BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sekolah sebagai lembaga
pendidikan berusaha secara terus menerus dan terprogram mengadakan pembenahan
diri di berbagai bidang baik sarana dan prasarana, pelayanan administrasi dan
informasi serta kualitas pembelajaran secara utuh dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan tidak hanya bergantung pada faktor guru
saja, tetapi berbagai faktor lainnya juga berpengaruh untuk menghasilkan
keluaran atau output proses pengajaran yang bermutu. Namun pada hakikatnya guru
tetap merupakan unsur kunci utama yang paling menentukan, sebab guru adalah
salah satu unsur utama dalam sistem pendidikan yang sangat mempengaruhi
pendidikan.
Salah satu peran guru
sebagai tenaga pendidik dalam rangka meningkatan mutu pendidikan adalah
menciptakan pembelajaran yang berkualitas dalam kelas. Dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas diperlukan keterampilan dari seorang guru agar anak didik
mudah memahami materi yang diberikan guru. Jika guru kurang menguasai strategi
mengajar maka siswa akan sulit menerima materi pelajaran dengan sempurna. Guru
dituntut untuk mengadakan inovasi dan berkreasi dalam melaksanakan
pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa memuaskan.
Salah satu upaya
meningkatkan hasil belajar adalah kemampuan guru dalam menyampaikan materi
pelajaran. Guru sebagai motivator dan fasilitator dituntut untuk mampu
mengembangkan atau menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar agar pelajaran
tersebut dapat dicerna dengan baik oleh siswa. Demikian pula guru sebagai fasilitator,
harus senantiasa memfasilitasi siswa dengan berbagai media untuk memudahkan
siswa dalam memahami pelajaran dan juga dapat menarik minat siswa untuk
belajar.
Untuk mengatasi hal
ini, guru diharapkan dapat mengembangkan suatu model pembelajaran yang dapat
memotivasi dan mengaktifkan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu alternatif
model pembelajaran yang timbul dari kegiatan pembelajaran yaitu model
pembelajaran kontekstual yaitu model pembelajaran yang dilakukan dengan
pengenalan lingkungan berdasarkan contoh yang konkret atau nyata sehingga
permasalahan yang timbul dari aktifitas siswa dan hasil belajar siswa dapat
teratasi.
Pembelajaran
kontekstual adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dengan membuat hubungan
antara pengetahuan atau konsep yang telah dimiliki oleh siswa serta
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, maka siswa akan mudah memahami materi
yang diberikan.
Dalam pembelajaran
kontekstual ini terdapat beberapa strategi pembelajaran seperti yang dikemukakan
oleh Bern dan Erikson, salah satunya adalah pembelajaran berbasis masalah atau
problem-based learning (Kokom, 2010:23). Selanjutnya dalam strategi
pembelajaran berbasis masalah tersebut terdapat beberapa model pembelajaran
yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar, salah satu
diantaranya adalah model pembelajaran Examples Non-Examples.
Model pembelajaran
examples non-examples merupakan model yang membelajarkan kepekaan siswa
terhadap permasalahan yang ada disekitarnya melalui analisis contoh-contoh
berupa gambar-gambar/foto/kasus yang bermuatan masalah. Siswa diarahkan untuk
mengidentifikasi masalah, mencari alternatif pemecahan masalah, dan menemukan
cara pemecahan masalah yang paling efektif, serta melakukan tindak lanjut. Oleh
karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang hakikat, sintaks/langkah-langkah
serta kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran Examples Non-Examples.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian dari latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan yakni
sebagai berikut.
1.2.1
Apa hakikat model pembelajaran Examples
Non-Examples?
1.2.2
Apa saja langkah-langkah model pembelajaran
Examples Non-Examples?
1.2.3
Apa saja kelebihan model pembelajaran
Examples Non-Examples?
1.2.4
Apa saja kekurangan model pembelajaran
Examples Non-Examples?
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
penulisan dari makalah ini yakni sebagai berikut.
1.3.1
Untuk mengetahui hakikat model
pembelajaran Examples Non-Examples.
1.3.2
Untuk mengetahui langkah-langkah model
pembelajaran Examples Non-Examples.
1.3.3
Untuk mengetahui kelebihan model
pembelajaran Examples Non-Examples.
1.2.5
Untuk mengetahui kekurangan model
pembelajaran Examples Non-Examples.
1.4
Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat
dari penulisan makalah ini bagi mahasiswa dan guru atau pendidik adalah sebagai
berikut.
1.4.1
Bagi Mahasiswa
Melalui penulisan makalah ini
manfaat yang diperoleh mahasiswa atau calon pendidik adalah bertambahnya
informasi dan berkembangnya wawasan mahasiswa mengenai model pembelajaran
Examples Non-Examples, sehingga nantinya dapat diterapkan dengan baik dalam
proses pembelajaran.
1.4.2
Bagi Guru atau Pendidik
Manfaat yang diperoleh melalui
penulisan makalah ini adalah para pendidik mampu lebih selektif dalam memilih
model pembelajaran yang cocok diterapkan di kelas dan guru lebih mengetahui
berbagai model pembelajaran khususnya model pembelajaran Examples Non-Examples.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat
Model Pembelajaran Examples Non-Examples
2.1.1
Pembelajaran
Kontekstual
Menurut Nanang
Hanafiah dan Cucu Suhana (2009:67) Contextual
Teaching Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang
bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara
bermakna (meaningfull) yang dikaitkan
dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi,
agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu
konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
a.
Karakteristik
Pembelajaran Kontekstual
Johnson (dalam Kokom, 2010: 7)
mengidentifikasi delapan karakteristik contextual
teaching and learning, yaitu:
1) Making meaningful connections (membuat
hubungan penuh makna)
Siswa dapat mengatur diri sendiri
sebagai orang yang belajar aktif dalam mengembangkan minatnya secara
individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan
orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning
by doing).
2) Doing significant work (melakukan
pekerjaan penting)
Siswa membuat hubungan-hubungan antara
sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai anggota
masyarakat.
3) Self-regulated learning (belajar
mengatur sendiri)
Siswa melakukan pekerjaan yang
signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya
dengan penentuan pilihan, dan ada produk/hasilnya yang sifatnya nyata.
4) Collaborating (kerja
sama)
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu
siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana
mereka saling memengaruhi dan saling berkomunikasi.
5) Critical and creative thinking (berpikir
kritis dan kreatif)
Siswa dapat menggunakan tingkat
berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat menagnalisis,
membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan
bukti-bukti dan logika.
6) Nurturing the individual (memelihara
individu)
Siswa memelihara pribadinya:
mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi, memotivasi
dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang
dewasa.
7) Reaching high standars (mencapai
standar tinggi)
8) Using authentic assessment (penggunaan
penilaian sebenarnya).
Siswa mengenal dan mencapai standar
yang tinggi: menidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapai apa
yang disebut “excellence”.
9) Using authentic assessment (mengadakan
asesmen autentik).
Siswa menggunakan pengetahuan
akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna.
b.
Prinsip
Pembelajaran Kontekstual
Sounders (dalam Kokom, 2010: 8)
menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual difokuskan pada REACT (Relating: belajar dalam konteks
pengalaman hidup; Experiencing:
belajar dalam konteks pencarian dan penemuan; Applying: belajar ketika pengetahuan diperkenalkan dalam konteks
penggunaannya; Cooperating: belajar
melalui konteks komunikasi interpersonal dan saling berbagi; Transfering: belajar penggunaan
pengetahuan dalam suatu konteks atau situasi baru. Penjelasan masing-masing
prinsip pembelajaran kontekstual tersebut adalah sebagai berikut:
1) Keterkaitan,
relevansi (relating)
Proses pembelajaran hendaknya ada
keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa (relevansi
antar faktor internal seperti bekal pengetahuan, ketrampilan, bakat, minat,
dengan faktor eksternal seperti ekspose media dan pembelajaran oleh guru dan
lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata
seperti manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari.
2) Pengalaman
langsung (experiencing)
Dalam proses pembelajaran, siswa
perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventori, investigasi,
penelitian, dan sebagainya. Experiencing dipandang
sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan berlangsung
cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan
sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain
secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan motivasi, sangatlah bermanfaat
penggunaan strategi pembelajaran dan media seperti audio, video, membaca dan
menelaah buku teks, dan sebagainya.
3) Aplikasi
(applying)
Menerapkan fakta, konsep, prinsip
dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks yang lain merupakan
pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari sekedar hafal. Kemampuan siswa untuk
menerapkan materi yang telah dipelajari untuk diterapkan atau menerapkan materi
yang telah dipelajari untuk diterapkan atau digunakan pada situasi lain yang
berbeda merupakan penggunaan (use)
fakta konsep, prinsip atau prosedur atau “pencapaian tujuan pembelajaran dalam
bentuk menggunankan (use)” (Reigeluth
dan Merril, 1987: 17).
4) Kerja
sama (Cooperating)
Kerjasama dalam konteks saling
tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interkatif
antarsesama siswa, antar siswa dengan guru, antarsiswa dengan nara sumber,
memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi
pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual. Pengalaman bekerja sama
tidak hanya membantu siswa belajar menguasai materi pembelajaran tetapi juga
sekaligus memberikan wawasan pada dunia nyata bahwa untuk menyelesaikan suatu
tugas akan lebih berhasil jika dilakukan secara bersama-sama atau kerja sama
dalam bentuk tim kerja.
5) Alih
pengetahuna (transferring)
Pembelajaran kontekstual menekankan
pada kemampuan siswa untuk mentransfer pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang
telah dimiliki pada situasi lain. Dengan kata lain, pengetahuan dan
keterampilan yang telah dimiliki tidak sekadar untuk dihafal, tetapi dapat
digunakan atau dialihkan pada situasi dan kondisi lain. Kemampuan siswa untuk
menerapkan materi yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah-masalah baru
merupakan penguasaan strategi kognitif (Gagne, 1998: 19) atau “pencapaian
tujuan pembelajaran dalam bentuk menemukan (finding)”
(Reigeluth dan Merril, 1987: 17).
c.
Komponen-komponen
Pembelajaran Kontekstual
Ditjen Dikdasmen (dalam Kokom, 2010:
11) menyebutkan tujuh komponen utama pembelajaran kntekstual, yaitu:
1) Konstruktivisme
(constuctivim)
Pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengonstruksi pengtahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
2) Menemukan
(finding)
Pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta,
melainkan hasil dari menemukan sendiri melalui siklus: (1) obsevasi (observation), (2) bertanya (questioning), (3) mengajukan dugaan (hiphotesis), (4) pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclution).
3) Bertanya
(questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang
selalu bermula dari bertanya. Bagi guru bertanya dipandang sebagai kegiatan
untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa
bertanya merupakan bagian penting dalam melakukan inquiri, yaitu menggali
informasi, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian
pada aspek yang belum diketahuinya.
4) Masyarakat
belajar (learning community)
Hasil pemelajaran diperoleh daari
kerja sama dengan orang lain. Guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran
dalam kelompok-kelompok belajar.
5) Pemodelan
(modelling)
Dalam pembelajaran keterampilan
atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru. Guru dapat menjadi model,
misalnya memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Tapi guru bukan satu-satunya
model, artinya model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, misalnya siswa
ditunjuk untuk memberi contoh pada temannya, atau mendatangkan seseorang di
luar sekolah, misalnya mendatangkan veteran kemerdekaan ke kelas.
6) Refleksi
(reflection)
Cara berpikir tentang apa yang baru
dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di
masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang
baru diterima. Misalnya ketika pelajaran berakhir, siswa merenung “kalau
begitu, sikap saya selama ini salah, ya! Seharusnya, tidak membuang sampah ke
sungai, supaya tidak menimbulkan banjir”.
7) Penilaian
yang sebenarnya (authentic assessment)
Kemajuan belajar dinilai dari
proses, bukan semata hasil, dan dengan berbagai cara. Penilaian dapat berupa
penilaian tertulis (pencil and paper test)
dan penilaian berdasarkan perbuatan (performance
based assessment), penugasan ((project),
produk (product), atau portofolio
(portfolio).
d.
Faktor-faktor
yang Dipertimbangkan dalam Pembelajaran Kontekstual
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana
(2009:72) menyatakan, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam Contextual Teaching Learning.
1)
Merencanakan pembelajaran sesuai dengan
perkembangan mental (developmentally
appropriate) peserta didik.
2)
Membentuk kelompok belajar yang saling
bergantung (interdependent learning
groups).
3)
Mempertimbangkan keberagaman peserta
didik (disversity of students).
4)
Menyediakan lingkungan yang mendukung
pembelajaran mandiri (self-regulated
learning) dengan tiga karakteristik umumnya, yaitu kesadaran berpikir,
penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.
5)
Memerhatikan multi-intelegensi (multiple intelli-gences).
6)
Mengembangkan pemikiran bahwa peserta
didik akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk belajar
menemukan, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (contructivism).
7)
Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry), supaya peserta didik
memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri.
8)
Mengembangkan rasa ingin tahu (curiusity) di kalangan peserta didik
melalui pengajuan pertanyaan (questionings).
9)
Menciptakan masyarakat belajar (learning community) dengan membangun
kerja sama di antara peserta didik.
10) Memodelkan
(modelling) sesuatu agar peserta
didik dapat beridentifikasi dan berimitasi dalam rangka memperoleh pengetahuan
dan keterampilan baru.
11) Mengarahkan
peserta didik untuk merefleksikan tentang apa yang sudah dipelajari.
12) Menerapkan
penilaian autentik (authentic assessment).
e.
Strategi
Pembelajaran Kontekstual
Bern dan Erickson (dalam Kokom,
2010: 23) mengemukakan lima strategi dalam mengimplementasikan pembelajaran
kontekstual, yaitu:
1) Pembelajaran
berbasis masalah (problem-based learning),
pendekatan yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan
mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu.
Pendekatan ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan
mempresentasikan penemuan.
2) Cooperative learning (pembelajaran
kooperatif), pendekatan yang mengorganisasikan pembelajaran dengan menggunakan
kelompok belajar kecil di mana siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
3) Pembelajaran
berbasis proyek (project-based learning),
pendekatan yang memusat pada prinsip dan konsep utama suatu disiplin,
melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dan tugas penuh makna lainnya,
mendorong siswa untuk bekerja mandiri membangun pembelajaran, dan pada akhirnya
menghasilkan karya nyata.
4) Pembelajaran
pelayanan (service learnig),
pendekatan yang menyediakan suatu aplikasi praktis suatu pengembangan
pengetahuan dan keterampilan baru untuk kebutuhan di masyarakat melalui proyek
dan aktivitas.
5) Pembelajaran
berbasis kerja (work-based learning),
pendekatan di mana tempat kerja, atau seperti tempat kerja, kegiatan
terintegrsi dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa dan bisnis.
2.1.2
Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem-based Learning)
Strategi pembelajaran
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat
dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan
dan konsep dari berbagai isi materi pembelajaran. Strategi ini mencakup
pengumpulan informasi berkaitan dengan pertanyaan, menyintesa, dan
mempresentasikan penemuannya kepada orang lain. (Depsiknas, 2003: 4)
Bern
dan
Erickson (2001: 5) menegaskan bahwa
pembelajaran berbasis masalah (problem-based
learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan
dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan
informasi, dan mempresentasikan penemuan.
Model-model
pembelajaran berbasis masalah meliputi: (1) Problem-based Introduction (PBI);
(2) Debate; (3) Controversial Issues; dan (4) Example Non-Examples. (Kokom,
2010: 58)
2.1.3
Model
Pembelajaran Examples Non-Examples
Kokom (2010: 61)
menyatakan, model pembelajaran Examples Non-Examples merupakan model yang
membelajarkan kepekaan siswa terhadap permasalahan yang ada disekitarnya
melalui analisis contoh-contoh berupa gambar-gambar/foto/kasus yang bermuatan
masalah. Siswa diarahkan untuk mengidentifikasi masalah, mencari alternatif
pemecahan masalah, dan menemukan cara pemecahan masalah yang paling efektif,
serta melakukan tindak lanjut.
Menurut
Siputro (2012), model pembelajaran Examples Non-Examples merupakan model pembelajaran yang menggunakan media-media
atau non media sebagai contoh. Contoh-contoh yang biasa digunakan dan sederhana
bisa berupa kasus yang ada di koran atau media lain seperti televisi, ataupun
bisa lebih sederhana lagi berupa isu-isu yang sedang berkembang di dalam
masyarakat yang tentunya tetap sesuai dengan bobot materi yang akan diberikan.
Ras Eko (2011)
menyatakan, model pembelajaran Examples Non-Examples atau juga biasa disebut
Example and Non-Example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar
sebagai media pembelajaran. Model
pembelajaran Examples Non-Examples menggunakan media gambar dalam
penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar
berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang
terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.
Penggunaan media gambar
ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi
sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar.
Penggunaan Model pembelajaran Examples Non-Examples ini lebih menekankan pada
konteks analisis siswa. Biasanya lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun
dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menekankan aspek psikoligis dan
tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti;
a.
kemampuan berbahasa tulis dan
lisan,
b.
kemampuan analisis ringan, dan
c.
kemampuan berinteraksi dengan siswa
lainnya.
Model pembelajaran
Example Non-Example menggunakan media gambar dapat ditampilkan melalui OHP,
Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita
gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada
di belakang dapat juga melihat dengan jelas.
Dari beberapa pendapat
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran Examples Non-Examples
merupakan sebuah model pembelajaran yang dalam
menyampaikan konsep/materi pembelajarannya didesain dengan menggunakan media
beberapa gambar atau kasus yang relevan dan sesuai dengan kompetensi dasar.
Model pembelajaran Examples Non-Examples bertujuan mendorong siswa untuk
belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang
terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.
2.1.4
Prinsip/Ciri-ciri
Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Ras Eko (2011)
menyatakan, model pembelajaran Examples Non-Examples
juga merupakan model pembelajaran yang mengajarkan pada siswa untuk belajar
mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui
dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui
pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Model
pembelajaran Examples Non-Examples adalah strategi yang dapat digunakan untuk
mengajarkan definisi konsep.
Strategi
yang diterapkan dari model ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat
dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-example dari suatu
definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya
sesuai dengan konsep yang ada.
a. Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh
akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan
b. Non-Example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah
contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Model
pembelajaran examples non-examples penting dilakukan karena suatu definisi
konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi
definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa
terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk
menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.
Tennyson dan Pork (dalam WeBlog Ask, 2012) menyarankan bahwa
jika guru akan menyajikan contoh dari suatu konsep maka ada tiga hal yang
seharusnya diperhatikan, yaitu:
a. Urutkan contoh dari yang gampang ke
yang sulit.
b. Pilih contoh – contoh yang berbeda
satu sama lain.
c. Bandingkan dan bedakan contoh –
contoh dan bukan contoh.
2.1.5
Manfaat Model
Pembelajaran Examples Non-Examples
Kiranawati (dalam
Bang Sahid, 2013) menyatakan bahwa manfaat dari penerapan model pembelajaran Examples Non-Examples,
yaitu:
a. Meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisa gambar.
b. Membuat siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa
contoh gambar.
c. Siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya.
Buehl (dalam
Bang Sahid, 2013) menyatakan bahwa manfaat dari penerapan model pembelajaran Examples Non-Examples,
yaitu:
a.
Memperluas
pemahaman konsep yang mendalam dan lebih komplek.
b.
Keterlibatan siswa
dalam satu proses penemuan yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara
progresif melalui pengalaman dari contoh bukan contoh.
c.
Siswa diberi
sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep
dengan mempertimbangkan bagian bukan contoh yang dimungkinkan masih terdapat
beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan
pada bagian contoh.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat penerapan model pembelajaran Examples Non-Examples
adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemapuan siswa dalam menganalisa gambar.
b. Membuat siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa
contoh gambar.
c. Melatih ketrampilan siswa dalam mengemukakan pendapat.
d. Meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep-konsep.
e. Mendorong siswa untuk membangun konsep secara progresif
melalui pengalaman dari example non-example.
Berdasarkan
penjelasan diatas, model pembelajaran Examples Non-Examples masuk kedalam
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based
Learning) yang merupakan salah satu strategi Pembelajaran Kontekstual.
Karena model pembelajaran Examples Non-Examples dalam pembelajarannya
memberikan contoh dan bukan contoh dari materi yang kemudian dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari.
2.2
Langkah-Langkah
Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Adapun
langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam model pembelajaran Examples Non-Examples
ini adalah sebagai berikut (Nanang dan Cucu, 2009:41).
a. Guru
mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b. Guru
menempelkan gambar di papan tulis, ditayangkan melalui OHP atau in focus.
c. Guru
memberikan petunjuk dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
memerhatikan dan menganalisa gambar.
d. Melalui
diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik dan hasil diskusi dari analisa gambar
tersebut dicatat.
e. Setiap
kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
f. Mulai
dari komentar hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi sesuai
tujuan yang ingin dicapai.
g. Kesimpulan.
2.3
Kelebihan
Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Menurut
Buehl (dalam Ras Eko, 2011) kelebihan dari model pembelajaran Examples
Non-Examples antara lain.
a. Siswa
berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas
pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek.
b. Siswa
terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk
membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari Example non Example.
c. Siswa
diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu
konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih
terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah
dipaparkan pada bagian example.
Ras
Eko (2011) menyatakan beberapa kelebihan dari model pembelajaran
Examples Non-Examples yaitu sebagai berikut.
a. Siswa
lebih kritis dalam menganalisa gambar.
b. Siswa
mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
c. Siswa
diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Menurut Siputro (2012) kelebihan model pembelajaran Examples Non-Examples yakni sebagai berikut.
a.
Melatih
siswa lebih kritis dalam menganalisa gmbar atau kasus.
b.
Siswa
mengetahui aplikasi dari materi dengan sedikit mempersamakan dengan contoh.
Setyawan (dalam Bang Sahid, 2013), menyatakan bahwa
kelebihan-kelebihan model pembelajaran Examples Non-Examples, yaitu:
a. Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep.
b. Mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih
mendalam mengenai materi yang ada.
Mahrim (dalam Bang Sahid, 2013) mengemukakan bahwa model
pembelajaran Examples Non-Examples memiliki
beberapa kelebihan, yaitu:
a. Mendorong siswa agar mampu menumbuhkan memotivasi diri
untuk bisa membangun pengetahuan sendiri yang sudah berada di dalam diri mereka
sendiri.
b. Membangun kerjasama antar sesama siswa sehingga mereka
bisa saling mengemukakan dan meluruskan kompetensi pembelajaran.
c. Dengan contoh-contoh dan media gambar akan bisa
menimbulkan daya tarik, mempermudah pemahaman yang bersifat abstrak sehingga
bisa mempercepat peserta didik membentuk pemahaman diri terhadap suatu konsep.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kelebihan-kelebihan
model
pembelajaran Examples Non-Examples
adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep lebih
mendalam.
b. Menumbuhkan motivasi pada diri siswa menuju pemahaman
yang lebih mendalam mengenai materi yang ada dan juga bisa mendorong siswa
untuk membangun pengetahuan sendiri yang sudah berada di dalam diri mereka
sendiri.
c. Melatih siswa lebih kritis dalam
menganalisa gmbar atau kasus.
d. Siswa
mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
e. Siswa
diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
f. Membangun kerjasama antar sesama siswa.
g. Materi pembalajaran menjadi lebih menarik.
h. Mengkonkritkan materi yang masih bersifat abstrak.
2.4
Kekurangan
Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Setyosari (dalam Bang Sahid, 2013) menjelaskan bahwa
kendala-kendala penerapan strategi Examples non Examples, yaitu model ini sulit
diterapkan pada siswa yang kurang memiliki kemampuan menganalisis.
Siputro (2012) menyatakan, kekurangan model pembelajaran Examples Non-Examples yakni sebagai berikut.
a.
Tidak
semua materi dapat disampaikan atau disajikan dalam bentuk gambar.
b.
Kurangnya
efektifitas waktu karena memakan waktu yang lama.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kekurangan
model pembelajaran
Examples Non-Examples adalah sebagai
berikut.
a. Model pembelajaran Examples Non-Examples ini sulit diterapkan pada siswa yang kurang memiliki
kemampuan menganalisis.
b. Tidak semua materi dapat disampaikan
atau disajikan dalam bentuk gambar.
c. Memerlukan
waktu yang lama sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
3.1.1
Hakikat
Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Model
pembelajaran Examples Non-Examples merupakan sebuah
model pembelajaran yang dalam menyampaikan konsep/materi pembelajarannya
didesain dengan menggunakan media beberapa gambar atau kasus yang relevan dan
sesuai dengan kompetensi dasar. Model pembelajaran Examples Non-Examples
bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan
permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang
disajikan. Model pembelajaran Examples Non-Examples masuk kedalam Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem-based Learning)
yang merupakan salah satu strategi Pembelajaran Kontekstual. Karena model
pembelajaran Examples Non-Examples dalam pembelajarannya memberikan contoh dan
bukan contoh dari materi yang kemudian dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
3.1.2
Langkah-langkah
Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Langkah-langkah model pembelajaran Examples
Non-Examples adalah sebagai berikut.
a. Guru
mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b. Guru
menempelkan gambar di papan tulis, ditayangkan melalui OHP atau in focus.
c. Guru
memberikan petunjuk dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
memerhatikan dan menganalisa gambar.
d. Melalui
diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik dan hasil diskusi dari analisa gambar
tersebut dicatat.
e. Setiap
kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
f. Mulai
dari komentar hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi sesuai
tujuan yang ingin dicapai.
g. Kesimpulan.
3.1.3
Kelebihan
Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan kelebihan-kelebihan model
pembelajaran Examples Non-Examples
adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep lebih
mendalam.
b. Menumbuhkan motivasi pada diri siswa menuju pemahaman
yang lebih mendalam mengenai materi yang ada dan juga bisa mendorong siswa
untuk membangun pengetahuan sendiri yang sudah berada di dalam diri mereka
sendiri.
c. Melatih siswa lebih kritis dalam
menganalisa gmbar atau kasus.
d. Siswa
mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
e. Siswa
diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
f. Membangun kerjasama antar sesama siswa.
g. Materi pembalajaran menjadi lebih menarik.
h. Mengkonkritkan materi yang masih bersifat abstrak.
3.1.4
Kekurangan
Model Pembelajaran Examples Non-Examples
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan kekurangan model pembelajaran Examples
Non-Examples adalah sebagai berikut.
a. Model pembelajaran Examples Non-Examples ini sulit diterapkan pada siswa yang kurang memiliki
kemampuan menganalisis.
b. Tidak semua materi dapat disampaikan
atau disajikan dalam bentuk gambar.
c. Memerlukan
waktu yang lama sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah, Nanang dan
Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi
Pembelajaran. Cetakan Ke-3. Bandung: Refika Aditama.
Komalasari, Kokom.
2010. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Konsep dan
Aplikasi. Cetakan Ke-2. Bandung: Refika Aditama.
Sahid, Bang. 2013. “Strategi Examples non Examples”.
Tersedia pada http://www.konsistensi.com/2013/01/strategi-examples-non-examples.html
(diakses pada 03 Mei 2013).
Santoso, Ras Eka Budi.
2011. “MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE”.
Tersedia pada http://ras-eko.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-example-non-example.html
(diakses pada 03 Mei 2013).
Siputro. 2012. “Metode Examples Non Examples dan
Metode Lesson Study (part 4)”. Tersedia pada
http://www.siputro.com/2012/02/metode-examples-non-examples-dan-metode-lesson-study-part-4/ (diakses pada 03 Mei 2013).
WeBlog Ask. 2012. “Model Pembelajaran Example Non Example”. Tersedia pada http://weblogask.blogspot.com/2012/09/model-pembelajaran-example-non-example.html
(diakses pada 03 Mei 2013).
0 komentar:
Post a Comment