Friday, November 8, 2013

“Model Pembelajaran Examples Non-Examples”

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan terprogram mengadakan pembenahan diri di berbagai bidang baik sarana dan prasarana, pelayanan administrasi dan informasi serta kualitas pembelajaran secara utuh dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan tidak hanya bergantung pada faktor guru saja, tetapi berbagai faktor lainnya juga berpengaruh untuk menghasilkan keluaran atau output proses pengajaran yang bermutu. Namun pada hakikatnya guru tetap merupakan unsur kunci utama yang paling menentukan, sebab guru adalah salah satu unsur utama dalam sistem pendidikan yang sangat mempengaruhi pendidikan.
Salah satu peran guru sebagai tenaga pendidik dalam rangka meningkatan mutu pendidikan adalah menciptakan pembelajaran yang berkualitas dalam kelas. Dalam melaksanakan pembelajaran di kelas diperlukan keterampilan dari seorang guru agar anak didik mudah memahami materi yang diberikan guru. Jika guru kurang menguasai strategi mengajar maka siswa akan sulit menerima materi pelajaran dengan sempurna. Guru dituntut untuk mengadakan inovasi dan berkreasi dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa memuaskan.
Salah satu upaya meningkatkan hasil belajar adalah kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Guru sebagai motivator dan fasilitator dituntut untuk mampu mengembangkan atau menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar agar pelajaran tersebut dapat dicerna dengan baik oleh siswa. Demikian pula guru sebagai fasilitator, harus senantiasa memfasilitasi siswa dengan berbagai media untuk memudahkan siswa dalam memahami pelajaran dan juga dapat menarik minat siswa untuk belajar.
Untuk mengatasi hal ini, guru diharapkan dapat mengembangkan suatu model pembelajaran yang dapat memotivasi dan mengaktifkan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu alternatif model pembelajaran yang timbul dari kegiatan pembelajaran yaitu model pembelajaran kontekstual yaitu model pembelajaran yang dilakukan dengan pengenalan lingkungan berdasarkan contoh yang konkret atau nyata sehingga permasalahan yang timbul dari aktifitas siswa dan hasil belajar siswa dapat teratasi.
Pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dengan membuat hubungan antara pengetahuan atau konsep yang telah dimiliki oleh siswa serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, maka siswa akan mudah memahami materi yang diberikan.
Dalam pembelajaran kontekstual ini terdapat beberapa strategi pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Bern dan Erikson, salah satunya adalah pembelajaran berbasis masalah atau problem-based learning (Kokom, 2010:23). Selanjutnya dalam strategi pembelajaran berbasis masalah tersebut terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar, salah satu diantaranya adalah model pembelajaran Examples Non-Examples.
Model pembelajaran examples non-examples merupakan model yang membelajarkan kepekaan siswa terhadap permasalahan yang ada disekitarnya melalui analisis contoh-contoh berupa gambar-gambar/foto/kasus yang bermuatan masalah. Siswa diarahkan untuk mengidentifikasi masalah, mencari alternatif pemecahan masalah, dan menemukan cara pemecahan masalah yang paling efektif, serta melakukan tindak lanjut. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang hakikat, sintaks/langkah-langkah serta kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran Examples Non-Examples.

1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan yakni sebagai berikut.
1.2.1        Apa hakikat model pembelajaran Examples Non-Examples?
1.2.2        Apa saja langkah-langkah model pembelajaran Examples Non-Examples?
1.2.3        Apa saja kelebihan model pembelajaran Examples Non-Examples?
1.2.4        Apa saja kekurangan model pembelajaran Examples Non-Examples?
    
1.3     Tujuan Penulisan          
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yakni sebagai berikut.
1.3.1        Untuk mengetahui hakikat model pembelajaran Examples Non-Examples.
1.3.2        Untuk mengetahui langkah-langkah model pembelajaran Examples Non-Examples.
1.3.3        Untuk mengetahui kelebihan model pembelajaran Examples Non-Examples.
1.2.5        Untuk mengetahui kekurangan model pembelajaran Examples Non-Examples.

1.4     Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini bagi mahasiswa dan guru atau pendidik adalah sebagai berikut.
1.4.1        Bagi Mahasiswa
Melalui penulisan makalah ini manfaat yang diperoleh mahasiswa atau calon pendidik adalah bertambahnya informasi dan berkembangnya wawasan mahasiswa mengenai model pembelajaran Examples Non-Examples, sehingga nantinya dapat diterapkan dengan baik dalam proses pembelajaran.
1.4.2        Bagi Guru atau Pendidik
Manfaat yang diperoleh melalui penulisan makalah ini adalah para pendidik mampu lebih selektif dalam memilih model pembelajaran yang cocok diterapkan di kelas dan guru lebih mengetahui berbagai model pembelajaran khususnya model pembelajaran Examples Non-Examples.

    

BAB II
PEMBAHASAN
                
2.1     Hakikat Model Pembelajaran Examples Non-Examples
2.1.1        Pembelajaran Kontekstual
Menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009:67) Contextual Teaching Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
a.        Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Johnson (dalam Kokom, 2010: 7) mengidentifikasi delapan karakteristik contextual teaching and learning, yaitu:
1)    Making meaningful connections (membuat hubungan penuh makna)
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing).
2)    Doing significant work (melakukan pekerjaan penting)
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai anggota masyarakat.
3)    Self-regulated learning (belajar mengatur sendiri)
Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produk/hasilnya yang sifatnya nyata.
4)    Collaborating (kerja sama)
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling memengaruhi dan saling berkomunikasi.
5)    Critical and creative thinking (berpikir kritis dan kreatif)
Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat menagnalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan bukti-bukti dan logika.
6)    Nurturing the individual (memelihara individu)
Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
7)    Reaching high standars (mencapai standar tinggi)
8)    Using authentic assessment (penggunaan penilaian sebenarnya).
Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: menidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapai apa yang disebut “excellence”.
9)    Using authentic assessment (mengadakan asesmen autentik).
Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna.

b.        Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Sounders (dalam Kokom, 2010: 8) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual difokuskan pada REACT (Relating: belajar dalam konteks pengalaman hidup; Experiencing: belajar dalam konteks pencarian dan penemuan; Applying: belajar ketika pengetahuan diperkenalkan dalam konteks penggunaannya; Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal dan saling berbagi; Transfering: belajar penggunaan pengetahuan dalam suatu konteks atau situasi baru. Penjelasan masing-masing prinsip pembelajaran kontekstual tersebut adalah sebagai berikut:
1)    Keterkaitan, relevansi (relating)
Proses pembelajaran hendaknya ada keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa (relevansi antar faktor internal seperti bekal pengetahuan, ketrampilan, bakat, minat, dengan faktor eksternal seperti ekspose media dan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari.
2)    Pengalaman langsung (experiencing)
Dalam proses pembelajaran, siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventori, investigasi, penelitian, dan sebagainya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan motivasi, sangatlah bermanfaat penggunaan strategi pembelajaran dan media seperti audio, video, membaca dan menelaah buku teks, dan sebagainya.
3)    Aplikasi (applying)
Menerapkan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari sekedar hafal. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk diterapkan atau menerapkan materi yang telah dipelajari untuk diterapkan atau digunakan pada situasi lain yang berbeda merupakan penggunaan (use) fakta konsep, prinsip atau prosedur atau “pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menggunankan (use)” (Reigeluth dan Merril, 1987: 17).
4)    Kerja sama (Cooperating)
Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interkatif antarsesama siswa, antar siswa dengan guru, antarsiswa dengan nara sumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa belajar menguasai materi pembelajaran tetapi juga sekaligus memberikan wawasan pada dunia nyata bahwa untuk menyelesaikan suatu tugas akan lebih berhasil jika dilakukan secara bersama-sama atau kerja sama dalam bentuk tim kerja.
5)    Alih pengetahuna (transferring)
Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain. Dengan kata lain, pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki tidak sekadar untuk dihafal, tetapi dapat digunakan atau dialihkan pada situasi dan kondisi lain. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah-masalah baru merupakan penguasaan strategi kognitif (Gagne, 1998: 19) atau “pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menemukan (finding)” (Reigeluth dan Merril, 1987: 17).

c.         Komponen-komponen Pembelajaran Kontekstual
Ditjen Dikdasmen (dalam Kokom, 2010: 11) menyebutkan tujuh komponen utama pembelajaran kntekstual, yaitu:
1)    Konstruktivisme (constuctivim)
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengonstruksi pengtahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
2)    Menemukan (finding)
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, melainkan hasil dari menemukan sendiri melalui siklus: (1) obsevasi (observation), (2) bertanya (questioning), (3) mengajukan dugaan (hiphotesis), (4) pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclution).
3)    Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bagi guru bertanya dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa bertanya merupakan bagian penting dalam melakukan inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
4)    Masyarakat belajar (learning community)
Hasil pemelajaran diperoleh daari kerja sama dengan orang lain. Guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.
5)    Pemodelan (modelling)
Dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru. Guru dapat menjadi model, misalnya memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Tapi guru bukan satu-satunya model, artinya model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, misalnya siswa ditunjuk untuk memberi contoh pada temannya, atau mendatangkan seseorang di luar sekolah, misalnya mendatangkan veteran kemerdekaan ke kelas.
6)    Refleksi (reflection)
Cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Misalnya ketika pelajaran berakhir, siswa merenung “kalau begitu, sikap saya selama ini salah, ya! Seharusnya, tidak membuang sampah ke sungai, supaya tidak menimbulkan banjir”.
7)    Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan semata hasil, dan dengan berbagai cara. Penilaian dapat berupa penilaian tertulis (pencil and paper test) dan penilaian berdasarkan perbuatan (performance based assessment), penugasan ((project), produk (product), atau portofolio (portfolio).
  
d.        Faktor-faktor yang Dipertimbangkan dalam Pembelajaran Kontekstual
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009:72) menyatakan, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam Contextual Teaching Learning.
1)        Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental (developmentally appropriate) peserta didik.
2)        Membentuk kelompok belajar yang saling bergantung (interdependent learning groups).
3)        Mempertimbangkan keberagaman peserta didik (disversity of students).
4)        Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self-regulated learning) dengan tiga karakteristik umumnya, yaitu kesadaran berpikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.
5)        Memerhatikan multi-intelegensi (multiple intelli-gences).
6)        Mengembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk belajar menemukan, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (contructivism).
7)        Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry), supaya peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri.
8)        Mengembangkan rasa ingin tahu (curiusity) di kalangan peserta didik melalui pengajuan pertanyaan (questionings).
9)        Menciptakan masyarakat belajar (learning community) dengan membangun kerja sama di antara peserta didik.
10)    Memodelkan (modelling) sesuatu agar peserta didik dapat beridentifikasi dan berimitasi dalam rangka memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.
11)    Mengarahkan peserta didik untuk merefleksikan tentang apa yang sudah dipelajari.
12)    Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).

e.         Strategi Pembelajaran Kontekstual
Bern dan Erickson (dalam Kokom, 2010: 23) mengemukakan lima strategi dalam mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, yaitu:
1)    Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), pendekatan yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Pendekatan ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.
2)    Cooperative learning (pembelajaran kooperatif), pendekatan yang mengorganisasikan pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
3)    Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), pendekatan yang memusat pada prinsip dan konsep utama suatu disiplin, melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dan tugas penuh makna lainnya, mendorong siswa untuk bekerja mandiri membangun pembelajaran, dan pada akhirnya menghasilkan karya nyata.
4)    Pembelajaran pelayanan (service learnig), pendekatan yang menyediakan suatu aplikasi praktis suatu pengembangan pengetahuan dan keterampilan baru untuk kebutuhan di masyarakat melalui proyek dan aktivitas.
5)    Pembelajaran berbasis kerja (work-based learning), pendekatan di mana tempat kerja, atau seperti tempat kerja, kegiatan terintegrsi dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa dan bisnis.

2.1.2        Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning)
Strategi pembelajaran menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi pembelajaran. Strategi ini mencakup pengumpulan informasi berkaitan dengan pertanyaan, menyintesa, dan mempresentasikan penemuannya kepada orang lain. (Depsiknas, 2003: 4)
Bern dan Erickson (2001: 5) menegaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.
Model-model pembelajaran berbasis masalah meliputi: (1) Problem-based Introduction (PBI); (2) Debate; (3) Controversial Issues; dan (4) Example Non-Examples. (Kokom, 2010: 58)

2.1.3        Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Kokom (2010: 61) menyatakan, model pembelajaran Examples Non-Examples merupakan model yang membelajarkan kepekaan siswa terhadap permasalahan yang ada disekitarnya melalui analisis contoh-contoh berupa gambar-gambar/foto/kasus yang bermuatan masalah. Siswa diarahkan untuk mengidentifikasi masalah, mencari alternatif pemecahan masalah, dan menemukan cara pemecahan masalah yang paling efektif, serta melakukan tindak lanjut.
Menurut Siputro (2012), model pembelajaran Examples Non-Examples merupakan model pembelajaran yang menggunakan media-media atau non media sebagai contoh. Contoh-contoh yang biasa digunakan dan sederhana bisa berupa kasus yang ada di koran atau media lain seperti televisi, ataupun bisa lebih sederhana lagi berupa isu-isu yang sedang berkembang di dalam masyarakat yang tentunya tetap sesuai dengan bobot materi yang akan diberikan.
Ras Eko (2011) menyatakan, model pembelajaran Examples Non-Examples atau juga biasa disebut Example and Non-Example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. Model pembelajaran Examples Non-Examples menggunakan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan. 
Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Penggunaan Model pembelajaran Examples Non-Examples ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasanya lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menekankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti;
a.    kemampuan berbahasa tulis dan lisan, 
b.    kemampuan analisis ringan, dan 
c.    kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya. 
Model pembelajaran Example Non-Example menggunakan media gambar dapat ditampilkan melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran Examples Non-Examples merupakan sebuah model pembelajaran yang dalam menyampaikan konsep/materi pembelajarannya didesain dengan menggunakan media beberapa gambar atau kasus yang relevan dan sesuai dengan kompetensi dasar. Model pembelajaran Examples Non-Examples bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.

2.1.4        Prinsip/Ciri-ciri Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Ras Eko (2011) menyatakan, model pembelajaran Examples Non-Examples juga merupakan model pembelajaran yang mengajarkan pada siswa untuk belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Model pembelajaran Examples Non-Examples adalah strategi yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep.
Strategi yang diterapkan dari model ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. 
a.    Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan
b.    Non-Example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Model pembelajaran examples non-examples penting dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.
Tennyson dan Pork (dalam WeBlog Ask, 2012) menyarankan bahwa jika guru akan menyajikan contoh dari suatu konsep maka ada tiga hal yang seharusnya diperhatikan, yaitu:
a.    Urutkan contoh dari yang gampang ke yang sulit.
b.    Pilih contoh – contoh yang berbeda satu sama lain.
c.    Bandingkan dan bedakan contoh – contoh dan bukan contoh.

2.1.5        Manfaat Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Kiranawati (dalam Bang Sahid, 2013) menyatakan bahwa manfaat dari penerapan model pembelajaran Examples Non-Examples, yaitu:
a.    Meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisa gambar.
b.    Membuat siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
c.    Siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. 
Buehl (dalam Bang Sahid, 2013) menyatakan bahwa manfaat dari penerapan model pembelajaran Examples Non-Examples, yaitu:
a.     Memperluas pemahaman konsep yang mendalam dan lebih komplek.
b.    Keterlibatan siswa dalam satu proses penemuan yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari contoh bukan contoh.
c.     Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian bukan contoh yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian contoh.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat penerapan model pembelajaran Examples Non-Examples adalah sebagai berikut:
a.    Meningkatkan kemapuan siswa dalam menganalisa gambar.
b.    Membuat siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
c.    Melatih ketrampilan siswa dalam mengemukakan pendapat.
d.   Meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep-konsep.
e.    Mendorong siswa untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari example non-example.

Berdasarkan penjelasan diatas, model pembelajaran Examples Non-Examples masuk kedalam Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning) yang merupakan salah satu strategi Pembelajaran Kontekstual. Karena model pembelajaran Examples Non-Examples dalam pembelajarannya memberikan contoh dan bukan contoh dari materi yang kemudian dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

2.2     Langkah-Langkah Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam model pembelajaran Examples Non-Examples ini adalah sebagai berikut (Nanang dan Cucu, 2009:41).
a.    Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b.    Guru menempelkan gambar di papan tulis, ditayangkan melalui OHP atau in focus.
c.    Guru memberikan petunjuk dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memerhatikan dan menganalisa gambar.
d.   Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik dan hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat.
e.    Setiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
f.     Mulai dari komentar hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
g.    Kesimpulan.

2.3     Kelebihan Model Pembelajaran Examples Non-Examples   
Menurut Buehl (dalam Ras Eko, 2011) kelebihan dari model pembelajaran Examples Non-Examples antara lain.
a.    Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek.
b.    Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari Example non Example.
c.    Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.
Ras Eko (2011) menyatakan beberapa kelebihan dari model pembelajaran Examples Non-Examples yaitu sebagai berikut.
a.    Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
b.    Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
c.    Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Menurut Siputro (2012) kelebihan model pembelajaran Examples Non-Examples yakni sebagai berikut.
a.    Melatih siswa lebih kritis dalam menganalisa gmbar atau kasus.
b.    Siswa mengetahui aplikasi dari materi dengan sedikit mempersamakan dengan contoh.
Setyawan (dalam Bang Sahid, 2013), menyatakan bahwa kelebihan-kelebihan model pembelajaran Examples Non-Examples, yaitu:
a.    Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep.
b.    Mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih mendalam mengenai materi yang ada.
Mahrim (dalam Bang Sahid, 2013) mengemukakan bahwa model pembelajaran Examples Non-Examples memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
a.    Mendorong siswa agar mampu menumbuhkan memotivasi diri untuk bisa membangun pengetahuan sendiri yang sudah berada di dalam diri mereka sendiri.
b.    Membangun kerjasama antar sesama siswa sehingga mereka bisa saling mengemukakan dan meluruskan kompetensi pembelajaran.
c.    Dengan contoh-contoh dan media gambar akan bisa menimbulkan daya tarik, mempermudah pemahaman yang bersifat abstrak sehingga bisa mempercepat peserta didik membentuk pemahaman diri terhadap suatu konsep.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kelebihan-kelebihan model pembelajaran Examples Non-Examples adalah sebagai berikut.
a.    Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep lebih mendalam.
b.    Menumbuhkan motivasi pada diri siswa menuju pemahaman yang lebih mendalam mengenai materi yang ada dan juga bisa mendorong siswa untuk membangun pengetahuan sendiri yang sudah berada di dalam diri mereka sendiri.
c.    Melatih siswa lebih kritis dalam menganalisa gmbar atau kasus.
d.   Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
e.    Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
f.     Membangun kerjasama antar sesama siswa.
g.    Materi pembalajaran menjadi lebih menarik.
h.    Mengkonkritkan materi yang masih bersifat abstrak.

2.4     Kekurangan Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Setyosari (dalam Bang Sahid, 2013) menjelaskan bahwa kendala-kendala penerapan strategi Examples non Examples, yaitu model ini sulit diterapkan pada siswa yang kurang memiliki kemampuan menganalisis.
Siputro (2012) menyatakan, kekurangan model pembelajaran Examples Non-Examples yakni sebagai berikut.
a.    Tidak semua materi dapat disampaikan atau disajikan dalam bentuk gambar.
b.    Kurangnya efektifitas waktu karena memakan waktu yang lama.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kekurangan model pembelajaran Examples Non-Examples adalah sebagai berikut.
a.    Model pembelajaran Examples Non-Examples ini sulit diterapkan pada siswa yang kurang memiliki kemampuan menganalisis.
b.    Tidak semua materi dapat disampaikan atau disajikan dalam bentuk gambar.
c.    Memerlukan waktu yang lama sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif.

     
BAB III
PENUTUP

3.1     Simpulan

3.1.1   Hakikat Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Model pembelajaran Examples Non-Examples merupakan sebuah model pembelajaran yang dalam menyampaikan konsep/materi pembelajarannya didesain dengan menggunakan media beberapa gambar atau kasus yang relevan dan sesuai dengan kompetensi dasar. Model pembelajaran Examples Non-Examples bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan. Model pembelajaran Examples Non-Examples masuk kedalam Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning) yang merupakan salah satu strategi Pembelajaran Kontekstual. Karena model pembelajaran Examples Non-Examples dalam pembelajarannya memberikan contoh dan bukan contoh dari materi yang kemudian dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

3.1.2   Langkah-langkah Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Langkah-langkah model pembelajaran Examples Non-Examples adalah sebagai berikut.
a.    Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b.    Guru menempelkan gambar di papan tulis, ditayangkan melalui OHP atau in focus.
c.    Guru memberikan petunjuk dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memerhatikan dan menganalisa gambar.
d.   Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik dan hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat.
e.    Setiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
f.     Mulai dari komentar hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
g.    Kesimpulan.

3.1.3   Kelebihan Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kelebihan-kelebihan model pembelajaran Examples Non-Examples adalah sebagai berikut.
a.    Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep lebih mendalam.
b.    Menumbuhkan motivasi pada diri siswa menuju pemahaman yang lebih mendalam mengenai materi yang ada dan juga bisa mendorong siswa untuk membangun pengetahuan sendiri yang sudah berada di dalam diri mereka sendiri.
c.    Melatih siswa lebih kritis dalam menganalisa gmbar atau kasus.
d.   Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
e.    Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
f.     Membangun kerjasama antar sesama siswa.
g.    Materi pembalajaran menjadi lebih menarik.
h.    Mengkonkritkan materi yang masih bersifat abstrak.

3.1.4   Kekurangan Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kekurangan model pembelajaran Examples Non-Examples adalah sebagai berikut.
a.    Model pembelajaran Examples Non-Examples ini sulit diterapkan pada siswa yang kurang memiliki kemampuan menganalisis.
b.    Tidak semua materi dapat disampaikan atau disajikan dalam bentuk gambar.
c.    Memerlukan waktu yang lama sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif.


 DAFTAR PUSTAKA

Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Cetakan Ke-3. Bandung: Refika Aditama.
Komalasari, Kokom. 2010. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Konsep dan Aplikasi. Cetakan Ke-2. Bandung: Refika Aditama.
Sahid, Bang. 2013. “Strategi Examples non Examples”. Tersedia pada http://www.konsistensi.com/2013/01/strategi-examples-non-examples.html (diakses pada 03 Mei 2013).
Santoso, Ras Eka Budi. 2011. “MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE”. Tersedia pada http://ras-eko.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-example-non-example.html (diakses pada 03 Mei 2013).

Siputro. 2012. “Metode Examples Non Examples dan Metode Lesson Study (part 4)”. Tersedia pada http://www.siputro.com/2012/02/metode-examples-non-examples-dan-metode-lesson-study-part-4/ (diakses pada 03 Mei 2013).

WeBlog Ask. 2012. “Model Pembelajaran Example Non Example”. Tersedia pada http://weblogask.blogspot.com/2012/09/model-pembelajaran-example-non-example.html (diakses pada 03 Mei 2013).




 


0 komentar:

Post a Comment