BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Istilah belajar sebenarnya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan
pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah belajar. Namun apa
sebenamya belajar itu, rasanya masing-masing orang mempunyai tangkapan
yang tidak sama. Sejak manusia ada, sebenarnya kita telah melaksanan
aktivitas belajar. Oleh sebab itu, sekiranya tidak berlebihan jika dikatakan
bahwa aktivitas belajar itu telah ada sejak adanya manusia. Sehingga manusia
disebut sebagai makhluk belajar dan di dalam dirinya terdapat potensi yang
besar untuk diajar.
Zaman sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Hampir sepanjang hidupnya, manusia banyak
melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar. Proses
belajar pada hakekatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat.
Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak
dapat disaksikan. Manusia hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya
gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Belajar mempunyai sejumlah ciri
yang tidak dapat dibedakan dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan belajar.
Oleh karena itu, tidak semua kegiatan yang mekipun mirip belajar dapat
dikatakan belajar. Selain itu, belajar juga memiliki jenis-jenis,
prinsip-prinsip, dan teori-teori.
Berdasarkan latar belakang di atas maka
penulis mengajukan makalah yang berjudul “Hakikat Belajar” yang
nantinya dapat memperjelas mengenai pengertian, ciri-ciri, jenis-jenis,
prinsip-prinsip, dan teori-teori dari belajar itu sendiri.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian dari latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan yakni
sebagai berikut.
1.2.1
Apa pengertian belajar?
1.2.2
Apa saja ciri-ciri belajar?
1.2.3
Apa saja jenis-jenis belajar?
1.2.4
Apa saja prinsip-prinsip belajar?
1.2.5
Apa saja teori-teori belajar?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yakni
sebagai berikut.
1.3.1
Untuk mengetahui pengertian dari
belajar.
1.3.2
Untuk mengidentifikasi ciri-ciri
belajar.
1.3.3
Untuk mengetahui jenis-jenis belajar.
1.3.4
Untuk mengetahui prinsip-prinsip
belajar.
1.3.5
Untuk mengetahui teori-teori belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Belajar
Pengertian
belajar dapat kita temukan dalam berbagai sumber atau literature. Meskipun kita
melihat ada perbedaan-perbedaan di dalam rumusan pengertian belajar dari
masing-masing ahli, namun secara prinsip kita menemukan kesamaanya.
Bell-GRedler (dalam Udin, 2008:1.5) yang menyatakan bahwa belajar
adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies
skills and attitudes. Gagne (dalam Udin, 2000:2.3) mengemukakan belajar adalah
suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman.
Burton, dalam sebuah buku “The Guidance of Learning Activities”,
merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan
lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam
buku Educational Psychology, H.C. Witherington mengemukakan bahwa belajar suatu
perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru
dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu
pengertian. Menurut James O. Whitteker (dalam Aunurrahman, 2009:35) mengemukakan
belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman.
Dari
pemaparan diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan
jiwa dan raga yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya
yang menyangkut aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Contohnya,
seorang anak balita
memperoleh mobil-mobilan dari ayahnya. Lalu ia mencoba memainkan ini dengan
cara memutar kuncinya dan meletakannya pada suatu permukaan atau dataran.
Perilaku “memutar” dan “meletakan” tersebut merupakan respon atau reaksi atas
rangsangan yang timbul pada mainan itu. Pada tahap permulaan, respon anak
terhadap stimulus yang ada pada mainan tadi biasanya tidak tepat atau
setidak-tidaknya tidak teratur. Namun, berkat latihan dan pengalaman
berulang-ulang lambat laun ia menguasai dan akhirnya dapat memainkan
mobil-mobilan dengan baik dan sempurna.
2.2
Mengidentifikasi
Ciri-ciri Belajar
Dari semua pengertian tentang belajar, dapat
ditemukan beberapa ciri dari kegiatan belajar sebagai berikut. (Udin, 2008:1.8)
a.
Pertama,
belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan
tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga
meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor).
b.
Kedua,
perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang
terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan
lingkungan. Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik. Misalnya seorang anak
akan mengetahui api itu panas setelah ia menyentuh api yang menyala pada lilin.
Di samping melalui interaksi fisik, perubahan kemampuan tersebut dapat
diperolah melalaui interaksi psikis.
c.
Ketiga,
perubahan tersebut relatif menetap. Perubahan perilaku akibat obat-obatan,
minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat dikatagorikan sebagai perilaku
hasil belajar. Seorang atlet yang dapat melakukan lompat galah melebihi rekor
orang lain karena minum obat tidak dapat dikatagorikan sebagai hasil belajar.
Perubahan tersebut tidak bersifat menetap. Perubahan perilaku akibat belajar
akan bersifat cukup permanen.
Beberapa
ciri umum kegiatan belajar yang lain adalah sebagai berikut. (Aunurrahman, 2009:36)
a. Pertama, belajar
menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja.
Oleh sebab itu pemahaman pertama yang sangat penting adalah bahwa kegiatan
belajar merupakan kegiatan yang disengaja atau direncanakan oleh pembelajar
sendiri dalam bentuk suatu aktivitas tertentu. Aktivitas ini menunjuk pada
keaktifan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan tertentu, baik pada
aspek-aspek jasmaniah maupun aspek mental yang memungkinkan terjadinya perubahan
pada dirinya.
b. Kedua, belajar
merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. Adanya interaksi individu
dengan lingkungannya mendorong seseorang untuk lebih intensif meningkatkan
keaktifan jasmaniah maupun mentalnya guna lebih mendalami sesuatu yang menjadi
perhatian. Contohnya, ketika seorang anak yang memperhatikan bagaimana seorang
pemanjat tebing melakukan aktivitasnya. Semakin kuat interaksi individu
tersebut dengan objek (berupa kegiatan tersebut), maka semakin besar pula
perhatian dan dorongan individu itu untuk memahami aktivitas yang dilakukan
oleh seorang pemanjat tebing tersebut.
c. Ketiga, hasil
belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Walaupun tidak semua perubahan
tingkah laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas belajar umumnya
disertai perubahan tingkah laku. Contohnya, melalui penayangan sebuah acara
televisi tentang cara-cara mengatur porsi resep salah satu makanan, seorang
gadis remaja mampu mempraktekkan resep tersebut dengan benar.
Dari
pemaparan diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri belajar
meliputi (1) adanya perubahan tingkah laku
pada diri individu. Perubahan tersebut meliputi aspek pengetahuan (kognitif),
aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor). (2) Adanya interaksi
individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk lebih intensif
meningkatkan keaktifan jasmaniah maupun mentalnya guna lebih mendalami sesuatu
yang menjadi perhatian. (3) Perubahan perilaku akibat belajar bersifat cukup
permanen.
Contohnya,
Bella adalah seorang siswa kelas V sekolah dasar. Ia tidak begitu menyukai
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Saat diadakan ulangan IPA, Bella
mendapatkan nilai 50 sehingga ia harus mengikuti remidial. Bella merasa malu
karena ia mendapatkan nilai yang jelek sedangkan teman-temannya mendapatkan
nilai yang bagus. Karena tidak mau kejadian yang sama terulang lagi, Bella pun
belajar IPA lebih giat lagi. Sehingga pada ulangan IPA selanjutnya ia
mendapatkan nilai yang lebih baik dan pemahamannya terhadap pelajaran IPA
meningkat.
2.3
Jenis-Jenis
Belajar
Berkenaan
dengan proses belajar yang terjadi pada diri siswa, Gagne (dalam Udin,
2008:1.9) mengemukakan delapan jenis belajar. Kedelapan jenis belajar tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Belajar
Isyarat (Signal Learning)
Belajar melalui
isyarat adalah melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena adanya tanda atau
isyarat. Misalnya berhenti berbicara ketika mendapat isyarat telunjuk menyilang
mulut sebagai tanda tidak boleh ribut; atau berhenti mengendarai sepeda motor
di perempatan jalan pada saat tanda lampu merah menyala.
b. Belajar
Stimulus-Respon (Stimulus-Rensponse
Learning)
Belajar
Stimmulus-Respon terjadi pada diri individu karena ada ransangan dari luar.
Misalnya menendang bola ketika ada bola didepan kaki, berbaris rapi karena ada
komando, berlari kencang karena mendengar anjing menggonggong di belakang, dan
sebagainya.
c. Belajar
Rangkaian (Chaining Learning)
Belajar terjadi
melalui perpaduan berbagai proses stimulus respon (S-R) yang telah dipelajari sebelumnya
sehingga melahirkan perilaku yang segera atau spontan seperti konsep
merah-putih, panas-dingin, ibu-bapak, kaya-miskin, dan sebagainya.
d. Belajar
Asosiasi Verbal (Verbal Association
Learning)
Belajar asosiasi
verbal terjadi bila individu telah mengetahui sebutan bentuk dan dapat
menangkap makna yang bersifat verbal. Misalnya perahu itu seperti badan itik,
kereta api seperti keluang (kaki seribu), atau wajahnya seperti bulan kesiangan
e. Belajar Membedakan (Discrimination Learning)
Belajar
diskriminasi terjadi bila individu berhadapan dengan benda, suasana, atau
pengalaman yang luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal yang jumlahnya banyak.
Misalnya membedakan jenis tumbuh-tumbuhan atas urat daunnya
f. Belajar Konsep (Concept Learning)
Belajar konsep
terjadi bila individu menghadapi berbagai fakta atau data yang kemudian
ditafsirkan ke dalam suatu pengertian atau makna yang abstrak. Misalnya
binatang, tumbuh-tumbuhan dan manusia.
g. Belajar Hukum atau Aturan (Rule Learning)
Belajar
aturan/hukum terjadi bila individu menggunakan beberapa rangkaian peristiwa
atau perangkat data yang terdahulu atau yang diberikan
sebelumnya dan menerapkan atau menarik kesimpulan dari data tersebut menjadi
suatu aturan. Misalnya ditemukan bahwa benda memuai bila dipanaskan, iklim suatu
tempat dipengaruhi oleh tempat kedudukan geografi dan astronomi di muka bumi,
harga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan, dan sebagainya.
h. Belajar
Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning)
Belajar pemecahan masalah terjadi
bila individu menggunakan bebagai konsep atau prinsip untuk menjawab suatu
pertanyaan, misalnya mengapa harga bahan bakar minyak naik, mengapa minat masuk
perguruan tinggi menurun. Proses pemecahan masalah selalu bersegi jamak dan
satu sama lain saling berkaitan.
Dari
pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis belajar merupakan tahapan
belajar yang bersifat hierarkis (berurutan atau berjenjang). Jenis belajar yang
pertama merupakan prasyarat bagi berlangsungnya jenis belajar berikutnya.
Seorang individu tidak akan mampu melakukan belajar pemecahan masalah apabila
individu tersebut belum menguasai belajar aturan, konsep, membedakan, dan
seterusnya.
Contohnya,
saat
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berlangsung guru mengajukan permasalahan
kepada siswa untuk mengidentifikasi jenis-jenis tulang daun beserta contohnya.
Dari permasalahan tersebut siswa dibimbing untuk memecahkan masalah dengan
mengamati jenis-jenis tulang daun tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar
sekolah dan membedakan daun-daun tersebut berdasarkan jenis tulang daunnya.
Setelah itu siswa memecahkan masalah yang diberikan oleh gurunya.
2.4
Prinsip-Prinsip
Belajar
Prinsip belajar merupakan
ketentuan atau hukum yang harus dijadikan pegangan di dalam pelaksanaan
kegiatan belajar. Sebagai suatu hukum, prinsip belajar akan sangat menentukan
proses dan hasil belajar. (Udin, 2000:2.10)
a.
Motivasi
Motivasi
berfungsi sebagai motor penggerak aktivitas. Motivasi belajar berkaitan erat
dengan yang hendak dicapai oleh individu yang sedang belajar itu sendiri. Bila
seorang yang sedang belajar menyadari bahwa tujuan yang hendak dicapai berguna
atau bermanfaat baginya, maka motivasi belajar akan muncul dengan kuat.
Motivasi belajar seperti itu disebut motivasi intrinsik atau motivasi internal.
Jadi, munculnya motivasi intrinsik dalam belajar, karena siswa ingin menguasai
kemampuan yang terkandung dalam tujuan pembelajaran.
Contoh:
Karim siswa kelas IV sekolah dasar, bersungguh-sungguh mempelajari matematika,
karena ia menyadari bahwa kemampuan dalam bidang matematika bermanfaat sekali
dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Perhatian
Perhatian
erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian
ialah pemusatan energi psikis (pikiran dan perasaan) terhadap suatu objek. Makin
terpusat perhatian pada pelajaran, proses belajar makin baik, dan hasilnya akan
makin baik pula. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha supaya perhatian
siswa terpusat pada pelajaran. Memunculkan perhatian seseorang pada suatu objek
dapat diakibatkan oleh dua hal. Pertama,
orang itu merasa bahwa objek tersebut mempunyai kaitan dengan dirinya,
umpamanya dengan kebutuhan, cita-cita, pengalaman, bakat, minat. Kedua, objek itu sendiri dipandang
memiliki sesuatu yang lain dari yang lain, atau yang lain dari yang sudah
biasa, lain dari yang pada umumnya muncul.
Contoh: Anton,
salah seorang siswa di sekolah dasar sangat tertarik dengan penjelasan ibu
gurunya tentang perpindahan penduduk, sehingga ia sungguh-sungguh memperhatikan
pelajaran tersebut, karena ia pernah dibawa orang tuanya bertransmigrasi.
c.
Aktivitas
Belajar
itu sendiri adalah aktivitas, yaitu aktivitas mental dan emosional. Bila ada
siswa yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung, akan tetapi mental
dan emosionalnya tidak terlibat aktif di dalam situasi pembelajaran itu, pada
hakikatnya siswa itu tidak belajar. Oleh karena itu, guru jangan sekali-sekali
membiarkan ada siswa yang tidak ikut aktif belajar. Lebih jauh dari sekedar
mengaktifkan siswa belajar, guru harus berusaha meningkatkan kadar aktivitas
belajar tersebut.
d.
Prinsip
Umpan Balik
Siswa perlu dengan segera mengetahui
apakah yang dia lakaukan di dalam proses pembelajaran atau yang dia peroleh
dari proses pembelajaran itu sudah benar atau belum. Bila ternyata masih salah,
pada bagian mana dia masih salah dan mengapa salah serta bagaimana seharusnya
dia melakukan kegiatan belajar tersebut.
Untuk itu siswa perlu sekali
memperoleh umpan balik dengan segera, supaya dia tidak terlanjur membuat
kesalahan yang dapat menimbulkan kegagalan belajar. Umpan balik yang dimaksud
adalah guru menunjukkan kepada siswa pada bagian mana siswa masih salah,
kemudian dijelaskan mengapa masih salah dan diminta kepada siswa tersebut untuk
memperbaiki bagian yang masih salah itu. Cara ini merupakan cara yang lebih
baik dalam memberikan umpan balik karena dengan cara ini guru bukan hanya
menyalahkan, akan tetapi menjelaskan pula kepada siswa mengapa pada bagian
tersebut siswa masih salah. Dengan cara ini siswa akan memahami alasan ia
melakukan kesalahan. Belajar dengan penuh pemahaman hasilnya akan semakin baik.
Bahkan bila waktu mencukupi,
siswa yang bersangkutan diminta untuk mengoreksi pekerjaannya sendiri dibawah
bimbingan guru. Setelah siswa tersebut menemukan kesalahaannya sendiri
selanjutnya mendiskusikan kesalahannya itu dengan guru sambil dicari sendiri
cara-cara yang lebih tepat.
Dengan cara seperti itu kadar
aktivitas belajar lebih tinggi. Siswa tidak terlalu banyak bergantung kepada
guru, karena siswa yang lebih banyak aktif mencari dan menemukan sendiri.
e.
Perbedaan
Individual
Belajar dalam arti proses
mental dan emosional terjadi secara individual. Jika kita mengajar di suatu
kelas, sudah barang tentu kadar aktivitas belajar siswa beragam. Hal tersebut
karena siswa memiliki perbedaan dalam hal pengalaman. Minat, bakat, kebiasaan
belajar, kecerdasan, tipe belajar dan sebagainya.
Di dalam menggunakan metode
mengajar, guru perlu menggunakan metode belajar yang bervariasi, sebab mungkin
siswa yang kita ajar memiliki tipe belajar yang berbeda. Siswa yang memiliki
tipe belajar auditif akan lebih mudah belajar melalui pendengaran, siswa yang
memiliki tipe belajar visual akan lebih mudah belajar melalui penglihatan,
sedangkan siswa yang memiliki tipe belajar motorik akan lebih mudah belajar
melalui perbuatan. Sehingga untuk keperluan itu semua guru perlu memahami
pribadi masing-masing yang menjadi bimbingannya.
Berikut
ini diuraikan beberapa prinsip belajar yang dapat dikembangkan dalam proses
pembelajaran. (Aunurrahman, 2009:114)
a.
Prinsip perhatian dan motivasi
Perhatian
dan motivasi merupakan dua aktivitas yang memiliki keterkaitan yang sangat
erat. Untuk menumbuhkan perhatian diperlukan adanya motivasi. Sejumlah hasil
penelitian bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika anak memiliki
motivasi yang kuat untuk belajar.
Penerapan
prinsip-prinsip motivasi dalam proses pembelajaran akan dapat berlangsung
dengan baik, bilamana guru memahami beberapa aspek yang berkenaan dengan
dorongan psikologis sebagai individu dalam diri siswa sebagai berikut.
1)
Setiap individu tidak hanya didorong oleh pemenuhan aspek
biologis, sosial dan emosional, akan tetapi individu perlu juga dorongan untuk
mencapai sesuatu yang lebih dari yang ia miliki saat ini.
2)
Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan
mendorong terjadinya peningkatan usaha.
3)
Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian.
4)
Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung
meningkatkan motivasi belajar.
5)
Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya
bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
b.
Prinsip Transfer dan Retensi
Berkenaan dengan proses
transfer dan retensi terdapat beberapa prinsip yaitu:
1)
Tujuan belajar dan daya ingat dapat menguat retensi.
2)
Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik.
3)
Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi psikis dan fisik dimana
proses belajar itu terjadi.
4)
Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang lebih baik.
5)
Penelaahan bahan-bahan faktual, keterampilan dan konsep dapat
meningkatkan retensi.
c.
Prinsip Keaktifan
Keaktifan
belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual,
emosional dan fisik jika dibutuhkan. Pandangan mendasar yang perlu menjadi
kerangka pikir setiap guru adalah bahwa pada prinsipnya anak-anak adalah
makhluk yang aktif. Individu merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu
ingin tahu. Daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat
berkembang ke arah yang positif bilamana lingkungannya memberikan ruang yang
baik untuk tumbuh suburnya keaktifan itu.
Implikasi
prinsip keaktifan atau aktivitas bagi guru di dalam proses pembelajaran adalah:
1)
Memberi kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk
berkreativitas dalam proses pembelajarannya.
2)
Memberikan kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri
dan eksperimen.
3)
Memberikan tugas individual dan kelompok melalui kontrol guru.
4)
Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang
memberikan respons terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
5)
Menggunakan multi metode dan multi media di dalam pembelajaran.
d.
Prinsip Keterlibatan Langsung
Sejumlah
hasil penelitian membuktikan lebih dari 60% sesuatu yang diperoleh dari
kegiatan belajar didapatkan dari keterlibatan langsung. Edgar Dale dalam
penggolongan pengalaman belajarnya yang dituangkan di dalam kerucut pengalaman
belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui
penglaman langsung. Keterlibatan langsung siswa memberi banyak sekali manfaat
yang langsung dirasakan pada saat terjadinya proses pembelajaran tersebut.
Implikasi
prinsip keterlibatan langsung bagi guru adalah:
1)
Mengaktifan peran individual atau kelompok kecil di dalam
penyelesaian tugas.
2)
Menggunakan media secara langsung dan melibatkan siswa untuk
melakukan berbagai percobaan atau eksperimen.
3)
Memberi keleluasaan kepada siswa untuk melakukan berbagai
percobaan atau eksperimen.
4)
Memberikan tugas-tugas praktek.
Bagi siswa, implikasi
prinsip keterlibatan langsung ini adalah: (1) siswa harus terdorong aktif untuk
mengalami sendiri dalam melakukan aktivitas pembelajaran, (2) siswa dituntut
untuk aktif mengerjakan tugas-tugas.
e.
Prinsip Pengulangan
Teori
belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip belajar
pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar
adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir,
mengingat, mengamati, manghafal, menanggapi dan sebagainya. Melalui
latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaliknya semakin
kurang pemberian latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat
perkembangannya.
Implikasi
prinsip-prinsip pengulangan bagi guru adalah:
1)
Memilah pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan
pengulangan.
2)
Merancang kegiatan pengulangan.
3)
Mengembangkan soal-soal latihan.
4)
Mengimplementasikan kegiatan-kegiatan pengulangan yang bervariasi.
Sedangkan pada siswa
sangat dituntut untuk memiliki kesadaran yang mendalam agar bersedia melakukan
pengulangan latihan-latihan baik yang ditugaskan oleh guru maupun atas
inisiatif dan dorongan diri sendiri.
f.
Prinsip Tantangan
Deporter (2000:23)
mengemukakan bahwa studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar
jika pelajarannya memuaskan, menantang serta ramah, dan mereka memiliki peran
di dalam pengambilan keputusan. Bilamana anak merasa tertantang dalam suatu
pelajaran, maka ia dapat mengabaikan aktivitas lain yang dapat mengganggu
kegiatan belajarnya. Mihaly Csikszentmihalyi, psikolog dari Universitas Chicago
dikenal karena penelitiannya dalam mendokumentasikan suatu “keadaan dimana
seseorang sangat terlibat dalam sebuah kegiatan sehingga hal lain seakan tak
berarti lagi”.
g.
Prinsip Balikan dan Penguatan
Prinsip
balikan dan penguatan pada dasarnya merupakan implementasi dari teori belajar
yang dikemukakan oleh Skinner melalui Teori Operant Conditioning dan
salah satu hukum belajar dari Thorndike yaitu “law of effect”.
Menurut hukum belajar ini, siswa akan belajar lebih bersemangat apabila
mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil belajar, apalagi hasil yang
baik merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh positif bagi
upaya-upaya belajar berikutnya. Namun dorongan belajar, menurut Skinner tidak
hanya muncul karena penguatan yang menyenangkan, akan tetapi juga terdorong
oleh penguatan yang tidak menyenangkan, dengan kata lain penguatan positif dan
negatif dapat memperkuat belajar.
Memberi
penguatan (reinforcement) merupakan tindakan atau respon terhadap suatu bentuk
perilaku yang dapat mendorong munculnya peningkatan kualitas tingkah laku pada
waktu yang lain.
Sumantri
dan Permana (1999:274) mengemukakan secara khusus beberapa tujuan dari
pemberian penguatan, yaitu:
1)
Membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
2)
Merangsang peserta didik berpikir lebih baik.
3)
Menimbulkan perhatian peserta didik.
4)
Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi.
5)
Mengendalikan dan mengubah sikap negatif peserta didik dalam
belajar ke arah perilaku yang mendukung belajar.
Implikasi
prinsip-prinsip balikan dan penguatan bagi guru antara lain; (1) memberikan
balikan dan penguatan secara tepat, baik teknik, waktu maupun bentuknya, (2)
memberikan kepada siswa jawaban yang benar, (3) mengoreksi dan membahas
pekerjaan siswa, (4) memberikan catatan pada hasil pekerjaan siswa baik berupa
angka maupun komentar-komentar tertentu, (5) memberikan lembar jawaban atau
kerja siswa, (6) mengumumkan atau menginformasikan peringkat secara terbuka,
(7) memberikan penghargaan.
h.
Prinsip Perbedaan Individual
Hasil
sejumlah riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor, seperti sikap siswa,
kemampuan dan gaya belajar, pengetahuan serta memberikan dan konteks
pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap
apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari (Killen, 1998:5).
Implikasi
atau penerapan prinsip-prinsip perbedaan individual dalam proses pembelajaran,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan guru sebagai berikut:
1)
Para siswa harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan
kelemahan dirinya dan untuk selanjutnya mendapat perlakuan dan layanan kegiatan
belajar yang mereka butuhklan.
2)
Para siswa harus terus didorong memahami potensi dirinya dan untuk
selanjutnya mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan.
3)
Peserta didik membutuhkan variasi layanan, tugas, bahan dan metode
yang selaras dengan minat, tujuan, dan latar belakang mereka. Hal ini terutama
disebabkan para pesrta didik cenderung memilih kegiatan belajar yang sesuai
dengan pengalaman masa lampau yang mereka rasakan bermakna untuk dirinya.
4)
Para siswa harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan
kelemahan dirinya serta pemenuhan kebutuhan belajar maupun bimbingan yang
berbeda dengan siswa-siswa yang lain.
5)
Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar dapat lebih
diperkuat bilamana para siswa tidak merasa terancam oleh proses yang ia ikuti
serta lingkungannya sehingga mereka memiliki keleluasan untuk berpartisipasi
secara efektif dalam kegiatan belajar.
6)
Para siswa yang telah memahami kekuatan dirinya akan lebih
cenderung memiliki dorongan dan minat untuk belajar secara lebih
sungguh-sungguh.
Disamping
prinsip-prinsip diatas, berikut ini dijelaskan pula beberapa prinsip belajar
yang dikaji dari ranah pembelajaran, mencakup prinsip pembelajaran kognitif, afektif,
dan psikomotor.
a. Prinsip Belajar Kognitif
1)
Perhatian harus dipusatkan pada aspek-aspek lingkungan yang
relevan sebelum proses belajar kognitif terjadi.
2)
Hasil belajar kognitif akan bervariasi sesuai dengan taraf dan
jenis perbedaan individual yang ada.
3)
Bentuk-bentuk kesiapan perbendaharaan kata atau kemampuan membaca,
kecakapan dan pengalaman berpengaruh langsung terhadap proses belajar kognitif.
4)
Pengalaman belajar harus diorganisasikan ke dalam satuan-satuan
unit-unit yang sesuai.
5)
Bila menyajikan konsep, kebermaknaan dalam konsep amatlah penting.
Perilaku mencari, penerapan, pendefinisian resmi dan penilaian sangat
diperlukan untuk menguji bahwa suatu konsep benar-benar bermakna.
6)
Dalam pemecahan masalah, para siswa harus dibantu untuk
mendefinisikan dan membatasi lingkup masalah, menemukan informasi yang sesuai,
menafsirkan dan menganalisis masalah dan memungkinkan tumbuhnya kemampuan
berpikir yang multi dimensional (divergent thinking).
b. Prinsip Belajar Afektif
1)
Sikap dan nilai tidak hanya diperoleh dari proses pembelajaran
langsung, akan tetapi sering diperoleh melalui proses identifikasi dari orang
lain.
2)
Sikap lebih mudah dibentuk karena pengalaman yang menyenangkan.
3)
Nilai-nilai yang ada pada diri individu dipengaruhi oleh standar
perilaku kelompok.
4)
Bagaimana para siswa menyesuaikan diri dan memberi reaksi terhadap
situasi akan memberi dampak dan pengaruh terhadap proses belajar afektif.
5)
Dalam banyak kesempatan nilai-nilai penting yang diperoleh
pada masa kanak-kanak akan tetap melekat sepanjang hayat.
c. Prinsip Belajar
Psikomotorik
1)
Perkembangan psikomotorik anak, sebagian berlangsung secara
beraturan dan sebagian diantaranya tidak beraturan.
2)
Di dalam tugas suatu kelompok akan menunjukkan variasi kemampuan
dasar psikomotorik.
3)
Struktur ragawi dan sistem syaraf individu membantu menentukan
taraf penampilan psikomorik.
4)
Melalui aktivitas bermain dan aktivitas informal lainnya para
siswa akan memperoleh kemampuan mengontrol gerakannya secara lebih baik.
5)
Seirama dengan kematangan fisik dan mental, kemampuan belajar
untuk memadukan dan memperluas gerakan motorik akan lebih dapat diperkuat.
Dari
pemaparan diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa prinsip belajar menunjuk
kepada hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi proses belajar
siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang
diharapkan. Prinsip-prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang
sebaiknya dilakukan oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam
proses pembelajaran. Bagi guru, kemampuan menerapkan prinsip-prinsip belajar
dalam proses pembelajaran akan dapat membantu terwujudnya tujuan pembelajaran
yang dirumuskan dalam perencanaan pembelajaran. Dan bagi siswa, prinsip-prinsip
pembelajaran akan mampu membantu tercapainya hasil belajar yang diharapkan.
Contohnya,
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru menegaskan siswa dengan kegiatan
yang beragam. Misalnya saat pelajaran IPA mengenai tumbuhan yaitu mengamati
bunga, guru mengajak siswa untuk belajar di luar kelas agar bisa langsung
mengamati bunga yang sebenarnya. Sehingga siswa tidak bosan hanya belajar di
dalam kelas saja.
2.5
Teori-Teori
Belajar
Ada enam teori belajar
yang akan dijelaskan secara singkat, yakni Teori Belajar Operant Conditioning dari
B.F. Skinner; Teori Belajar Condition
of Learning dari Robert Gagne;
Teori Belajar Information Processing;
Teori Belajar Cognitive Development dari Jean Piaget; Teori Belajar Social Learning dari Albert Bandura; dan Teori Belajar Attribution dari Bernard Weiner. (dalam Udin, 2008:1.11)
Teori Belajar
|
Asumsi Dasar
|
Komponen Dasar
|
Kontribusi Utama
|
1.
Teori
Belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner
|
Belajar adalah
perilaku dan perubahan perilaku yang tercermin dalam kekerapatan respon yang
merupakan fungsi dari kejadian dalam lingkungan dan kondisi.
|
Stimulus – Respon – Penguatan
|
Analisis keadaan,
antara lain kesiapan, analisis praktek di kelas, dan bahan belajar yang
diindividualisasaikan.
|
2.
Teori
Belajar Condition of Learning dari Robert Gagne
|
Belajar lebih dari
pada proses yang berdiri sendiri, belajar merupakan proses yang unik yang
tidak bisa dikurangi.
|
Lima variasi belajar
yang masing-masing memiliki perangkat kondisi internal dan eksternal.
|
Identifikasi proses
psikologis dalam belajar secara komulatif pertimbangan diversifikasi belajar
manusia, dan hubungan tahap pembelajaran dengan pemrosesan informasi.
|
3.
Teori
Belajar Information Processing
|
Pikiran manusia
prosesor dan pengorganisasi aktif yang komplek yang mentransfer belajar ke
dalam struktur kognitif baru.
|
Proses persepsi,
pengkodean, dan penyimpanan dalam ingatan jangka panjang, dan pemecahan
masalah.
|
Identifikasi proses
aktif dalam belajar informasi baru dan perkembangan model-model pemecahan
masalah.
|
4.
Teori
Belajar Cognitive Development dari Jean Piaget
|
Kecerdasan membangun
struktur yang perlu berfungsi. Pengetahuan merupakan proses interaktif antara
peserta didik dengan lingkungan.
|
Asimilasi dan
akomodasi yang diatur oleh proses ekuilibrasi, pengalaman fisik dan
pengalaman logika matematis.
|
Diskripsi yang kaya
tentang dunia melalui mata anak, identifikasi problem kurikulum, dann
operasionalisasi belajar menemukan atau menyingkap.
|
5.
Teori
Belajar Social Learning dari Albert Bandura
|
Belajar merupakan
interaksi segitiga antara lingkungan, faktor personal, dan perilaku.
|
Perilaku yang
dimodelkan, langsung, peniruan, dan penguatan diri serta proses kognitif
peserta didik.
|
Deskripsi belajar dari
model dalam setting sosial dan pengaruh media massa, analisis detail dari
perilaku prasosial dan anti sosial.
|
6.
Teori
Belajar Attribution dari Bernard Weiner
|
Pencarian pengertian
merupakan dorongan utama. Atribusi adalah sumber yang komplek dari informasi
tentang hasil dan tindakan mendatang diturunkan dalam bagian dari sebab-sebab
teramati dari hasil awal.
|
Pengalaman dan
kebutuhan untuk dihargai dipengaruhi oleh atribusi utama dan semua
dimensinya.
|
Identifikasi kaitan
psikologis antara kepercayaan dan tindakan serta antara kegiatan di kelas
dengan kepercayaan peserta didik mengenai dirinya sendiri.
|
Dari pemaparan
diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa teori belajar berdasarkan asumsi belajar merupakan perubahan
perilaku yang bersifat unik yang tidak dapat dikurangi serta pengetahuan hasil
interaksi individu dengan lingkungannya akan ditransfer ke dalam struktur
kognitif yang baru sehingga menghasilkan suatu tindakan. Berdasarkan komponen
dasar berupa variasi belajar yang masing-masing memiliki perangkat internal dan
eksternal seperti adanya stimulus-respon-penguatan. Berdasarkan kontribusi
utama berupa identifikasi proses aktif dalam belajar informasi baru dan
perkembangan model-model pemecahan masalah, identifikasi psikologis antara
kepercayaan dan tindakan serta kesiapan mengajar dan bahan yang digunakan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Berdasarkan
kajian dalam pembahasan maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
3.1.1
Pengertian Belajar
Belajar adalah serangkain kegiatan
jiwa dan raga yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya
yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
3.1.2
Mengidentifikasi Ciri-Ciri Belajar
Ciri-ciri belajar meliputi (1)
adanya perubahan tingkah laku pada diri
individu. Perubahan tersebut meliputi aspek pengetahuan (kognitif), aspek sikap
dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor). (2) Adanya interaksi
individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk lebih intensif
meningkatkan keaktifan jasmaniah maupun mentalnya guna lebih mendalami sesuatu
yang menjadi perhatian. (3) Perubahan perilaku akibat belajar bersifat cukup
permanen.
3.1.3
Jenis-Jenis Belajar
Jenis-jenis belajar merupakan
tahapan belajar yang bersifat hierarkis (berurutan atau berjenjang). Jenis
belajar yang pertama merupakan prasyarat bagi berlangsungnya jenis belajar
berikutnya. Seorang individu tidak akan mampu melakukan belajar pemecahan
masalah apabila individu tersebut belum menguasai belajar aturan, konsep,
membedakan, dan seterusnya.
3.1.4
Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip belajar menunjuk kepada
hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi proses belajar siswa
sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang
diharapkan. Prinsip-prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang
sebaiknya dilakukan oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam
proses pembelajaran.
3.1.5
Teori-Teori Belajar
Teori belajar berdasarkan asumsi belajar
merupakan perubahan perilaku yang bersifat unik yang tidak dapat dikurangi
serta pengetahuan hasil interaksi individu dengan lingkungannya akan ditransfer
ke dalam struktur kognitif yang baru sehingga menghasilkan suatu tindakan.
Berdasarkan komponen dasar berupa variasi belajar yang masing-masing memiliki
perangkat internal dan eksternal seperti adanya stimulus-respon-penguatan.
Berdasarkan kontribusi utama berupa identifikasi proses aktif dalam belajar
informasi baru dan perkembangan model-model pemecahan masalah, identifikasi
psikologis antara kepercayaan dan tindakan serta kesiapan mengajar dan bahan
yang digunakan.
3.2
SARAN
Atas dasar simpulan di
atas maka dapat disarankan seperti di bawah ini.
3.2.1
Sebagai calon guru, disarankan agar
mengetahui dan memahami makna dari belajar yang merupakan serangkain kegiatan
jiwa dan raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang menyangkut aspek kognitif,
aspek afektif, dan aspek psikomotor.
3.2.2
Agar nantinya dapat membelajarkan
peserta didik sehingga mencapai hasil belajar yang optimal, disarankan kepada
calon guru agar mengetahui dan memahami ciri-ciri belajar.
3.2.3
Sebagai calon guru, disarankan agar
mengetahui dan memahami jenis-jenis belajar yang merupakan tahapan-tahapan
belajar.
3.2.4
Sebagai calon guru, disarankan agar
nantinya mampu menerapkan prinsip-prinsip belajar sehingga proses pembelajaran
yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan.
3.2.5
Sebagai calon guru, disarankan
untuk mengetahui teori-teori yang digunakan oleh para ahli sehingga dapat
dijadikan pedoman dalam kegiatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta.
Winataputra, Udin S., dkk.
2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Universitas Terbuka.
-------, 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Universitas Terbuka.
wow...exelent...boleh tau referensinya?"
ReplyDelete