BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Kehidupan manusia tidak terlepas dari sejarah
kehidupan, karena sejarah itu dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk
melakukan suatu tindakan dimasa sekarang, baik itu tindakan yang lebih baik
atau sebaliknya, sehingga dapat menghasilkan hasil yang maksimal.
Sejarah adalah suatu peristiwa yang telah terjadi di
masa lampau yang merupakan bagian dari kehidupan manusia. Sejarah itu diisi
tergantung pada pembuat sejarah, apakah diisi dengan tinta sejarah yang
bermanfaat atau sebaliknya. Hingga sampai saat ini pun kita sebenarnya sedang
membuat sejarah tentang kehidupan kita untuk generasi penerus kita, baik itu
untuk anak dan cucu kita maupun semua orang yang terlibat dalam aktivitas
kehidupan kita. Secara tidak langsung kita sekarang ini akan menjadi sejarah
bagi generasi penerus kita di kehidupan mendatang.
Peristiwa sejarah meliputi berbagai aktivitas manusia
di semua bidang, salah satunya adalah landasan sejarah dalam bidang pendidikan
yang merupakan pembahasan dalam makalah ini. Pendidikan merupakan hasil sejarah
orang-orang sebelum kita yang berjasa dalam bidang sejarah. Oleh karena itu,
dengan adanya landasan sejarah pendidikan di masa lalu bisa dijadikan gambaran
untuk melakukan pendidikan dimasa sekarang. Sehingga dalam pelaksanaan
pendidikan dapat mengarah pada tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Secara umum, pendidikan merupakan segala pengalaman
belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Secara
khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan keluarga, masyarakat, dan
pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan yang
berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan
peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008: 3, 11).
Tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk membentuk
manusia Indonesia seutuhnya yang berdasar Pancasila yang dimotori oleh
pengembangan afeksi, seperti sikap suka belajar, tahu cara belajar, rasa percaya
diri, mencintai prestasi tinggi, punya etos kerja, kreatif dan produktif, serta
puas akan sukses yang akan dicapai (Pidarta, 2007: viii).
Pendidikan Nasional Indonesia Merdeka secra formal
dimulai sejak Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya kepada dunia pada
tanggal 17 Agustus 1945. Pendidikan Nasional Indonesia Merdeka ini merupakan
kelanjutan dari cita-cita dan praktek-praktek pendidikan masa lampau yang
tersurat atau tersirat yang masih
menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan ini (Mudyaharjo, 2008:214).
Dalam proses pertumbuhan menjadi negara maju,
Indonesia telah mengalami berbagai perubahan, termasuk dalam bidang pendidikan.
Perubahan-perubahan itu merupakan hal yang wajar karena perubahan selalu
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang bisa berganti selaras dengan perkembangan
serta tuntutan zaman pada saat itu. Tidak mengherankan jika sistem pendidikan
yang dianut segera setelah merdeka adalah sistem kontinental karena kontak kita
pada saat itu adalah dengan negara-negara Eropa, khususnya negeri Belanda
(Dardjowidjojo, 1991: ix)
Pengambilalihan sistem kontinental itu tentu kita
lakukan dengan penuh kesadaran bahwa sistem tersebut belum tentu cocok dan
langgeng dengan perkembangan pendidikan yang kita kehendaki. Setelah kita
merdeka dan menetapkan sistem pendidikan kontinental sekitar lima windhu, kita
dapati bahwa pendidikan dengan sistem Eropa tidak cocok dengan tuntutan
perkembangan zaman (Dardjowidjojo, 1992:1).
Proses pendewasaan pun berlanjut, dan pengalaman telah
banyak mengajarkan kepada kita untuk memetik mana yang baik dan mana yang
buruk. Keadaan politik nasional dan internasional, perekonomian dunia, hubungan
antar bangsa, dan peran yang dimainkan bangsa Indonesia pun bergeser dan
berubah, yang sedikit banyak mendorong kita untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian tertentu.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut,
1.
Bagaimana
sejarah pendidikan di dunia?
2.
Bagaimana
sejarah pendidikan di Indonesia?
3.
Apa yang menjadi
landasan historis kependidikan di Indonesia?
4.
Apa implikasi
konsep pendidikan yang bersumber dari landasan historis ini?
1.3.
Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut,
1. Untuk mengetahui sejarah pendidikan di dunia.
2. Untuk mengetahui sejarah pendidikan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui landasan historis kependidikan di
Indonesia.
4. Untuk mengetahui implikasi konsep pendidikan yang
bersumber dari landasan historis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Sejarah Pendidikan Dunia
Perjalanan sejarah pendidikan dunia telah lama
berlangsung, mulai dari zaman Hellenisme
(150SM-500), zaman pertengahan (500-1500), zaman Humanisme atau
Renaissance serta zaman Reformasi dan Kontra Reformasi (1600-an). Namun
pendidikan pada zaman ini belum memberikan kontribusinya pada pendidikan zaman
sekarang. Oleh karena itu, pendidikan pada zaman ini tidak dijabarkan dalam
makalah ini.
Makalah ini membahas sejarah pendidikan dunia meliputi
zaman-zaman seperti zaman Realisme, Rasionalisme, Naturalisme, Developmentalisme,
Nasionalisme, Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme, serta Sosialisme.
1.
Zaman Realisme
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang
didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada
kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda dengan
pendidikan-pendidikan sebelumnya yang banyak berkiblat pada dunia ide, dunia
surga dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran yang praktis. Menurut aliran
ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata
tetapi juga melalui persepsi penginderaan.
Tokoh-tokoh pendidikan zama Realisme ini adalah
Francis Bacon dan Johhann Amos Comenius. Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan
yang dikembangkan pada zaman ini meliputi:
a.
Pendidikan lebih
dihargai daripada pengajaran.
b.
Pendidikan harus
menekankan aktivitas sendiri.
c.
Penanaman
pengertian lebih penting daripada hafalan.
d.
Pelajaran
disesuaikan dengan perkembangan anak.
e.
Pelajaran harus
diberikan unsur satu per satu, dari yang paling mudah.
f.
Pengetahuan
diperoleh dari metode berpikir induktif (mulai dari menemukan fakta-fakta
khusus kemuadian dianalisa sehingga menimbulkan simpulan) dan anak-anak harus
belajar dari realita alam.
g.
Pendidikan
bersifat demokratis dan semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk
belajar.
2.
Zaman
Rasionalisme
Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk
berfikir sendiri dan bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat
diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya. Paha mini muncul
karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan Raja
Perancis yang memiliki kekuasaan absolut.
Tokoh pendidikan pada zaman ini yaitu pada abad ke-18
adalah John Locke. Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa, yaitu mendidik seperti menulis do atas kertas
putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya manusia membentuk
pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan jiwa manusia ini bisa
mengarahkan kepada hal-hal yang negative, seperti intelektualisme,
individualisme, dan materialisme.
3.
Zaman
Naturalisme
Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme, pada abad
ke-18 muncullah aliran Naturalisme dengan tokohnya J.J. Rousseau. Aliran ini
menentang kehidupan yang tidak wajar sebagi akibat dari Rasionalisme, seperti
korupsi, gaya hidup yang dibuat-buat dan sebagainya. Naturalisme menginginkan
keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati dan alamlah yang menjadi gugur,
sehingga pendidikan dilaksanakan secara alamiah (pendidikan alam). Naturalisme
menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan
jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri.
4.
Zaman
Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19.
Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga
aliran ini sering disebut gerakan psikologi dalam pendidikan. Tokoh-tokoh
aliran ini adalah Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel,
dan Stanley Hall.
Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini
meliputi:
a.
Mengaktualisasi
semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian
yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial manusia.
b.
Pengembangan ini
dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak yang melalui
observasi dan eksperimen.
c.
Pendidikan
adalah pengembangan pembawaan (nature)
yang disertai asuhan yang baik (nurture)
d.
Pengembangan
pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan pengembangan pendidikan
universal.
5.
Zaman
Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai
upaya membentuk patriot-patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum
imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La Chatolais (perancis), Fichte (Jerman), dan
Jefferson (Amerika Serikat).
Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini
adalah:
a.
Menjaga,
memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara.
b.
Mengutamakan
pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan.
c.
Materi
pelajarannya meliputi bahasa dan kesusastraan nasional, pendidikan
kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara, dan
pendidikan jasmani.
Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme, yaitu kegilaan atau
kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa Negara, seperti
Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I.
6.
Zaman
Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme
berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan
penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith dan
siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah
pada individualisme. Sedangkan positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati
oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama semakin melemah. Tokoh
aliran positivisme adalah August Comte.
7.
Zaman Sosialisme
Aliran sosialdalam pendidikan muncul pada abad ke-20
sebagai reaksi terhadap dampak liberalism, positivisme, dan individualisme.
Tokoh-tokohnya adalah Paul Nartrop, George
Kerchensteiner, dan John Dewey.
Menurut aliran ini, masyarakat memiliki arti yang
lebih penting daripada individu. Ibarat atom, individu tidak ada artinya bila
tidak berwujud benda. Oleh karena itu, pendidikan harus diabdikan untuk
tujuan-tujuan sosial.
2.2.
Sejarah Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum negara
Indonesia berdiri. Oleh sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia menjadi cukup
panjang. Pendidikan di Indonesia sudah ada sejak zaman kuno/tradisional yang
dimulai dari zaman Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan dan
zaman kemerdekaan.
Berikut ini
diuraikan perjalanan sejarah pendidikan bangsa Indonesia.
1.
Pendidikan pada Zaman
Hindu dan Budha
Pendidikan formal berkembang pada zaman Hindu yang
terjadi di kerajaan-kerajaan yang sudah berkembang. Materi pembelajaran
berpusat kepada ajaran agama, membaca dan menulis (huruf Pallawa) dan bahasa
Sansekerta. Para pendidiknya ialah orang-orang pandai yang memahami ajaran
agama (Pandita), yang berasal dari kasta Brahmana. Para peserta masih terbatas
kepada kasta Brahmana dan Ksatria. Pendidikan pada zaman Hindu lebih tepat
dikatan sebagai “perguruan” dimana para murid berguru kepada para cerdik
cendekia.
Pada zaman Budha, terdapat Perguruan Tinggi Budha yang
murid-muridnya banyak berasal dari Indocina, Jepang dan Tiongkok. Guru yang
terkenal. Para murid pada saat itu juga belajar seni pahat dan sastra.
Tujuan pendidikan pada zaman ini adalah:
a.
Kaum Brahmana,
pendidikan bertujuan untuk menguasai kitab suci sebagai sumber kebenaran dan
pengetahuan yang universal.
b.
Kaum Ksatria,
sebagi penguasa, pendidikan bertujuan untuk memiliki pengetahuan teoritis yang
berhubungan dengan pemerintahan.
c.
Bagi rakyat
biasa, pendidikan bertujuan agar warga masyarakat memiliki keterampilan yang
dibutuhkan dalam hidup.
Beberapa sifat pendidikan yang menonjol pada saat itu
adalah informal, berpusat pada religi, penghormatan tertinggi kepada gutu dan
aristokrat atau pendidikan hanya diikuti golongan tertentu saja. Jenis
pendidikan yang diajarkan adalah pendidikan intelektual (penguasaan kitab
suci), pendidikan kesatriaan (pendidikan pemerintahan) dan pendidikan keterampilan
(pewarisan keterampilan). Tempat-tempat yang biasanya dijadikan sebagai lembaga
pendidikan adalah pecatrikan/padepokan, pura, petapaan, dan keluarga.
Sampai jatuhnya Majapahit pada abad ke-15, ilmu
pengetahuan terus berkembang. Khususnya di bidang sastra, bahasa, ilmu
pengetahuan dan tatanegara serta ilmu hukum. Dalam seni bangunan dan seni
pahat, banyak dihasilkan karya arsitektur yang menakjubkan.
2.
Pendidikan pada
Zaman Islam
Pada mulanya, ajaran Islam disebarkan melalui
perdagangan. Para pedagang juga menyebarkan Islam dan menjadi ustadz (guru).
Pendidikan Islam di Jawa mulai teratur sejak seorang ulama yang bernama Maulana
Malik Ibrahim mengajarkan ajaran agama secara khusus di rumahnya, kemuadian
mendirikan langgar di Gresik. Beberapa penulis sejarah mengatakan bahwa
beliaulah yang pertama-tama mendirikan pesantren. Dalam penyebaran agama dan
pendidikan Islam, para ulama atau Wali telah banyak menentukan perkembangan dan
kemajuan pendidikan Islam.
Pendidikan Islam lebih teratus setelah Raden Patah
mendirikan pesantren di Glagah Arum, yang masih berada di bawah kekuasaan
Majapahit. Raden patah adalah orang yang pertama kali mengorganisir pendidikan
Islam dengan mendirikan organisasi Bayangkare. Kemudian, pada saar Raden Patah
memisahkan diri dari Majapahit, perkembangan pendidikan Islam lebih leluasa
lagi dan menyebar ke seluruh pelosok pulau Jawa. Setelah Demak ditaklukkan oleh
Pajang, dilakukan penyempurnaan dalam pendidikan Islam. Pada masa pemerintahan
Sultan Agung, di tiap kota harus dibangun Masjid Gede yang paten. Pada masa itu
telah ada lembaga-lembaga pendidikan yang berupa Pengajian Qur’an, Pengajian
Kitab, Pesantren Besar dan Pesantren Keahlian.
Dasar pendidikan Islam adalah tauhid mengakui ke-Esaan
Allah dan menyerahkan diri pada-Nya dengan ikhlas dan melakukan amal saleh.
Tujuan pendidikan pada zaman Islam adalah:
a.
Memiliki
pengetahuan praktis yang sangat berguna
untuk hidup di dunia yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
b.
Memiliki
pengetahuan kegunaan yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, Ijma, dan Qiyas.
c.
Menjadi manusia
yang menjalankan ajaran Islam, manusia yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada
Allah.
Lembaga-lembaga pendidikan yang digunakan untuk
mengembangkan ajaran Islam adalah langgar dan pondok pesantren. Adapun
metode-metode pendidikan yang digunakan adalah:
a.
Metode Sorongan
Metode membaca Al-Qur’an dimulai dengan pengenalan
huruf serta tanda-tandanya untuk langsung membaca surat-surat pendek. Apabila
sudah lancer dilanjutkan dengan membaca Al-Qur’an ampai tamat. Cara mengajarkan
huruf-huruf dan tanda-tanda bacaan, serta membaca Al-Qur’an dilakukan seorang
demi seorang secara individual.
b.
Metode
Halaqan/Pagalan
Dengan metode ini, para santri semua duduk melingkari
Kyai dengan kitab yang sedang dipelajarinya dibacakan dengan bahasa Arab,
diterjemahkan dan dijelaskan maksudnya. Para santri menulis dan mendengarkan
terjemahan dan diadakan juga Tanya jawab.
Pendidikan pada zaman Islam ini bersifat religious,
guru tidak memperoleh bayaran dan pendidikan Islam bersifat demokratis.
3.
Pendidikan pada
Zaman Penjajahan
a.
Kedatangan Orang
Portugis
Pada masa Portugis, masyarakat dibaptis dan dijadikan
Katolik Roma. Mereka lalu diberi pendidikan agar agama baru tersebut dapat
dipertahankan dan terus berkembang. Penduduk Portugis di Indonesia hanya
bertahan sampai Belanda lalu menguasai Indonesia.
b.
Zaman VOC
Pada zaman VOC, dasar pendidikannya adalah agama
Kristen Protestan. Adapun tujuan pendidikannya adalah:
(1)
Untuk
mengembangkan agama Kristen Protestan
(2)
Pendidikan yang
diberikan kepada bumi putera adalah untuk mendapatkan tenaga pembantu yang
murah.
Jenis-jenis sekolah pada zaman ini adalah pendidikan
dasar, sekolah latin, seminarium theological, dan akademi pelayaran.
c.
Pemerintahan
Hindia Belanda
Pada tahun 1799, VOC dibubarkan karena mengalami kemunduran.
Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengambil alih kekuasaan atas Indonesia.
Bersamaan dengan itu, di Eropa terjadi perubahan dengan alam pikiran baru yaitu
Auflarung yang berarti fajar, terang dan merupakan abad akal.
Ciri persekolahan pada zaman ini adalah:
(1)
Sekolah besifat
dulistis, Pemerintah Kolonial Belanda membuat stratifikasi sosial masyarakat
yang terbagi menjadi tiga golongan, yaitu golongan Eropa, golongan asing diluar
Eropa dan golongan bumi putera yang merupakan golongan kelas tiga.
(2)
Sekolah bersifat
sekuler.
(3)
Sekolah lebih
banyak didasarkan pada kebudayaan Barat.
(4)
Sekolah
pemerintah kurang memperhatikan keterampilan khusus.
(5)
Sekolah
pemerintah kurang memperhatikan pendidikan kaum wanita.
Jenis-jenis
sekolah:
(1)
Sekolah untuk
orang Eropa
Sekolah
untuk orang Eropa ada dua yaitu sekolah dasar dan sekoalah lanjutan.
(2)
Sekolah untuk
Bumi Putera
Sekolah
untuk Bumi Putera terdiri dari sekolah rakyat yang dibagi lagi menjadi dua
jenis yaitu sekolah rakyat untuk anak-anak pemuka-pemuka, para tokoh, dan orang-orang
terhormat serta sekolah rakyat kelas dua untuk anak-anak rakyat biasa. Selain
itu ada juga sekolah raja dan sekolah lanjutan.
(3)
Sekolah Kejuruan
Ada
tiga jenis sekolah kejuruan pada masa itu, yaitu sekolah pertukangan, sekolah
pendidikan guru dan sekolah gadis.
d.
Pendidikan
Hindia Belanda sejak 1900
Pada awal abad ke-20, di Indonesia lahir politik etis.
Politik etis yang dicetuskan oleh Van de Venter, ditunjukan demi kepentingan
Bumi Putera dengan cara memajukan penduduk asli dengan cara barat (pendidikan
barat). Politik etis ini adalah edukasi, irigasi, dan imigrasi.
Pemerintah mendasarkan kebijaksanaannya dalam
pendidikan sebagai berikut:
(1)
Pendidikan dan
pengetahuan Barat diterapkan sebanyak mungkin bagi segolongan Bumi Putera.
(2)
Pemberian
pendidikan rendah bagi golongan Bumi Putera disesuaikan dengan kebutuhan
mereka.
Sedangkan tujuan pendidikan Belanda hanyalah sekedar
untuk memperoleh tenaga-tenaga kerja yang murah.
Jenis-jenis persekolahan pada zaman itu adalah:
(1)
Pendidikan
Rendah (Lager Onderwijs)
Terdiri
dari sekolah rendah berbahasa pengantar bahasa Belanda, yang dibagi menjadi
sekolah rendah Eropa (ELS) dan sekolah Bumi Putera (sekolah Cina Belanda/HCS
dan sekolah Bumi Putera Belanda/HIS).
(2)
Pendidikan
Lanjutan/Menengah (Middlebaar Onderwijs)
Terdiri dari MULO
(pendidikan dasar yang diperluas), AMS (lanjutan dari MULO) dan HBS (sekolah
tinggi warga negara).
(3)
Pendidikan
Kejuruan (Vakonderwijs)
Terdiri dari sekolah
pertukangan (Ambachts Leergang) yang
berbahasa daerah, sekolah pertungan (Ambachsschool)
yang berbahasa Belanda, sekolah teknik (Techisch
Onderwijs), sekolah dagang (Handel
Onderwijs), pendidikan pertanian (Landbouw
Onderwijs), pendidikan kejuruan kewanitaan (Meisjes Valkonderwijs), dan pendidikan keguruan (Kweekschool).
(4)
Pendidikan
Tinggi (Hooger Onderwijs)
Terdi dari pendidikan tinggi
kedokteran, pendidikan tinggi hukum dan pendidika tinggi teknik.
e.
Pendidikan
Swasta oleh Bumi Putera
(1)
Muhammadiyah
Muhammadiyah
merupakan suatu gerakan sosial, sebagai suatu interaksi positif terhadap
situasi politik, situasi ekonomi, situasi kebudayaan dan situasi keagamaan pada
saat itu. Lahirnya Muhammadiyah merupakan perpanjangan dari gerakan Islam yang
terjadi di dunia pada masa itu. Gerakan itu antara lain Wahabi, Salafiyah dan
Aligard yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap gerakan pembaharuan Islam di
Indonesia. Muhammadiyah berdiri pada tanggal 18 Novembar 1912 yang dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan.
Jenis-jenis
sekolah Muhammadiyah diantaranya Al-Qisnul Alqo (1921), Taman kanak-kanak
Muhammadiyah atau Busthanul Athfal (1926), HIS met de Qur’an (1923 di Jakarta,
1926 di Kudus, dan 1928 di Aceh), dan sekolah-sekolah seperti HIS, Volshool,
Verpoldschool, dan Schakelschool. Al-Qisnul Alqo kemudian diubah menjadi Hooger
Muhammadiyah School, lalu pada tahun 1923 diubah lagi menjadi Kweekschool
Islam. Pada tahun 1924, sekolah tersebut dipisahkan antara murid perempuan dan
laki-laki. Akhirnya pada tahun 1932 menjadi Muallimien Muhammadiyah (Sekolah
Guru Islam Putra) dan Muallimat Muhammadiyah (Sekolah Guru Islam Putri).
(2)
Taman Siswa
Taman Siswa
didirikan pada tanggal 3 Juli 1922 oleh Ki Hajar Dewnatara beserta kawan-kawan
yang lainnya. Alasan berdirinya Taman Siswa antara lain adalah pendidikan dan
pengajaran untuk tiap bangsa berupa pemeliharaan buat mengembangkan benih turunan
dari bangsa itu, agar dapat tumbuh dengan sehat lahir dan batinnya, golongan
bangsawan masih senang menyekolahkan anaknya padahal anaknya dididik demi
kepentingan kolonial, sistem pendidikan kolonial tidak menumbuhkan kehidupan
bersama yang mandiri, pendidikan pada saat itu ditujukan untuk kepentingan
kolonial.
Azas
pendidikan Taman Siswa diantaranya hak seseorang untuk mengatur dirinya sendiri.
Dasar pendidikan Taman Siswa adalah kodrat alam, kemerdekaan, kebangsaan,
kebudayaan, kemanusiaan.
Tujuan pendidikan
Taman Siswa adalah mendidik anak agar percaya kepada kekuatan sendiri, tidak
menggantungkan diri kepada kekuatan orang lain dan atas dasar budaya bangsa
sendiri. Taman Siswa mendirikan sekolah-sekolah mulai dari taman kanak-kanak
sampat tingkat pendidikan tinggi, yang terdiri dari Taman Indria, Taman Anak,
Taman Dewasa, Taman Madya dan Taman Guru.
(3)
INS (Indonesia Nederlansche School)
INS
merupakan lembaga pendidikan yang didirikan oleh Muhammad Syafei pada tahun
1926 di Kayutanam Sumatera Barat. Dasar pendidikan INS adalah berpikir logis
dan rasional, keaktifan atau kegiatan, pendidikan kemasyarakatan, memperhatikan
bakat anak, menentang intelektualisme, pendidikan keindahan diperlukan
sungguh-sungguh, rasa tanggung jawab, dan peranan keagamaan. Tujuan
INS adalah mendidik rakyat ke arah kemerdekaan, memberi pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, mendidik para pemuda agar berguna bagi masyarakat,
menanamkan kepercayaan dan tanggung jawab, tidak menerima sokongan yang
mengurangi kebebasan bergerak dalam usaha INS.
Jenis
sekolah INS
terdiri dari ruang rendah (SD) 7 tahun, ruang antara 1 tahun, ruang dewasa 4
tahun dan ruang masyarakat 1 tahun. Pelajaran ekspresi yang diberikan di INS
antara lain olahraga (pendidikan jasmani), perusahaan, peternakan dan
pertanian, dan seni (menggambar, memahat, musik, menari, sandiwara, pekerjaan
tangan, membuat klise untuk menghias rantai emas).
f.
Masa Pendudukan Jepang
Landasan
Idiil pada masa pendudukan Jepang adalah Hakko Ichiu, yaitu bangsa Indonesia
bekerja sama dengan bangsa Jepang dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia
Raya. Tujuannya adalah menyediakan tenaga sukarela dan prajurit-prajurit untuk
membantu peperangan bagi kemenangan Jepang dan melawan tentara sekutu.
Jenis
sekolah pada zaman Jepang terdiri dari Sekolah Rakyat 6 tahun (Kokumin Gakko),
SMP 3 tahun (Koto Chu Gakko), Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun (Kogya Semmon
Gakko). Juga didirikan Sekolah Pelayaran dan Sekolah Pelayaran Tinggi.
Pendidikan
pada zaman Jepang ini memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia, yaitu bahasa
Indonesia berkembang secara luas karena dijadikan bahasa pengantar di sekolah,
buku-buku bahasa asing diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, para pemuda
memiliki kemampuan bela diri dan perang, kerinduan kepada kebudayaan dan
kemerdekaan Indonesia bergejolak, diskriminasi ditiadakan, bangsa Indonesia
dididik untuk menjadi pemimpin dan sekolah-sekolah diseragamkan.
4.
Pendidikan
Nasional Indonesia Tahun 1945-1950
Dasar
Pendidikan Indonesia, seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, adalah
Pencasila. Pada masa itu, dikeluarkan UU No. 4 Tahun 1945 tentang Dasar-Dasar
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia yang diundangkan
pada tanggal 4 April 1954.
Tujuan
pendidikan dan pengajaran menurut UU No. 4 Tahun 1950 adalah membentuk manusia
susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Sistem persekolahan Indonesia
akhirnya berjenjang sebagai berikut: Pendidikan Rendah (Sekolah Rakyat),
Pendidikan Menengah (Pendidikan Menengah Umum, Kejuruan dan Keguruan), dan
Pendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi, Universitas, Sekolah Tinggi dan Akademi).
Penyelenggaraan
pendidikan mengacu pada sepuluh hal yang diajukan Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat kepada Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Pada
tanggal 1 Januari 1946 terbentuk Bagian Pendidikan
Masyarakat pada Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang bertujuan
membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila yang dapat
dicapai dengan dua cara, yaitu metode belajar dan metode bekerja yang
dilaksanakan secara massal dan integral di suatu desa.
5.
Pendidikan
Indonesia Tahun 1950-1959
Tujuan
pendidikan didasarkan pada UU No. 4 Tahun 1945 tentang Dasar-Dasar Pendidikan
dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia, yaitu membentuk manusia
susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Pendidikan dan pengajaran
berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945 dan atas
Kebudayaan Kebangsaan Indonesia.
Menurut
jenisnya, pendidikan dan pengajaran dibagi atas Pendidikan dan pengajaran taman
kanak-kanak, pendidikan dan pengajaran rendah, pendidikan dan pengajaran
menengah, pendidikan dan pengajaran tinggi.
Salah satu
masalah yang dihadapi pemerintah dalam pendidikan adalah kekurangan tenaga
guru. Untuk mengatasinya, pemerintah menempuh dua jalan, yaitu dengan
memperbanyak jumlah SGB (Sekolah Guru 4 Tahun) dan mengerjakan tenaga Guru yang
belum mempunyai wewenang untuk mengajar. Pendidikan agama diberikan mulai kelas
empat sekolah rendah sampai sekolah lanjutan tingkat atas dengan jumlah jam 2
jam pelajaran perminggu. Untuk sekolah-sekolah rendah khusus, pelajaran agama
diberikan 4 jam perminggu.
6.
Pendidikan
Indonesia Merdeka Tahun 1959-1965
Pendidikan
Indonesia pada tahun 1959-1965 berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 yang mulai
berlaku menggantikan UUD Sementara, dengan demikian Pancasila kembali pada
rumusan seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Tujuan
pendidikan pada masa ini adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
masyarakat dan tanah air. Dasar pendidikannya adalah Pancasila dan kebudayaan
kebangsaan Indonesia.
Terjadi perubahan kurikulum
dari jenjang SD sampai SLTA. Kurikulum SD 1964 membedakan dua macam program,
yaitu SD yang menggunakan bahasa daerah (kelas I-kelas III) dan SD yang
menggunakan bahasa Indonesia (kelas IV-kelas VI). Kurikulum ini terdiri dari
lima kelompok bidang studi (wardhana), yaitu perkembangan moral, perkembangan
kecerdasan, perkembangan emosional, perkembangan keprigelan dan perkembangan
jasmani/kesehatan.
Kurikulum
SMP 1962 disebut pula kurikulum Gaya Baru. Kurikulum ini terdiri atas Kelompok
Dasar, Kelompok Cipta, Kelompok Rasa/Karsa, dan Krida. Kurikulum SMA mengalami
perubahan tiga kali yaitu pada tahun 1952, 1961 dan 1964. Kurikulum SMA 1961
disebut juga kurikulum Gaya Baru. Perubahan kurikulum berkenaan dengan tujuan
pendidikan SMA, penggolongan mata pelajaran menjadi empat kelompok (kelompok
dasar, khusus, penyerta dan prakarya), dan penjurusan yang mulai dilakukan di
kelas III, jurusan tersebut antara lain Budaya, Ilmu Pasti dan Ilmu Alam
7.
Pendidikan
Nasional Zaman Perkembangan Orde Baru
a.
Pendidikan
Nasional Indonesia Zaman Awal Orde Baru atau Transisi (1966-1969)
Pada masa
ini, prinsip pendidikan Panca Wardhana disusul dengan sistem pendidikan
nasional Pancasila. Tujuan pendidikannya ialah memebentuk manusia Pancasilais
sejati. Isi pendidikannya adlah untuk mempertinggi moral, akhlak dan keyakinan
agama, mempertinggi keterampilan dan kecerdasan, dan mempertinggi mutu
kesehatan fisik manusia. Struktur persekolahan masih tetap mengikuti struktur
lama berdasarkan UU No. 12 Tahun 1954 dan UU No. 22 Tahun 1961.
b.
Pendidikan
Nasional Indonesia Pada Masa Pembangunan Jangka Panjang 1 (1969/1970-1993/1994)
(1)
Menurut UU
No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional diundangkan dan berlaku
sejak 27 Maret 1989, antara lain menyatakan bahwa pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pendidikan bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya
(2)
Menurut UU
No. 2 Tahun 1989, sistem persekolahan terdiri atas tiga jenjang, yaitu
Pendidikan Dasar (SD dan SLTP), Pendidikan Menengah (SMU dan SMK), dan
Pendidikan Tinggi (program pendidikan akademik dan program pendidikan
profesional.
2.3.
Landasan Historis Kependidikan di Indonesia
Sejarah atau history
adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian
atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan
informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik,
moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya.
Informasi-informasi di atas merupakan warisan generasi terdahulu
kepada generasi muda yang tidak ternilai harganya. Generasi muda dapat belajar
dari informasi-informasi ini terutama tentang kejadian-kejadian masa lampau dan
memanfaatkannya untuk mengembangkan kemampuan diri mereka. Sejarah telah
memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi mereka dan semuanya ini diharapkan
akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa kini dan masa
yang akan datang.
Misalnya, Indonesia dan negara-negara lainnya pada tahap awal
perkembangan ekonomi mereka telah mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan
berdasarkan kebudayaan tradisional. Pada masa kolonial, sistem pendidikan
berkembang dengan berdasar pada sistem pendidikan sebelumnya ini. Pada masa
modern seperti sekarang, sistem pendidikan yang berlaku juga berdasarkan
pengembangan dari sistem pendidikan kolonial.
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis
Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif.
Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan
pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang
lampau.
Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air yang sangat panjang,
bahkan semenjak jauh sebelum kita menacapai kemerdekaan pada tahun 1945, baik
sebagai aktivitas intelektualisasi dan budaya maupun sebagai alat perjuangan
politik untuk membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme, telah diwarnai
oleh bermacam-macam corak. Menjelang 67 tahun Indonesia
merdeka, dengan system politik sebagai penjabaran demokrasi Pancasila di Era
Reformasi ini yang telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti sekarang,
kita mulai dapat melihat dengan ke arah mana partisipasi masyarakat dalam ikut
serta menyelenggarakan pendidikan itu. Semua corak tersebut memiliki pandangan
atau dasar pemikiran yang hampir sama tentang pendidikan, pendidikan diarahkan
pada optimasi upaya pendidikan sebagai bagian integral dari proses pembangunan
bangsa.
Di samping itu, pendidikan memiliki peranan strategis menyiapkam
generasi berkualitas untuk kepentingan masa depan. Pendidikan dijadikan sebagai
institusi utama dalam upaya pembentuk sumber daya manusia (SDM) berkualitas
yang diharapkan suatu bangsa. Apalagi kini semakin dirasakan bahwa SDM
Indonesia masih lemah dalam hal daya saing (kemampuan kompetisi) dan daya
sanding (kemampuan kerja sama) dengan bangsa lain di dunia.
Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia
untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut
pada masa yang lampau. Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah
pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa.
2.4.
Implikasi Sejarah terhadap Konsep Pendidikan Nasional
Indonesia
Masa lampau memperjelas
pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang kita miliki sekarang
adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman
bangsa kita pada masa yang telah lalu.
Pembahasan tentang landasan sejarah di atas memberi
implikasi konsep-konsep pendidikan sebagai berikut:
1.
Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan diharapkan
bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik serta
mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan juga
diarahkan untuk mengembangkan aspek keagamaan, kemanusiaan, kemanusiaan, serta
kemandirian peserta didik. Di samping itu, tujuan pendidikan harus diarahkan
kepada hal-hal yang praktis dan memiliki nilai guna yang tinggi yang dapat
diaplikasikan dalam dunia kerja nyata.
2.
Proses Pendidikan
Proses pendidikan
terutama proses belajar-mengajar dan materi pelajaran harus disesuaikan dengan
tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan metode global untuk pelajaran
bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa dalam pembelajaran,
mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam
pendidikan, serta mengembangkan ilmu dan teknologi.
3.
Kebudayaan Nasional
Pendidikan harus juga
memajukan kebudayaan nasional. Emil Salim dalam Pidarta (2008: 149) mengatakan
bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah dan menjadi
identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global.
4.
Inovasi-inovasi Pendidikan
Inovasi-inovasi harus
bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan sekedar
konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya membentuk
konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
4.1.
Simpulan
Sejarah pendidikan
dunia meliputi zaman-zaman seperti zaman Realisme, Rasionalisme, Naturalisme,
Developmentalisme, Nasionalisme, Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme,
serta Sosialisme. Pendidikan di Indonesia sudah ada sejak zaman
kuno/tradisional yang dimulai dari zaman Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam,
zaman penjajahan dan zaman kemerdekaan. Yang menjadi landasan historis
kependidikan di Indonesia adalah semua pengalaman dan pandangan masa lalu
bangsa Indonesia yang dapat dijadikan cerminan untuk perbaikan dalam dunia
pendidikan di masa depan.
4.2.
Saran
Adapun saran yang dapat kami
sampaikan melalui makalah ini adalah agar pembaca lebih memahami dan
mempelajari landasan historis pendidikan Indonesia agar dapat dijadikan
cerminan dalam memperbaiki pendidikan masa kini.
DAFTAR
PUSTAKA
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu
Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
0 komentar:
Post a Comment