya pasang surut laut dan pemanfaatannya?
2. Bagaimana
keadaan bulan sebagai satelit bumi dan fase peredarannya?
3. Bagaimana
terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan?
1.3 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui proses terjadinya pasang surut laut dan pemanfaatannya.
2. Untuk
mengetahui keadaan bulan sebagai satelit bumi dan fase peredarannya.
3. Untuk
mengetahui proses terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Terjadinya Pasang Surut Air
Laut dan Pemanfaatannya
Menurut Pariwono (1989), fenomena
pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara
berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan
terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang
surut laut merupakan
suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara
berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik
dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh
benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya
lebih kecil.
Terdapat berbagai jenis definisi tentang
pasang surut, yang kesemuanya menjelaskan peristiwa naik dan turunnya suatu
massa. Definisi pasang surut adalah peristiwa naik turunnya air laut disebabkan
oleh pergerakan permukaan air laut secara vertikal disertai gerakan horisontal
massa air akibat pengaruh gaya tarik benda-benda angkasa, dan gejala ini mudah
dilihat secara visual.
2.1.1
Faktor
penyebab terjadinya pasang surut air laut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi
bulan terhadap matahari, dan revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan
berdasarkan teori dinamis adalah
kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan
dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi
pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar laut,
lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki
ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).
2.1.2
Proses terjadinya pasang surut air laut dapat di jelaskan sebagai
berikut:
Pasang
surut air laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek
sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat
rotasi. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik
gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat
daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke
arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut
gravitasional dilaut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh
deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan
matahari (Priyana,1994)
Bulan
dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang
besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut.
Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding
matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari
matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan
air laut,
yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap ke
bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah
muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan
permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik
gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih
kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut
selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994)
2.1.3
Pemanfaatan pasang dan surut
air laut
Peristiwa pasang surut air laut bermanfaat untuk
hal-hal sebagai berikut:
a. Pembuatan garam (tambak garam),
Saat air laut sedang surut
dibuatlah lubang. Kemudian saat air lautnya pasang, lubang tersebut akan terisi
sehingga air laut terperangkap didalamnya. Setelah itu tunggu hingga air
menguap dan menyisakan garam karena garam tidak akan ikut menguap.
b. Persawahan Pasang Surut,
Sawah
yang pengairannya tergantung pada air sungai yang dipengaruhi oleh pasang
surutnya air laut.
c.
Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut (PLTPs)
Prinsip kerjanya sama dengan
pembangkit listrik tenaga air, dimana air dimanfaatkan untuk memutar turbin dan
menghasilkan energi listrik.
d. Penggerak Generator Listrik,
Pada dasarnya prinsip kerja teknologi yang mengkonversi
energi gelombang laut menjadi energi listrik adalah mengakumulasi energi
gelombang laut untuk memutar turbin generator
Di samping itu pasang
surut air laut juga berpengaruh pada hal-hal sebagai berikut, diantaranya:
a.
Di pelabuhan yang dangkal, pada saat air surut, air
laut menjadi sangat dangkal. Akibatnya, kapal nelayan tidak dapat merapat ke
dermaga. Kapal besar akan kandas jika merapat di dermaga. Dengan demikian,
kapal besar akan mengalami kesulitan membawa ikan hasil tangkapannya ke darat.
Oleh karena itu, diperlukan perahu yang lebih kecil yang masih dapat merapat di
dermaga. Keadaan ini tidak menguntungkan karena nelayan harus mengeluarkan biaya
tambahan.
b.
Adanya pasang air laut juga dapat mengganggu tanaman di
persawahan pasang surut. Jika air laut sampai masuk ke sawah yang ditanami
padi, maka tanaman padi akan mati. Agar air laut yang asin tidak masuk ke sawah
maka dibuatlah saluran-saluran. Di Indonesia sudah dibangun persawahan pasang
surut seperti ini.
2.2
Keadaan
Bulan Sebagai Satelit Bumi dan Fase Peredarannya
Bulan adalah
satu-satunya satelit alami Bumi, dan merupakan
satelit alami terbesar ke-5 di Tata Surya. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya sendiri dan
cahaya Bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari.
Jarak rata-rata Bumi-Bulan dari pusat ke pusat adalah 384.403
km, sekitar 30 kali diameter Bumi. Diameter Bulan adalah 3.474 km, sedikit
lebih kecil dari seperempat diameter Bumi. Ini berarti volume Bulan hanya
sekitar 2 persen volume Bumi dan tarikan gravitasi di
permukaannya sekitar 17 persen daripada tarikan gravitasi Bumi. Bulan beredar
mengelilingi Bumi sekali setiap 27,3 hari (periode
orbit), dan variasi periodik dalam sistem Bumi-Bulan-Matahari
bertanggungjawab atas terjadinya fase-fase Bulan yang berulang setiap 29,5 hari
(periode sinodik). Massa jenis
Bulan (3,4 g/cm³) adalah lebih ringan dibanding massa jenis Bumi (5,5 g/cm³),
sedangkan massa
Bulan hanya 0,012 massa Bumi.
Bulan yang ditarik oleh gaya gravitasi Bumi tidak jatuh ke Bumi disebabkan oleh
gaya sentrifugal
yang timbul dari orbit
Bulan mengelilingi Bumi. Besarnya gaya sentrifugal Bulan adalah sedikit lebih
besar dari gaya tarik menarik antara gravitasi Bumi dan Bulan. Hal ini
menyebabkan Bulan semakin menjauh dari Bumi dengan kecepatan sekitar
3,8cm/tahun. Bulan berada dalam orbit
sinkron dengan Bumi, hal ini menyebabkan hanya satu sisi permukaan Bulan
saja yang dapat diamati dari Bumi. Orbit sinkron menyebabkan kala rotasi sama
dengan kala revolusi.
Tidak
ada atmosfer dibulan mengakibatkan terjadinya hal- hal sebagai berikut :
1. Di
bulan tidak ada kehidupan.
2. Permukaan
di bulan sangat kasar ( berlubang ) dikarenakan benda-benda yang jatuh tidak
ada yang menahan.
3. Bunyi
tidak dapat merambat di bulan, hal ini karena udara atau gas merupakan medium
tempat perambatan suara.
4. Suhu
di permukaan bulan dapat berubah sangat cepat, antara -173 C sampai 100 C.
5.
Di Bulan tidak ada siklus air. Langit bulan tampak
hitam gelap. Atmosfer bumi berwarna biru karena cahaya matahari yang mengenai
molekul-molekul udara menghamburkan cahaya warna biru.
Penjelasan Dari Fase-Fase Bulan
Mula-mula saat bulan
baru (new moon), tidak ada cahaya bulan yang nampak. Keesokan harinya bulan
sabit tipis (waxing crescent) nampak di ufuk barat sebelum terbenam matahari.
Setiap hari, luasan cahaya bulan tersebut terus membesar, hingga setelah
kira-kira tujuh hari kemudian mencapai setengah dari luasan cakram bulan. Saat
itu disebut first quarter. Luasan bulan terus membesar hingga kira-kira 14 hari
setelah new moon, luasan cakram bulan mencapai maksimum 100% yang disebut
dengan bulan purnama (full moon). Selanjutnya, luasan cahaya cakram bulan mulai
mengecil hingga kembali mencapai setengah luasan, yang disebut sebagai fase
last quarter. Kemudian bulan kembali berbentuk bulan sabit tipis (waning
crescent) yang nampak di ufuk timur sebelum matahari terbit. Akhirnya, bulan
kembali mengalami fase bulan baru dan begitu seterusnya.
2.3
Proses
Terjadinya Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan
2.3.1
Gerhana
Bulan
a. Pengertian Gerhana Bulan
Gerhana bulan terjadi
saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh
bayangan bumi. Itu
terjadi bila bumi berada di antara matahari dan
bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar Matahari tidak dapat
mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi.
Dengan penjelasan lain, gerhana bulan
muncul bila bulan sedang beroposisi dengan matahari.
Tetapi karena kemiringan bidang orbit bulan terhadap bidang ekliptika,
maka tidak setiap oposisi
bulan dengan Matahari akan mengakibatkan terjadinya gerhana bulan. Perpotongan
bidang orbit bulan dengan bidang ekliptika akan memunculkan 2 buah titik potong
yang disebut node, yaitu titik di mana bulan memotong bidang ekliptika.
Gerhana bulan ini akan terjadi saat bulan beroposisi pada node tersebut.
Bulan membutuhkan waktu 29,53 hari untuk bergerak dari satu titik oposisi ke
titik oposisi lainnya. Gerhana bulan dapat diamati dengan mata telanjang dan
tidak berbahaya sama sekali.
Sebenarnya, pada
peristiwa gerhana bulan, seringkali bulan masih dapat terlihat. Ini dikarenakan
masih adanya sinar Matahari yang dibelokkan ke arah bulan oleh atmosfer bumi.
Dan kebanyakan sinar yang dibelokkan ini memiliki spektrum cahaya
merah. Itulah sebabnya pada saat gerhana bulan, bulan akan tampak berwarna
gelap, bisa berwarna merah tembaga, jingga, ataupun coklat.
b.
Macam-macam
Gerhana Bulan
1.
Gerhana bulan Total
Jika
saat fase gerhana maksimum, keseluruhan Bulan masuk ke dalam bayangan inti /
umbra Bumi, maka gerhana tersebut dinamakan Gerhana bulan total. Gerhana bulan
total ini maksimum durasinya bisa mencapai lebih dari 1 jam 47 menit.
2.
Gerhana bulan Sebagian
Jika
hanya sebagian Bulan saja yang masuk ke daerah umbra Bumi, dan sebagian lagi
berada dalam bayangan tambahan / penumbra Bumi pada saat fase maksimumnya, maka
gerhana tersebut dinamakan Gerhana bulan sebagian.
3.
Gerhana bulan Penumbral Total
Pada
Gerhana bulan jenis ke- 3 ini, seluruh Bulan masuk ke dalam penumbra pada saat
fase maksimumnya. Tetapi tidak ada bagian Bulan yang masuk ke umbra atau tidak
tertutupi oleh penumbra. Pada kasus seperti ini, Gerhana bulannya kita namakan
Gerhana bulan penumbral total.
4.
Gerhana bulan Penumbral Sebagian
Dan
Gerhana bulan jenis terakhir ini, jika hanya sebagian saja dari Bulan yang
memasuki penumbra, maka Gerhana bulan tersebut dinamakan Gerhana bulan
penumbral sebagian.
Gerhana bulan penumbral biasanya tidak terlalu menarik bagi
pengamat. Karena pada Gerhana bulan jenis ini, penampakan gerhana hampir-hampir
tidak bisa dibedakan dengan saat bulan purnama biasa.
c.
Tipe-tipe
Gerhana Bulan
·
Tipe
t, atau Gerhana bulan total. Disini, bulan masuk seluruhnya ke dalam kerucut
umbra bumi.
·
Tipe
p, atau Gerhana bulan parsial, ketika hanya sebagian bulan yang masuk ke dalam
kerucut umbra bumi.
·
Tipe
pen, atau Gerhana bulan penumbra, ketika bulan masuk ke dalam kerucut penumbra,
tetapi tidak ada bagian bulan yang masuk ke dalam kerucut umbra bumi.
2.3.2
Gerhana Matahari
Gerhana matahari terjadi pada waktu bulan berada di antara bumi dan matahari, yaitu pada waktu bulan mati, dan bayang-bayang bulan yang berbentuk kerucut menutupi permukaan bumi. Bayang-bayang bulan ada dua bagian, yaitu umbra dan penumbra. Umbra adalah bagian yang gelap dan berbentuk kerucut yang puncaknya menuju ke bumi. Penumbra adalah bagian yang agak terang dan bentuknya makin jauh dari bulan semakin lebar.
Jarak antara bulan dengan bumi akan membedakan jenis gerhana matahari yang terjadi. Berikut jenis-jenis dari gerhana matahari:
1. Gerhana Matahari Total (total
eclipse)
Gerhana matahari total adalah
peristiwa tertutupnya seluruh piringan matahari oleh bulan.
2. Gerhana Matahari Cincin (annular
eclipse)
Disebut cincin karena pada saat
gerhana berlangsung, piringan matahari terlihat tampak menyerupai cincin. Karena
bertepatan dengan jarak bulan yang jauh dari bumi, menjadikan piringan bulan
tampak lebih kecil dan tidak bisa menutupi piringan matahari sepenuhnya.
3. Gerhana Matahari Sebagian (partial
eclipse)
Piringan
matahari masih terlihat sebagaian. Karena bertepatan dengan jarak bulan yang
jauh dari bumi, menjadikan piringan bulan hanya menutupi sebagian dari piringan
matahari.
Gambar ilustrasi gerhana matahari
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Bulan adalah satu-satunya satelit
alami Bumi, dan
merupakan satelit alami terbesar ke-5 di Tata Surya.
Bulan tidak mempunyai sumber cahaya sendiri dan cahaya Bulan sebenarnya berasal dari
pantulan cahaya Matahari.
Bulan dan matahari mengadakan aktivitas yang yang dapat menimbulkan terjadinya
pasang surut laut. Fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya
muka laut secara
berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan
bulan terhadap massa air di bumi. Faktor-faktor yang menyebabkan pasang surut
laut adalah teori kesetimbangan, teori dinamis, dan beberapa faktor lokal.
Adapun pemanfaatan dari teori pasang surut laut yaitu Persawahan Pasang Surut, Pembuatan garam (tambak garam), Pembangkit Listrik Tenaga Pasang
Surut (PLTPs), dan Penggerak Generator Listrik. Selain
pasang surut laut, bulan juga dapat mempengaruhi terjadinya gerhana matahari
dan gerhana bulan.
3.2
Saran
Dengan mempelajari
tentang bulan, kita dapat mengetahui aktivitas-aktivitas yang mungkin
ditimbulkan dan pengaruhnya bagi kehidupan makhluk hidup. Seperti pasang surut
air laut yang sebaiknya diketahui oleh nelayan agar dia bisa menentukan kapan
dia harus pergi melaut dan tidak melaut.
DAFTAR PUSTAKA
Aly, Abdullah., Rahma, Eny. 2008. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta : Bumi
Aksara.
Jasin, Maskoeri. 2002. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Supartono, Hariwijaya, Nizamuddin. 1999. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Ghalia
Indonesia.