Friday, November 8, 2013

“Hakikat Belajar”


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Istilah belajar sebenarnya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah belajar. Namun apa sebenamya belajar itu, rasanya masing-masing orang mempunyai tangkapan yang tidak sama. Sejak manusia ada, sebenarnya kita telah melaksanan aktivitas belajar. Oleh sebab itu, sekiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa aktivitas belajar itu telah ada sejak adanya manusia. Sehingga manusia disebut sebagai makhluk belajar dan di dalam dirinya terdapat potensi yang besar untuk diajar.
Zaman sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hampir sepanjang hidupnya, manusia banyak melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar. Proses belajar pada hakekatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat disaksikan. Manusia hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Belajar mempunyai sejumlah ciri yang tidak dapat dibedakan dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu, tidak semua kegiatan yang mekipun mirip belajar dapat dikatakan belajar. Selain itu, belajar juga memiliki jenis-jenis, prinsip-prinsip, dan teori-teori.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengajukan makalah yang berjudul “Hakikat Belajar” yang nantinya dapat memperjelas mengenai pengertian, ciri-ciri, jenis-jenis, prinsip-prinsip, dan teori-teori dari belajar itu sendiri.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan yakni sebagai berikut.
1.2.1        Apa pengertian belajar?
1.2.2        Apa saja ciri-ciri belajar?
1.2.3        Apa saja jenis-jenis belajar?
1.2.4        Apa saja prinsip-prinsip belajar?
1.2.5        Apa saja teori-teori belajar?

1.3    Tujuan
 Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yakni sebagai berikut.
1.3.1        Untuk mengetahui pengertian dari belajar.
1.3.2        Untuk mengidentifikasi ciri-ciri belajar.
1.3.3        Untuk mengetahui jenis-jenis belajar.
1.3.4        Untuk mengetahui prinsip-prinsip belajar.
1.3.5        Untuk mengetahui teori-teori belajar.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Belajar
Pengertian belajar dapat kita temukan dalam berbagai sumber atau literature. Meskipun kita melihat ada perbedaan-perbedaan di dalam rumusan pengertian belajar dari masing-masing ahli, namun secara prinsip kita menemukan kesamaanya.
Bell-GRedler (dalam Udin, 2008:1.5) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies skills and attitudes. Gagne (dalam Udin, 2000:2.3) mengemukakan belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Burton, dalam sebuah buku “The Guidance of Learning Activities”, merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam buku Educational Psychology, H.C. Witherington mengemukakan bahwa belajar suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian. Menurut James O. Whitteker (dalam Aunurrahman, 2009:35) mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Dari pemaparan diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Contohnya, seorang anak balita memperoleh mobil-mobilan dari ayahnya. Lalu ia mencoba memainkan ini dengan cara memutar kuncinya dan meletakannya pada suatu permukaan atau dataran. Perilaku “memutar” dan “meletakan” tersebut merupakan respon atau reaksi atas rangsangan yang timbul pada mainan itu. Pada tahap permulaan, respon anak terhadap stimulus yang ada pada mainan tadi biasanya tidak tepat atau setidak-tidaknya tidak teratur. Namun, berkat latihan dan pengalaman berulang-ulang lambat laun ia menguasai dan akhirnya dapat memainkan mobil-mobilan dengan baik dan sempurna.

2.2    Mengidentifikasi Ciri-ciri Belajar
Dari semua pengertian tentang belajar, dapat ditemukan beberapa ciri dari kegiatan belajar sebagai berikut. (Udin, 2008:1.8)
a.    Pertama, belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor).
b.    Kedua, perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan. Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik. Misalnya seorang anak akan mengetahui api itu panas setelah ia menyentuh api yang menyala pada lilin. Di samping melalui interaksi fisik, perubahan kemampuan tersebut dapat diperolah melalaui interaksi psikis.
c.    Ketiga, perubahan tersebut relatif menetap. Perubahan perilaku akibat obat-obatan, minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat dikatagorikan sebagai perilaku hasil belajar. Seorang atlet yang dapat melakukan lompat galah melebihi rekor orang lain karena minum obat tidak dapat dikatagorikan sebagai hasil belajar. Perubahan tersebut tidak bersifat menetap. Perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen.
Beberapa ciri umum kegiatan belajar yang lain adalah sebagai berikut. (Aunurrahman, 2009:36)
a.    Pertama, belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja. Oleh sebab itu pemahaman pertama yang sangat penting adalah bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan yang disengaja atau direncanakan oleh pembelajar sendiri dalam bentuk suatu aktivitas tertentu. Aktivitas ini menunjuk pada keaktifan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan tertentu, baik pada aspek-aspek jasmaniah maupun aspek mental yang memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya.
b.    Kedua, belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. Adanya interaksi individu dengan lingkungannya mendorong seseorang untuk lebih intensif meningkatkan keaktifan jasmaniah maupun mentalnya guna lebih mendalami sesuatu yang menjadi perhatian. Contohnya, ketika seorang anak yang memperhatikan bagaimana seorang pemanjat tebing melakukan aktivitasnya. Semakin kuat interaksi individu tersebut dengan objek (berupa kegiatan tersebut), maka semakin besar pula perhatian dan dorongan individu itu untuk memahami aktivitas yang dilakukan oleh seorang pemanjat tebing tersebut.
c.    Ketiga, hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Walaupun tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas belajar umumnya disertai perubahan tingkah laku. Contohnya, melalui penayangan sebuah acara televisi tentang cara-cara mengatur porsi resep salah satu makanan, seorang gadis remaja mampu mempraktekkan resep tersebut dengan benar.
Dari pemaparan diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri belajar meliputi (1) adanya perubahan tingkah laku pada diri individu. Perubahan tersebut meliputi aspek pengetahuan (kognitif), aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor). (2) Adanya interaksi individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk lebih intensif meningkatkan keaktifan jasmaniah maupun mentalnya guna lebih mendalami sesuatu yang menjadi perhatian. (3) Perubahan perilaku akibat belajar bersifat cukup permanen.
Contohnya, Bella adalah seorang siswa kelas V sekolah dasar. Ia tidak begitu menyukai pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Saat diadakan ulangan IPA, Bella mendapatkan nilai 50 sehingga ia harus mengikuti remidial. Bella merasa malu karena ia mendapatkan nilai yang jelek sedangkan teman-temannya mendapatkan nilai yang bagus. Karena tidak mau kejadian yang sama terulang lagi, Bella pun belajar IPA lebih giat lagi. Sehingga pada ulangan IPA selanjutnya ia mendapatkan nilai yang lebih baik dan pemahamannya terhadap pelajaran IPA meningkat.

2.3    Jenis-Jenis Belajar
Berkenaan dengan proses belajar yang terjadi pada diri siswa, Gagne (dalam Udin, 2008:1.9) mengemukakan delapan jenis belajar. Kedelapan jenis belajar tersebut adalah sebagai berikut.
a.    Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar melalui isyarat adalah melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena adanya tanda atau isyarat. Misalnya berhenti berbicara ketika mendapat isyarat telunjuk menyilang mulut sebagai tanda tidak boleh ribut; atau berhenti mengendarai sepeda motor di perempatan jalan pada saat tanda lampu merah menyala.
b.    Belajar Stimulus-Respon (Stimulus-Rensponse Learning)
Belajar Stimmulus-Respon terjadi pada diri individu karena ada ransangan dari luar. Misalnya menendang bola ketika ada bola didepan kaki, berbaris rapi karena ada komando, berlari kencang karena mendengar anjing menggonggong di belakang, dan sebagainya.
c.    Belajar Rangkaian (Chaining Learning)
Belajar terjadi melalui perpaduan berbagai proses stimulus respon (S-R) yang telah dipelajari sebelumnya sehingga melahirkan perilaku yang segera atau spontan seperti konsep merah-putih, panas-dingin, ibu-bapak, kaya-miskin, dan sebagainya.
d.   Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning)
Belajar asosiasi verbal terjadi bila individu telah mengetahui sebutan bentuk dan dapat menangkap makna yang bersifat verbal. Misalnya perahu itu seperti badan itik, kereta api seperti keluang (kaki seribu), atau wajahnya seperti bulan kesiangan
e.    Belajar Membedakan (Discrimination Learning)
Belajar diskriminasi terjadi bila individu berhadapan dengan benda, suasana, atau pengalaman yang luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal yang jumlahnya banyak. Misalnya membedakan jenis tumbuh-tumbuhan atas urat daunnya
f.     Belajar Konsep (Concept Learning)
Belajar konsep terjadi bila individu menghadapi berbagai fakta atau data yang kemudian ditafsirkan ke dalam suatu pengertian atau makna yang abstrak. Misalnya binatang, tumbuh-tumbuhan dan manusia.
g.    Belajar Hukum atau Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan/hukum terjadi bila individu menggunakan beberapa rangkaian peristiwa atau perangkat data yang terdahulu atau yang diberikan sebelumnya dan menerapkan atau menarik kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu aturan. Misalnya ditemukan bahwa benda memuai bila dipanaskan, iklim suatu tempat dipengaruhi oleh tempat kedudukan geografi dan astronomi di muka bumi, harga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan, dan sebagainya.
h.    Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning)
Belajar pemecahan masalah terjadi bila individu menggunakan bebagai konsep atau prinsip untuk menjawab suatu pertanyaan, misalnya mengapa harga bahan bakar minyak naik, mengapa minat masuk perguruan tinggi menurun. Proses pemecahan masalah selalu bersegi jamak dan satu sama lain saling berkaitan.
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis belajar merupakan tahapan belajar yang bersifat hierarkis (berurutan atau berjenjang). Jenis belajar yang pertama merupakan prasyarat bagi berlangsungnya jenis belajar berikutnya. Seorang individu tidak akan mampu melakukan belajar pemecahan masalah apabila individu tersebut belum menguasai belajar aturan, konsep, membedakan, dan seterusnya.
Contohnya, saat pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berlangsung guru mengajukan permasalahan kepada siswa untuk mengidentifikasi jenis-jenis tulang daun beserta contohnya. Dari permasalahan tersebut siswa dibimbing untuk memecahkan masalah dengan mengamati jenis-jenis tulang daun tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar sekolah dan membedakan daun-daun tersebut berdasarkan jenis tulang daunnya. Setelah itu siswa memecahkan masalah yang diberikan oleh gurunya.

2.4    Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip belajar merupakan ketentuan atau hukum yang harus dijadikan pegangan di dalam pelaksanaan kegiatan belajar. Sebagai suatu hukum, prinsip belajar akan sangat menentukan proses dan hasil belajar. (Udin, 2000:2.10)
a.    Motivasi
Motivasi berfungsi sebagai motor penggerak aktivitas. Motivasi belajar berkaitan erat dengan yang hendak dicapai oleh individu yang sedang belajar itu sendiri. Bila seorang yang sedang belajar menyadari bahwa tujuan yang hendak dicapai berguna atau bermanfaat baginya, maka motivasi belajar akan muncul dengan kuat. Motivasi belajar seperti itu disebut motivasi intrinsik atau motivasi internal. Jadi, munculnya motivasi intrinsik dalam belajar, karena siswa ingin menguasai kemampuan yang terkandung dalam tujuan pembelajaran.
Contoh: Karim siswa kelas IV sekolah dasar, bersungguh-sungguh mempelajari matematika, karena ia menyadari bahwa kemampuan dalam bidang matematika bermanfaat sekali dalam kehidupan sehari-hari.
b.   Perhatian
Perhatian erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian ialah pemusatan energi psikis (pikiran dan perasaan) terhadap suatu objek. Makin terpusat perhatian pada pelajaran, proses belajar makin baik, dan hasilnya akan makin baik pula. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha supaya perhatian siswa terpusat pada pelajaran. Memunculkan perhatian seseorang pada suatu objek dapat diakibatkan oleh dua hal. Pertama, orang itu merasa bahwa objek tersebut mempunyai kaitan dengan dirinya, umpamanya dengan kebutuhan, cita-cita, pengalaman, bakat, minat. Kedua, objek itu sendiri dipandang memiliki sesuatu yang lain dari yang lain, atau yang lain dari yang sudah biasa, lain dari yang pada umumnya muncul.
Contoh: Anton, salah seorang siswa di sekolah dasar sangat tertarik dengan penjelasan ibu gurunya tentang perpindahan penduduk, sehingga ia sungguh-sungguh memperhatikan pelajaran tersebut, karena ia pernah dibawa orang tuanya bertransmigrasi.


c.    Aktivitas
Belajar itu sendiri adalah aktivitas, yaitu aktivitas mental dan emosional. Bila ada siswa yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung, akan tetapi mental dan emosionalnya tidak terlibat aktif di dalam situasi pembelajaran itu, pada hakikatnya siswa itu tidak belajar. Oleh karena itu, guru jangan sekali-sekali membiarkan ada siswa yang tidak ikut aktif belajar. Lebih jauh dari sekedar mengaktifkan siswa belajar, guru harus berusaha meningkatkan kadar aktivitas belajar tersebut.
d.   Prinsip Umpan Balik
Siswa perlu dengan segera mengetahui apakah yang dia lakaukan di dalam proses pembelajaran atau yang dia peroleh dari proses pembelajaran itu sudah benar atau belum. Bila ternyata masih salah, pada bagian mana dia masih salah dan mengapa salah serta bagaimana seharusnya dia melakukan kegiatan belajar tersebut.
Untuk itu siswa perlu sekali memperoleh umpan balik dengan segera, supaya dia tidak terlanjur membuat kesalahan yang dapat menimbulkan kegagalan belajar. Umpan balik yang dimaksud adalah guru menunjukkan kepada siswa pada bagian mana siswa masih salah, kemudian dijelaskan mengapa masih salah dan diminta kepada siswa tersebut untuk memperbaiki bagian yang masih salah itu. Cara ini merupakan cara yang lebih baik dalam memberikan umpan balik karena dengan cara ini guru bukan hanya menyalahkan, akan tetapi menjelaskan pula kepada siswa mengapa pada bagian tersebut siswa masih salah. Dengan cara ini siswa akan memahami alasan ia melakukan kesalahan. Belajar dengan penuh pemahaman hasilnya akan semakin baik.
Bahkan bila waktu mencukupi, siswa yang bersangkutan diminta untuk mengoreksi pekerjaannya sendiri dibawah bimbingan guru. Setelah siswa tersebut menemukan kesalahaannya sendiri selanjutnya mendiskusikan kesalahannya itu dengan guru sambil dicari sendiri cara-cara yang lebih tepat.
Dengan cara seperti itu kadar aktivitas belajar lebih tinggi. Siswa tidak terlalu banyak bergantung kepada guru, karena siswa yang lebih banyak aktif mencari dan menemukan sendiri.
e.    Perbedaan Individual
Belajar dalam arti proses mental dan emosional terjadi secara individual. Jika kita mengajar di suatu kelas, sudah barang tentu kadar aktivitas belajar siswa beragam. Hal tersebut karena siswa memiliki perbedaan dalam hal pengalaman. Minat, bakat, kebiasaan belajar, kecerdasan, tipe belajar dan sebagainya.
Di dalam menggunakan metode mengajar, guru perlu menggunakan metode belajar yang bervariasi, sebab mungkin siswa yang kita ajar memiliki tipe belajar yang berbeda. Siswa yang memiliki tipe belajar auditif akan lebih mudah belajar melalui pendengaran, siswa yang memiliki tipe belajar visual akan lebih mudah belajar melalui penglihatan, sedangkan siswa yang memiliki tipe belajar motorik akan lebih mudah belajar melalui perbuatan. Sehingga untuk keperluan itu semua guru perlu memahami pribadi masing-masing yang menjadi bimbingannya.
Berikut ini diuraikan beberapa prinsip belajar yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran. (Aunurrahman, 2009:114)

a.        Prinsip perhatian dan motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan dua aktivitas yang memiliki keterkaitan yang sangat erat. Untuk menumbuhkan perhatian diperlukan adanya motivasi. Sejumlah hasil penelitian bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika anak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar.
Penerapan prinsip-prinsip motivasi dalam proses pembelajaran akan dapat berlangsung dengan baik, bilamana guru memahami beberapa aspek yang berkenaan dengan dorongan psikologis sebagai individu dalam diri siswa sebagai berikut.
1)        Setiap individu tidak hanya didorong oleh pemenuhan aspek biologis, sosial dan emosional, akan tetapi individu perlu juga dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang ia miliki saat ini.
2)        Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan mendorong terjadinya peningkatan usaha.
3)        Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian.
4)        Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan motivasi belajar.
5)        Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
b.        Prinsip Transfer dan Retensi
Berkenaan dengan proses transfer dan retensi terdapat beberapa prinsip yaitu:
1)        Tujuan belajar dan daya ingat dapat menguat retensi.
2)        Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik.
3)        Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi psikis dan fisik dimana proses belajar itu terjadi.
4)        Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang lebih baik.
5)        Penelaahan bahan-bahan faktual, keterampilan dan konsep dapat meningkatkan retensi.
c.         Prinsip Keaktifan
Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional dan fisik jika dibutuhkan. Pandangan mendasar yang perlu menjadi kerangka pikir setiap guru adalah bahwa pada prinsipnya anak-anak adalah makhluk yang aktif. Individu merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu. Daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat berkembang ke arah yang positif bilamana lingkungannya memberikan ruang yang baik untuk tumbuh suburnya keaktifan itu.
Implikasi prinsip keaktifan atau aktivitas bagi guru di dalam proses pembelajaran adalah:
1)        Memberi kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam proses pembelajarannya.
2)        Memberikan kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri dan eksperimen.
3)        Memberikan tugas individual dan kelompok melalui kontrol guru.
4)        Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberikan respons terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
5)        Menggunakan multi metode dan multi media di dalam pembelajaran.

d.        Prinsip Keterlibatan Langsung
Sejumlah hasil penelitian membuktikan lebih dari 60% sesuatu yang diperoleh dari kegiatan belajar didapatkan dari keterlibatan langsung. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajarnya yang dituangkan di dalam kerucut pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui penglaman langsung. Keterlibatan langsung siswa memberi banyak sekali manfaat yang langsung dirasakan pada saat terjadinya proses pembelajaran tersebut.
Implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi guru adalah:
1)        Mengaktifan peran individual atau kelompok kecil di dalam penyelesaian tugas.
2)        Menggunakan media secara langsung dan melibatkan siswa untuk melakukan berbagai percobaan atau eksperimen.
3)        Memberi keleluasaan kepada siswa untuk melakukan berbagai percobaan atau eksperimen.
4)        Memberikan tugas-tugas praktek.
Bagi siswa, implikasi prinsip keterlibatan langsung ini adalah: (1) siswa harus terdorong aktif untuk mengalami sendiri dalam melakukan aktivitas pembelajaran, (2) siswa dituntut untuk aktif mengerjakan tugas-tugas.
e.         Prinsip Pengulangan
Teori belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip belajar pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat, mengamati, manghafal, menanggapi dan sebagainya. Melalui latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaliknya semakin kurang pemberian latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.
Implikasi prinsip-prinsip pengulangan bagi guru adalah:
1)        Memilah pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan.
2)        Merancang kegiatan pengulangan.
3)        Mengembangkan soal-soal latihan.
4)        Mengimplementasikan kegiatan-kegiatan pengulangan yang bervariasi.
Sedangkan pada siswa sangat dituntut untuk memiliki kesadaran yang mendalam agar bersedia melakukan pengulangan latihan-latihan baik yang ditugaskan oleh guru maupun atas inisiatif dan dorongan diri sendiri.
f.         Prinsip Tantangan
Deporter (2000:23) mengemukakan bahwa studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang serta ramah, dan mereka memiliki peran di dalam pengambilan keputusan. Bilamana anak merasa tertantang dalam suatu pelajaran, maka ia dapat mengabaikan aktivitas lain yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya. Mihaly Csikszentmihalyi, psikolog dari Universitas Chicago dikenal karena penelitiannya dalam mendokumentasikan suatu “keadaan dimana seseorang sangat terlibat dalam sebuah kegiatan sehingga hal lain seakan tak berarti lagi”.
g.        Prinsip Balikan dan Penguatan
Prinsip balikan dan penguatan pada dasarnya merupakan implementasi dari teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner melalui Teori Operant Conditioning dan salah satu hukum belajar dari Thorndike yaitu “law of effect”. Menurut hukum belajar ini, siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil belajar, apalagi hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh positif bagi upaya-upaya belajar berikutnya. Namun dorongan belajar, menurut Skinner tidak hanya muncul karena penguatan yang menyenangkan, akan tetapi juga terdorong oleh penguatan yang tidak menyenangkan, dengan kata lain penguatan positif dan negatif dapat memperkuat belajar.
Memberi penguatan (reinforcement) merupakan tindakan atau respon terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong munculnya peningkatan kualitas tingkah laku pada waktu yang lain.
Sumantri dan Permana (1999:274) mengemukakan secara khusus beberapa tujuan dari pemberian penguatan, yaitu:
1)        Membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
2)        Merangsang peserta didik berpikir lebih baik.
3)        Menimbulkan perhatian peserta didik.
4)        Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi.
5)        Mengendalikan dan mengubah sikap negatif peserta didik dalam belajar ke arah perilaku yang mendukung belajar.
Implikasi prinsip-prinsip balikan dan penguatan bagi guru antara lain; (1) memberikan balikan dan penguatan secara tepat, baik teknik, waktu maupun bentuknya, (2) memberikan kepada siswa jawaban yang benar, (3) mengoreksi dan membahas pekerjaan siswa, (4) memberikan catatan pada hasil pekerjaan siswa baik berupa angka maupun komentar-komentar tertentu, (5) memberikan lembar jawaban atau kerja siswa, (6) mengumumkan atau menginformasikan peringkat secara terbuka, (7) memberikan penghargaan.
h.        Prinsip Perbedaan Individual
Hasil sejumlah riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor, seperti sikap siswa, kemampuan dan gaya belajar, pengetahuan serta memberikan dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari (Killen, 1998:5).
Implikasi atau penerapan prinsip-prinsip perbedaan individual dalam proses pembelajaran, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan guru sebagai berikut:
1)        Para siswa harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya dan untuk selanjutnya mendapat perlakuan dan layanan kegiatan belajar yang mereka butuhklan.
2)        Para siswa harus terus didorong memahami potensi dirinya dan untuk selanjutnya mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan.
3)        Peserta didik membutuhkan variasi layanan, tugas, bahan dan metode yang selaras dengan minat, tujuan, dan latar belakang mereka. Hal ini terutama disebabkan para pesrta didik cenderung memilih kegiatan belajar yang sesuai dengan pengalaman masa lampau yang mereka rasakan bermakna untuk dirinya.
4)        Para siswa harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya serta pemenuhan kebutuhan belajar maupun bimbingan yang berbeda dengan siswa-siswa yang lain.
5)        Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar dapat lebih diperkuat bilamana para siswa tidak merasa terancam oleh proses yang ia ikuti serta lingkungannya sehingga mereka memiliki keleluasan untuk berpartisipasi secara efektif dalam kegiatan belajar.
6)        Para siswa yang telah memahami kekuatan dirinya akan lebih cenderung memiliki dorongan dan minat untuk belajar secara lebih sungguh-sungguh.
Disamping prinsip-prinsip diatas, berikut ini dijelaskan pula beberapa prinsip belajar yang dikaji dari ranah pembelajaran, mencakup prinsip pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotor.
a.    Prinsip Belajar Kognitif
1)        Perhatian harus dipusatkan pada aspek-aspek lingkungan yang relevan sebelum proses belajar kognitif terjadi.
2)        Hasil belajar kognitif akan bervariasi sesuai dengan taraf dan jenis perbedaan individual yang ada.
3)        Bentuk-bentuk kesiapan perbendaharaan kata atau kemampuan membaca, kecakapan dan pengalaman berpengaruh langsung terhadap proses belajar kognitif.
4)        Pengalaman belajar harus diorganisasikan ke dalam satuan-satuan unit-unit yang sesuai.
5)        Bila menyajikan konsep, kebermaknaan dalam konsep amatlah penting. Perilaku mencari, penerapan, pendefinisian resmi dan penilaian sangat diperlukan untuk menguji bahwa suatu konsep benar-benar bermakna.
6)        Dalam pemecahan masalah, para siswa harus dibantu untuk mendefinisikan dan membatasi lingkup masalah, menemukan informasi yang sesuai, menafsirkan dan menganalisis masalah dan memungkinkan tumbuhnya kemampuan berpikir yang multi dimensional (divergent thinking).
b.   Prinsip Belajar Afektif
1)        Sikap dan nilai tidak hanya diperoleh dari proses pembelajaran langsung, akan tetapi sering diperoleh melalui proses identifikasi dari orang lain.
2)        Sikap lebih mudah dibentuk karena pengalaman yang menyenangkan.
3)        Nilai-nilai yang ada pada diri individu dipengaruhi oleh standar perilaku kelompok.
4)        Bagaimana para siswa menyesuaikan diri dan memberi reaksi terhadap situasi akan memberi dampak dan pengaruh terhadap proses belajar afektif.
5)        Dalam banyak kesempatan nilai-nilai penting yang diperoleh pada masa kanak-kanak akan tetap melekat sepanjang hayat.
c.    Prinsip Belajar Psikomotorik
1)        Perkembangan psikomotorik anak, sebagian berlangsung secara beraturan dan sebagian diantaranya tidak beraturan.
2)        Di dalam tugas suatu kelompok akan menunjukkan variasi kemampuan dasar psikomotorik.
3)        Struktur ragawi dan sistem syaraf individu membantu menentukan taraf penampilan psikomorik.
4)        Melalui aktivitas bermain dan aktivitas informal lainnya para siswa akan memperoleh kemampuan mengontrol gerakannya secara lebih baik.
5)        Seirama dengan kematangan fisik dan mental, kemampuan belajar untuk memadukan dan memperluas gerakan motorik akan lebih dapat diperkuat.
Dari pemaparan diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa prinsip belajar menunjuk kepada hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi proses belajar siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Prinsip-prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam proses pembelajaran. Bagi guru, kemampuan menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran akan dapat membantu terwujudnya tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam perencanaan pembelajaran. Dan bagi siswa, prinsip-prinsip pembelajaran akan mampu membantu tercapainya hasil belajar yang diharapkan.
Contohnya, dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru menegaskan siswa dengan kegiatan yang beragam. Misalnya saat pelajaran IPA mengenai tumbuhan yaitu mengamati bunga, guru mengajak siswa untuk belajar di luar kelas agar bisa langsung mengamati bunga yang sebenarnya. Sehingga siswa tidak bosan hanya belajar di dalam kelas saja. 

2.5    Teori-Teori Belajar
Ada enam teori belajar yang akan dijelaskan secara singkat, yakni Teori Belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner; Teori Belajar Condition of Learning dari Robert Gagne; Teori Belajar Information Processing; Teori Belajar Cognitive Development dari Jean Piaget; Teori Belajar Social Learning dari Albert Bandura; dan Teori Belajar Attribution dari Bernard Weiner. (dalam Udin, 2008:1.11)
Teori Belajar
Asumsi Dasar
Komponen Dasar
Kontribusi Utama
1.    Teori Belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner
Belajar adalah perilaku dan perubahan perilaku yang tercermin dalam kekerapatan respon yang merupakan fungsi dari kejadian dalam lingkungan dan kondisi.
Stimulus – Respon – Penguatan
Analisis keadaan, antara lain kesiapan, analisis praktek di kelas, dan bahan belajar yang diindividualisasaikan.
2.    Teori Belajar Condition of Learning dari Robert Gagne
Belajar lebih dari pada proses yang berdiri sendiri, belajar merupakan proses yang unik yang tidak bisa dikurangi.
Lima variasi belajar yang masing-masing memiliki perangkat kondisi internal dan eksternal.
Identifikasi proses psikologis dalam belajar secara komulatif pertimbangan diversifikasi belajar manusia, dan hubungan tahap pembelajaran dengan pemrosesan informasi.
3.    Teori Belajar Information Processing

Pikiran manusia prosesor dan pengorganisasi aktif yang komplek yang mentransfer belajar ke dalam struktur kognitif baru.
Proses persepsi, pengkodean, dan penyimpanan dalam ingatan jangka panjang, dan pemecahan masalah.
Identifikasi proses aktif dalam belajar informasi baru dan perkembangan model-model pemecahan masalah.
4.    Teori Belajar Cognitive Development dari Jean Piaget

Kecerdasan membangun struktur yang perlu berfungsi. Pengetahuan merupakan proses interaktif antara peserta didik dengan lingkungan.
Asimilasi dan akomodasi yang diatur oleh proses ekuilibrasi, pengalaman fisik dan pengalaman logika matematis.
Diskripsi yang kaya tentang dunia melalui mata anak, identifikasi problem kurikulum, dann operasionalisasi belajar menemukan atau menyingkap.
5.    Teori Belajar Social Learning dari Albert Bandura

Belajar merupakan interaksi segitiga antara lingkungan, faktor personal, dan perilaku.
Perilaku yang dimodelkan, langsung, peniruan, dan penguatan diri serta proses kognitif peserta didik.
Deskripsi belajar dari model dalam setting sosial dan pengaruh media massa, analisis detail dari perilaku prasosial dan anti sosial.
6.    Teori Belajar Attribution dari Bernard Weiner

Pencarian pengertian merupakan dorongan utama. Atribusi adalah sumber yang komplek dari informasi tentang hasil dan tindakan mendatang diturunkan dalam bagian dari sebab-sebab teramati dari hasil awal.
Pengalaman dan kebutuhan untuk dihargai dipengaruhi oleh atribusi utama dan semua dimensinya.
Identifikasi kaitan psikologis antara kepercayaan dan tindakan serta antara kegiatan di kelas dengan kepercayaan peserta didik mengenai dirinya sendiri.

Dari pemaparan diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa teori belajar berdasarkan asumsi belajar merupakan perubahan perilaku yang bersifat unik yang tidak dapat dikurangi serta pengetahuan hasil interaksi individu dengan lingkungannya akan ditransfer ke dalam struktur kognitif yang baru sehingga menghasilkan suatu tindakan. Berdasarkan komponen dasar berupa variasi belajar yang masing-masing memiliki perangkat internal dan eksternal seperti adanya stimulus-respon-penguatan. Berdasarkan kontribusi utama berupa identifikasi proses aktif dalam belajar informasi baru dan perkembangan model-model pemecahan masalah, identifikasi psikologis antara kepercayaan dan tindakan serta kesiapan mengajar dan bahan yang digunakan.

BAB III
PENUTUP

3.1    Simpulan
Berdasarkan kajian dalam pembahasan maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
3.1.1        Pengertian Belajar
Belajar adalah serangkain kegiatan jiwa dan raga yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
3.1.2        Mengidentifikasi Ciri-Ciri Belajar
Ciri-ciri belajar meliputi (1) adanya perubahan tingkah laku pada diri individu. Perubahan tersebut meliputi aspek pengetahuan (kognitif), aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor). (2) Adanya interaksi individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk lebih intensif meningkatkan keaktifan jasmaniah maupun mentalnya guna lebih mendalami sesuatu yang menjadi perhatian. (3) Perubahan perilaku akibat belajar bersifat cukup permanen.


3.1.3        Jenis-Jenis Belajar
Jenis-jenis belajar merupakan tahapan belajar yang bersifat hierarkis (berurutan atau berjenjang). Jenis belajar yang pertama merupakan prasyarat bagi berlangsungnya jenis belajar berikutnya. Seorang individu tidak akan mampu melakukan belajar pemecahan masalah apabila individu tersebut belum menguasai belajar aturan, konsep, membedakan, dan seterusnya.
3.1.4        Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip belajar menunjuk kepada hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi proses belajar siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Prinsip-prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam proses pembelajaran.
3.1.5        Teori-Teori Belajar
Teori belajar berdasarkan asumsi belajar merupakan perubahan perilaku yang bersifat unik yang tidak dapat dikurangi serta pengetahuan hasil interaksi individu dengan lingkungannya akan ditransfer ke dalam struktur kognitif yang baru sehingga menghasilkan suatu tindakan. Berdasarkan komponen dasar berupa variasi belajar yang masing-masing memiliki perangkat internal dan eksternal seperti adanya stimulus-respon-penguatan. Berdasarkan kontribusi utama berupa identifikasi proses aktif dalam belajar informasi baru dan perkembangan model-model pemecahan masalah, identifikasi psikologis antara kepercayaan dan tindakan serta kesiapan mengajar dan bahan yang digunakan.

3.2    SARAN
Atas dasar simpulan di atas maka dapat disarankan seperti di bawah ini.
3.2.1        Sebagai calon guru, disarankan agar mengetahui dan memahami makna dari belajar yang merupakan serangkain kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang menyangkut aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor.
3.2.2        Agar nantinya dapat membelajarkan peserta didik sehingga mencapai hasil belajar yang optimal, disarankan kepada calon guru agar mengetahui dan memahami ciri-ciri belajar.
3.2.3        Sebagai calon guru, disarankan agar mengetahui dan memahami jenis-jenis belajar yang merupakan tahapan-tahapan belajar.
3.2.4        Sebagai calon guru, disarankan agar nantinya mampu menerapkan prinsip-prinsip belajar sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan.

3.2.5        Sebagai calon guru, disarankan untuk mengetahui teori-teori yang digunakan oleh para ahli sehingga dapat dijadikan pedoman dalam kegiatan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Winataputra, Udin S., dkk. 2000.  Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
-------, 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.



1 komentar: